Senin, 02 Mei 2011

Refleksi Sejarah Perempuan Indonesia



“Suram, sangat suram kehidupan perempuan kita, dan lebih hitam dari malam yang terdalam. Karena bagi lelaki ia tidak lebih dari sebuah mainan, sebuah boneka yang dimanja ketika dicintai tetapi dibuang ketika sudah kehilangan daya tariknya….. seorang budak, ia tidak mempunyai keinginannya sendiri tetapi mematuhi mereka yang menjadikanya pelayan… sampai kini bangsa kita tidak memperlakukan perempuan seperti manusia dengan kehidupannya sendiri. Ia hanya bagian dari hidup lelaki…dan untuk mencegahnya menjadi sadar mengenai penderitaanya, ia dikurung di rumah sampai tiba saatnya menikah… mengapa mengirim ia ke sekolah jika pada akhirnya ia di penjara di dapur.”(Sejarah Perempuan Indonesia, hal.126).

Bila menyimak kutipan dari buku sejarah perempuan Indonesia ini, ada rasa yang luar biasa pesimis dengan keadaan patriarkis yang memang sudah mendarah daging pada budaya kita. Aku sebenarnya belum membaca sepenuhnya buku ini. tapi issu-issu mengenai gender, memang cukup menarik untuk didiskusikan.

Selama hampir setahun, terpapar oleh beragam kasus-kasus yang menimpa perempuan korban kekerasan di komnas perempuan, memang memperdalam pandanganku mengenai kebermaknaan perempuan dalam budaya dulu dan sekarang. oleh para perempuan yang mengaku dirinya feminis, mereka membangkitkan gerakan yang menggugah semangat atas apa yang disebut dengan 'emansipasi'. sebenarnya mereka menuntut dalam persamaan hak dan kewajiban dengan laki-laki dan dihapuskannya diskriminasi gender apapun jenisnya. mudah memang diatas kertas, bila dilihat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berusaha dirancang yang menjunjung atas persamaan hak yang tidak diskriminatif terhadap gender tertentu.

Dari beragam kasus-kasus yang datang untuk diadukan, berbagai kekerasan terjadi, baik fisik, psikologis menimpa perempuan. mungkin, bisa jadi aku semakin pesimis dengan keadaan masyarakat kita yang sepertinya sulit untuk tidak mendiskriminasi gender. kasus-kasus diskriminasi, kekerasan, dan sebagainya ini bisa terjadi terhadap siapa saja apapun tingkat pendidikan dan strata sosialnya. aku malah pernah mendapat satu kasus, dimana seorang perempuan doktoral yang menghadapi penganiayaan oleh suaminya ( yang juga berpendidikan tinggi). atau suatu hari, aku terhenyak, karena seorang pembantu berumur 13 tahun, menelpon kami, untuk minta diselamatkan karena disekap selama 4 hari oleh pacarnya untuk diperkosa.tak banyak yang kuperbuat saat itu, kewenangan komnas memang kadang harus berhati-hati dalam bertindak. tapi aku tahu aku harus melakukan sesuatu...!!!

Aku ingat, suatu waktu aku mendapatkan insight untuk melakukan sesuatu terhadap issu perempuan ini. seorang teman yang sangat dekat sekali denganku, mengalami kekerasan dalam pacaran yang cukup kronis. aku sering menyaksikan pacarnya memukul temanku ini berkali-kali. setiapkali temanku datang dengan mata biru dan bibir yang pecah karena ditinju oleh pacarnya bahkan sampai pingsan. oleh karena itu, aku sering kali berinisiatif untuk menjaga temanku ini, bila situasinya benar-benar tidak aman. tapi setiap kali diingatkan untuk menyudahi hubungan, tak lama kemudian, mereka sudah mesra lagi, kemudian berantem lagi, pingsan lagi, nangis lagi, baikan lagi, begitu seterusnya.

kabar terakhir dari temanku ini, ku sudah tak tahu pasti. terakhir kudengar, ia dipecat dari pekerjaaannya karena pacarnya membuat rusuh di tempat kerjanya. Suatu pelajaran yang cukup berarti bagiku, korban kekerasan seringkali berada dalam siklus setan. mereka tidak berdaya dan terus membuat diri mereka tidak berdaya. kalau picik, seringkali ada saling tuding antara laki-laki dan perempuan ini. karena laki-laki sering dipersalahkan sebagai pelaku kekerasan, tetapi perempuan terkadang membiarkan dirinya berada dalam siklus kekerasan. tapi bahkan ada , perempuan justru kadang menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan lain. mereka memang kadang sulit untuk menghargai kaum mereka, dan menghargai keperempuanan mereka. tapi pertanyaan ku selanjutnya, apakah terus kita akan pesimis dengan keadaan?


Perempuan yang berdaya.. inilah konsep yang coba digulirkan saat ini. bila kita terus menerus melihat segala sesuatu dari sisi gelap perilaku manusia maka yang terjadi teruslah rasa kemuakan dan terus mempersalahkan, tanpa ada pemecahannya. tapi bila dilihat dari sisi positivenya, kurasa, ku boleh senang hidup di era ini. begitu banyak kenikmatan yang diperoleh jauh lebih baik daripada perempuan 40 atau 50 tahun yang lalu.
sekarang, kembali kepada sang perempuan, untuk menghargai dirinya sendiri sebagai perempuan. karena bila ia sendiri yang tak melakukannya, siapa lagi..? menghargai tubuhnya dan mempunyai hak untuk memperlakukan tubuhnya, menghargai langkah dan hidupnya, dan menuju kehidupan sebagai perempuan menjadi lebih baik. Bahwa laki-laki dan perempuan memang dua sisi mata uang, mereka tidak akan pernah ada kalau salah satu sisi tak ada, mereka saling membutuhkan, mengada, dan menguatkan...

dengan demikian, akan tercipta harmoni antara yin dan yang, antara lingga dan yoni, antara siang dan malam, langit dan bumi.. laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang memaknai identitas seksualnya untuk meraih fungsi-fungsinya dengan baik di muka bumi ini. dan aku yakin, kita bisa melepaskan prasangka, dan memupuk baik sangka,kemudian mengemasnya menuju tradisi yang seimbang, etis, bermoral, dan menjungjung tinggi harkat manusia sebagai makhluk berakal budi.

mengutip dari seorang tokoh yang dirayakan ulang tahunnya setiap tanggal 21 april. walau terkadang dikenang dengan makna seromoni kebayaan semata.
"Tradisi lama, yang tidak diruntuhkan dengan mudah, memenjara kita dalam tangan-tangannya yang kokoh. Suatu hari, memang benar, tangan-tangan itu harus melepaskan kita tetapi hari ini masih jauh, sangat jauh! Bahwa hari itu akan tiba, aku yakin, tetapi hanya setelah tiga atau empat generasi datang dan pergi ......"



Mimpi itu.. akan datang.. aku yakin!!
nina kreasih ( sari tanjung 2 lewat tengah malam, sehabis baca 1 bab buku etika)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar