Selasa, 17 Mei 2011

Story of the Songs


A wonderful world. Louis Amstrong tentunya tahu dunia ini sangat indah dan juga bagaimana membosankannya kertas buram. Tanpa coretan pensil warna. Kertas hanya sekedar kertas. Tanpa tulisan apapun yang memaknai. Tanpa pengantar, isi, dan penutup. Tanpa times new roman, comic sans atau arial. Tanpa do, re,mi, dan kressindo. Tanpa numeric dan barisan rupiah. tanpa bait-bait puisi kerinduan, tanpa garis-garis cantik . Hanya titik-titik hitam kelabu. Hanya secarik kertas buram yang Muram. Ia berakhir menjadi abu, kemudian terbang tertiup angin. Diam dan Terlupakan.tapi toh, Louis bilang… World is still wonderful. No Matter what. Tanpa atau Ada Kertas Buram yang Muram.


Time is Running Out. Muse. Grup ini pasti tau dengan pasti waktu bukan hanya sekedar berjalan. Tapi berlari dengan kecepatan pasti. percepatan yang membuatmu terkaget-kaget bahwa usiamu berubah digit. Mau leave or take… toh, waktu tak peduli. Ia tetap berdesis-desis menggerakkan rodanya. Tak akan berhenti pada satu moment dimana kamu lupa memakai pelindung kepala atau pakaian anti dingin yang akan kamu temui di jalan-jalan gelap. Atau memohon diberikan satu cahaya untuk penunjuk arah jalan agar tak tersandung batu granit kesulitan. Waktu tak akan mengabulkan permohonanmu untuk mengembalikan wujudmu seperti kayuhan rodanya yang lalu. Waktu juga tak akan senang hati melambatkan kecepatannya agar dirimu bisa dengan merajalela melakukan prokrastinisasi terhadap tugas-tugas realitas. Toh, waktu sudah mengingatkan padamu. Dia bukanlah sahabat baik untuk mereka yang suka menunda. Ia juga bukan sahabat yang baik bagi penjual krim anti kerut yang dijajakan di pasar. Sang penjual mati-matian merayu seorang wanita setengah baya untuk membeli krimnya seharga sepuluh ribu rupiah. Tapi kemudian wanita ini memaki-maki krim tersebut dengan mengatakan bahwa krim ini justru membuat kerutannya semakin menjadi-jadi. Dan sang waktu tertawa geli.. tetap tak peduli. Cambukkannya pada kuda pacu semakin menjadi-jadi. Ia pun kembali menggerakkan rodanya ke arah yang tak diketahui.

I’m like a bird. Nelly Furtado. Aku ingin sekali menjadi seekor burung. terbang kemanapun aku suka.bila panas.. mencumbu, aku akan menjentik-jentikkan sayapku kepada angin. Bila dingin menyapa, aku akan merapatkan pelukanku pada pohon gagah yang menjulang ke angkasa. Aku akan mencicit lapar kemudian mematuki padi pematang sawah. aku juga akan mengumpulkan jerami dan mengerami telurku hangat-hangat. Mengajari si bayi burung terbang tinggi-tinggi. Tertawa menantang langit. Meluncur di sabuk pelangi. Mengintip bidadari mandi. Menggoda beruang salju yang tidur berdiri. . Aku adalah burung yang menyebarkan wangi vanilla ke penjuru bumi. Bahasaku penuh arti . Dalam putih yang damai, dan binar-binar.

Freedom. David Foster. Tak ada yang tahu kemana kakimu melangkah. Tak ada yang tahu kemana wajahmu berpaling. Tak ada yang tahu kemana arahmu tertuju…, yang ada hanyalah senyuman kebebasan. Dan lompatan-lompatan riang molekul oksigen. Bernafas seperti embun. Bernyanyi seperti bisik angin. menyentuh bening hati dalam bahasa diam. Melengkapi tanpa mengurangi. Mencintai tanpa setitikpun membenci. Mendengarkan tanpa menginterupsi. Memahami tanpa melawani. Menerima namun juga memberi. Menghendaki, namun juga menghadiri. Aku adalah kebebasan yang dihirup tanpa henti. Menikahiku memberimu satu arti. Bahwa cinta ada selalu dalam mata hati. Dan membiaskan merah pada pipi. menyangkutkan geloramu pada bulan. Mendendangkan kisahmu pada bintang. sendiri tapi tak sepi.diam tapi tak menyendiri. .


I finally found someone. Barbra Streisand dan Bryan Adams. Bersamamu. Aku menemukan cahaya lembutku. Bersamamu. Aku menatap danau dingin namun menghangatkan. Bersamamu. Tepian jiwa seakan sunyi dengan kegaduhan. Bersamamu. Menemukan bahagia yang dibungkus selimut bayi. Bersamamu. Menarik senyumku dalam sudut manis. Meletakkan baik-baik cintaku pada tempat teraman di surga. Bersamamu. Kerumitan menjadi sederhana. Mengecup bayangmu di setiap malam. Menyentuh jarimu di senja riang. Melirik malu-malu di setiap cengkraman. Berbagi. Berbakti. Berhati. Berjadi. Berlari diantara padang basah hujan tadi. Tertawa. Menyesapi kopi pagi. Membagi roti. Melanutkan mimpi tinggi-tinggi. Kamu adalah rintik hujan dan langit cerahku. Kamu adalah awan bulat dan biru lautku. Kamu adalah pasir putih dan karang terjalku. Kamu adalah semesta. Dalam diagram venn tak terhingga. Bukan antara 1 dan 0. Bersamamu, tak pernah ada titik karena selalu ada koma. Bersamamu, selalu ada coklat dalam saku kemeja. Bersamamu, ada film lama yang diputar di bioskop tua. Bersamamu, Jazz menyentuhkan warnanya pada sofa merah. Makan malam dengan lilin-lilin biru dan taplak ungu perak. Musik klasik dari speaker tua di ujung ruang perpustakaan kota. Membingkai foto-foto kita berdua yang diletakkan pada tembok jingga. mawar putih dan kuning berkerumun di petak taman. Bersamamu, aku selalu bebas memakai red shoes dan rok rajut sekenanya.Bersamamu, kita selalu menghabiskan menatap senja di dermaga. berdebat tentang bagaimana cara memotong senja. lalu kemudian terkikik bersama. tak mungkin Tuhan bersedia meminjamkan senja untuk kita bawa pulang ke rumah kita. Bersamamu, petal rose mengecupkan warnanya pada bibirku. kemudian peach manis dan cherry bite. Kamu selalu mengajakku menautkannya di jari-jarimu. Jari-jari yang basah oleh janji. Bertaut dalam ikatan yang dimengerti. Seperti yang kukatakan padamu, tadi. Bahagia yang dibungkus selimut bayi.


I knew I love you. Savage Garden. Intuisi. Apa kamu pernah berusaha mengingatku di masa lalu? Aku seperti mengenalmu seumur hidupku. Lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu. Ketika bertemu denganmu, aku selalu merasakan hangat di dadaku. Aku selalu merasa seperti ada bening air yang melintas di pipiku. Aku selalu merasa beruntung memilikimu. Tak pernah ada lelaki sepertimu. Datang dengan secangkir kopi krimmer hangat kesukaanku. Satu sendok the kopi, dua sendok teh gula, dan tiga sendok teh krim. Kamu selalu tahu bagaimana cara membahagiakanku. Bukan hanya di setiap pagi. Tapi disetiap episode hari tanpa peduli waktu yang mencibir dan melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada pipiku. Saat itu, tiba-tiba aku merasakan. Kedalaman. Kebenaran. Kegilaan.. Semua ada dalam dirimu. Semua ada dalam diriku. Semua ada dalam diri kita. keabsurdan yang melogika. Hai, bukankah kamu selalu mengatakan. Cinta tak butuh logika? Tapi kurasa, Einstein pun setuju mengapa aku memutuskan untuk dipilih olehmu. Karena senyummu begitu menyayangi. kebebasan yang menyelimuti. Karena imajinasimu begitu nyata di mata hati. Aku merasakan kerinduanku padamu di dalam perutku. Seakan kamu selalu menggelitikku dengan mengerjapkan mata jenakamu. Aku merasakan cumbu dalam kepalaku. Seakan kamu menyentuh warna-warna dalam cerebellum dan cerebralku. Aku merasakan keberanian yang nyalang di matamu. Aaah.. Nyata, ……. Aku rindu kacamatamu. Dan buku-buku tentang mu. Dan gitar-gitar tuamu. Dan sensasi memandang wajah bingungmu dini hari. Organisasi hari.. organisasi hidup memaknai. Organisasi jiwa dan hati. Dan kita berasyik masyuk dalam diskusi. dalam gemuruh dada yang berguncang. Malam yang selalu panjang. Bersamamu. Aku tahu aku Mencintaimu… lebih dari yang kamu tahu. Entah kapan. Aku tak tahu.


17 Mei 2011
new room.. without friends, vanilla and coffee.
hujan turun sore tadi.

Melebarkan pandanganku ke penjuru.
Mencoba menemukanmu. dalam diriku.
kemana saja, kamu?

dan aku masih tersenyum menunggu.

sumber gambar : http://www.curatedmag.com/news/wp-content/uploads/2009/01/ks-whatawonderfulworld-1.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar