Selasa, 17 Mei 2011

Story of the Songs


A wonderful world. Louis Amstrong tentunya tahu dunia ini sangat indah dan juga bagaimana membosankannya kertas buram. Tanpa coretan pensil warna. Kertas hanya sekedar kertas. Tanpa tulisan apapun yang memaknai. Tanpa pengantar, isi, dan penutup. Tanpa times new roman, comic sans atau arial. Tanpa do, re,mi, dan kressindo. Tanpa numeric dan barisan rupiah. tanpa bait-bait puisi kerinduan, tanpa garis-garis cantik . Hanya titik-titik hitam kelabu. Hanya secarik kertas buram yang Muram. Ia berakhir menjadi abu, kemudian terbang tertiup angin. Diam dan Terlupakan.tapi toh, Louis bilang… World is still wonderful. No Matter what. Tanpa atau Ada Kertas Buram yang Muram.


Time is Running Out. Muse. Grup ini pasti tau dengan pasti waktu bukan hanya sekedar berjalan. Tapi berlari dengan kecepatan pasti. percepatan yang membuatmu terkaget-kaget bahwa usiamu berubah digit. Mau leave or take… toh, waktu tak peduli. Ia tetap berdesis-desis menggerakkan rodanya. Tak akan berhenti pada satu moment dimana kamu lupa memakai pelindung kepala atau pakaian anti dingin yang akan kamu temui di jalan-jalan gelap. Atau memohon diberikan satu cahaya untuk penunjuk arah jalan agar tak tersandung batu granit kesulitan. Waktu tak akan mengabulkan permohonanmu untuk mengembalikan wujudmu seperti kayuhan rodanya yang lalu. Waktu juga tak akan senang hati melambatkan kecepatannya agar dirimu bisa dengan merajalela melakukan prokrastinisasi terhadap tugas-tugas realitas. Toh, waktu sudah mengingatkan padamu. Dia bukanlah sahabat baik untuk mereka yang suka menunda. Ia juga bukan sahabat yang baik bagi penjual krim anti kerut yang dijajakan di pasar. Sang penjual mati-matian merayu seorang wanita setengah baya untuk membeli krimnya seharga sepuluh ribu rupiah. Tapi kemudian wanita ini memaki-maki krim tersebut dengan mengatakan bahwa krim ini justru membuat kerutannya semakin menjadi-jadi. Dan sang waktu tertawa geli.. tetap tak peduli. Cambukkannya pada kuda pacu semakin menjadi-jadi. Ia pun kembali menggerakkan rodanya ke arah yang tak diketahui.

I’m like a bird. Nelly Furtado. Aku ingin sekali menjadi seekor burung. terbang kemanapun aku suka.bila panas.. mencumbu, aku akan menjentik-jentikkan sayapku kepada angin. Bila dingin menyapa, aku akan merapatkan pelukanku pada pohon gagah yang menjulang ke angkasa. Aku akan mencicit lapar kemudian mematuki padi pematang sawah. aku juga akan mengumpulkan jerami dan mengerami telurku hangat-hangat. Mengajari si bayi burung terbang tinggi-tinggi. Tertawa menantang langit. Meluncur di sabuk pelangi. Mengintip bidadari mandi. Menggoda beruang salju yang tidur berdiri. . Aku adalah burung yang menyebarkan wangi vanilla ke penjuru bumi. Bahasaku penuh arti . Dalam putih yang damai, dan binar-binar.

Freedom. David Foster. Tak ada yang tahu kemana kakimu melangkah. Tak ada yang tahu kemana wajahmu berpaling. Tak ada yang tahu kemana arahmu tertuju…, yang ada hanyalah senyuman kebebasan. Dan lompatan-lompatan riang molekul oksigen. Bernafas seperti embun. Bernyanyi seperti bisik angin. menyentuh bening hati dalam bahasa diam. Melengkapi tanpa mengurangi. Mencintai tanpa setitikpun membenci. Mendengarkan tanpa menginterupsi. Memahami tanpa melawani. Menerima namun juga memberi. Menghendaki, namun juga menghadiri. Aku adalah kebebasan yang dihirup tanpa henti. Menikahiku memberimu satu arti. Bahwa cinta ada selalu dalam mata hati. Dan membiaskan merah pada pipi. menyangkutkan geloramu pada bulan. Mendendangkan kisahmu pada bintang. sendiri tapi tak sepi.diam tapi tak menyendiri. .


I finally found someone. Barbra Streisand dan Bryan Adams. Bersamamu. Aku menemukan cahaya lembutku. Bersamamu. Aku menatap danau dingin namun menghangatkan. Bersamamu. Tepian jiwa seakan sunyi dengan kegaduhan. Bersamamu. Menemukan bahagia yang dibungkus selimut bayi. Bersamamu. Menarik senyumku dalam sudut manis. Meletakkan baik-baik cintaku pada tempat teraman di surga. Bersamamu. Kerumitan menjadi sederhana. Mengecup bayangmu di setiap malam. Menyentuh jarimu di senja riang. Melirik malu-malu di setiap cengkraman. Berbagi. Berbakti. Berhati. Berjadi. Berlari diantara padang basah hujan tadi. Tertawa. Menyesapi kopi pagi. Membagi roti. Melanutkan mimpi tinggi-tinggi. Kamu adalah rintik hujan dan langit cerahku. Kamu adalah awan bulat dan biru lautku. Kamu adalah pasir putih dan karang terjalku. Kamu adalah semesta. Dalam diagram venn tak terhingga. Bukan antara 1 dan 0. Bersamamu, tak pernah ada titik karena selalu ada koma. Bersamamu, selalu ada coklat dalam saku kemeja. Bersamamu, ada film lama yang diputar di bioskop tua. Bersamamu, Jazz menyentuhkan warnanya pada sofa merah. Makan malam dengan lilin-lilin biru dan taplak ungu perak. Musik klasik dari speaker tua di ujung ruang perpustakaan kota. Membingkai foto-foto kita berdua yang diletakkan pada tembok jingga. mawar putih dan kuning berkerumun di petak taman. Bersamamu, aku selalu bebas memakai red shoes dan rok rajut sekenanya.Bersamamu, kita selalu menghabiskan menatap senja di dermaga. berdebat tentang bagaimana cara memotong senja. lalu kemudian terkikik bersama. tak mungkin Tuhan bersedia meminjamkan senja untuk kita bawa pulang ke rumah kita. Bersamamu, petal rose mengecupkan warnanya pada bibirku. kemudian peach manis dan cherry bite. Kamu selalu mengajakku menautkannya di jari-jarimu. Jari-jari yang basah oleh janji. Bertaut dalam ikatan yang dimengerti. Seperti yang kukatakan padamu, tadi. Bahagia yang dibungkus selimut bayi.


I knew I love you. Savage Garden. Intuisi. Apa kamu pernah berusaha mengingatku di masa lalu? Aku seperti mengenalmu seumur hidupku. Lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu. Ketika bertemu denganmu, aku selalu merasakan hangat di dadaku. Aku selalu merasa seperti ada bening air yang melintas di pipiku. Aku selalu merasa beruntung memilikimu. Tak pernah ada lelaki sepertimu. Datang dengan secangkir kopi krimmer hangat kesukaanku. Satu sendok the kopi, dua sendok teh gula, dan tiga sendok teh krim. Kamu selalu tahu bagaimana cara membahagiakanku. Bukan hanya di setiap pagi. Tapi disetiap episode hari tanpa peduli waktu yang mencibir dan melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada pipiku. Saat itu, tiba-tiba aku merasakan. Kedalaman. Kebenaran. Kegilaan.. Semua ada dalam dirimu. Semua ada dalam diriku. Semua ada dalam diri kita. keabsurdan yang melogika. Hai, bukankah kamu selalu mengatakan. Cinta tak butuh logika? Tapi kurasa, Einstein pun setuju mengapa aku memutuskan untuk dipilih olehmu. Karena senyummu begitu menyayangi. kebebasan yang menyelimuti. Karena imajinasimu begitu nyata di mata hati. Aku merasakan kerinduanku padamu di dalam perutku. Seakan kamu selalu menggelitikku dengan mengerjapkan mata jenakamu. Aku merasakan cumbu dalam kepalaku. Seakan kamu menyentuh warna-warna dalam cerebellum dan cerebralku. Aku merasakan keberanian yang nyalang di matamu. Aaah.. Nyata, ……. Aku rindu kacamatamu. Dan buku-buku tentang mu. Dan gitar-gitar tuamu. Dan sensasi memandang wajah bingungmu dini hari. Organisasi hari.. organisasi hidup memaknai. Organisasi jiwa dan hati. Dan kita berasyik masyuk dalam diskusi. dalam gemuruh dada yang berguncang. Malam yang selalu panjang. Bersamamu. Aku tahu aku Mencintaimu… lebih dari yang kamu tahu. Entah kapan. Aku tak tahu.


17 Mei 2011
new room.. without friends, vanilla and coffee.
hujan turun sore tadi.

Melebarkan pandanganku ke penjuru.
Mencoba menemukanmu. dalam diriku.
kemana saja, kamu?

dan aku masih tersenyum menunggu.

sumber gambar : http://www.curatedmag.com/news/wp-content/uploads/2009/01/ks-whatawonderfulworld-1.jpg

Sabtu, 14 Mei 2011

zaal batu jilid II


Suatu sore, aku dan 2 temanku dalam perjalanan menuju parkir motor untuk pulang dari kampus. Perjalanan dari gedung H menuju laangan parkir selalu kami isi dengan canda, tawa, berbagi kisah , dan berbagi informasi. Sore itu,seperti biasa kami selalu bercerita seperti kegiatan hari ini, kuliah apa saja, dan sebagainya. Tapi sore itu, percakapan ini membuatku memetik beberapa pelajaran.
Salah satu temanku bertanya
D: “ Nu, kuliah apa tadi?”
Nu:“ hmm .. itu neuro” jawabku dan aku melanjutkan kalimat “ iya nih gue, ngambil pilihan koq neuro ya.. waduh hapalan tentang otaknya ampun deh.. , tapi seneng juga sih, dosennya pinteer abis”
D: “ owh ya ya nu.. mang siapa dosennya”
Nu: “ ada “ aku menyebutkan satu nama” gilaa tuh orang pinteer abiisss… kalo gue bilang pinteer berarti mang outstanding abis tuh orang. “
Temanku yang satunya tertarik juga dengan pernyataanku tadi dan ikut berseloroh
F: “ orangnya masih muda, nu?”

Nu menjelaskan : “ masiiih.. seumuran kita lah, 27.Nih bentar lagi, Dia dah mau lanjut lagi S3 ke australi. S2nya di London. Cewek, penampilannya oke deh. Always pake high heels. Yang gue tau, dia itu anak mantan pejabat tinggi Indonesia. Dan dia itu satu dari 2 pakar neuro di UI, kalo ngomongin otak. Ampun gue rasa tuh ya, anak kedokteran aja pasti kalah ma dia. .top abiss, pas kuliah gak akan nyatet deh. Tersepona ma pengetahuannya ”

Terus temanku yang langsung nyeletuk
D: “ nah, loe mang umur berapa”
Nu: “28” “ hehehehe.. “ terus aku langsung memiringkan kepala, menggigit bibir ini, dan menoleh ke bawah sambil menghindar dari kubangan air di jalan. “ eh iya, dibawah gue ya? , hmm dah keren kayak gitu”

Aku kemudian berdesis, menerawang dan mengeluarkan satu statemen “ Dunia memang kadang tidak adil”
Dan pernyataanku itu ternyata disambut dengan tawa oleh temanku

F: “hahahaha.. emang nu”
dan tertawanya menjadi semakin geli. Entah dia mencoba meng”satire”kan kehidupanku atau kehidupannya sendiri, .. entah apalah.aku juga ikut tertawa geli.. (kalau aku pastinya menertawakan diri sendiri)

Nu: yup. Apa coba yg dia dah gak punya. Dah kaya, pinter, cantik.. aah. Tapi kalo dia gak ok mah kebangetan. Segala fasilitas dah punya.., justru yang oke itu kita2 ini yang merintis dari bawah.. lebih berasa mendapatkannya ya gak?”

Dan mereka berdua mengangguk setuju panjang
F: “ Betul nuu.. gue setuju. Ayoo.. masih berjuang nih.. semangat”
Nu : “ hayaah.. semangaat. ”

Dan aku tersenyum hangat mengambang.
Percakapan ini tampak sederhana. Karena kita sering kali melakukannya. Bercakap2 tentang kehebatan orang lain.. dan membandingkannya dengan diri kita.

Pada sebagian orang, ada yang mencari pembenaran. Mungkin salah satunya aku dan temanku. Berdalih bahwa kami ini adalah pejuang . kami yang ditakdirkan bernasib tidak sekaya sang dosenku itu tadi tapi setidaknya kami masih bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengenyam bangku perkuliahan. Walau usia terus beranjak naik, toh kami tidak malu duduk sama tinggi dengan anak baru lulus sma kemarin tuk sama-sama belajar apa yang disebut psikologi. Kami tidak malu, Mengakui bahwa masih kuliah lagi, belum secure secara financial seperti yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang seumuran kami, dan melakukan tindak-tanduk khas-nya para mahasiswa disaat orang-orang sibuk dengan dunia nyata dan problematikanyya. Itulah kami, pembenaran.. untuk mengangkat semangat kami tinggi-tinggi. ^_^


Pada sebagian orang, mungkin tidak tertutup kemungkinan yang semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam. Satire hanya sekedar satire.. kenyataan memang pahit. Dunia memang tak adil.. dan akan selalu tak adil untukku. Mungkin dalam benak mereka adalah” all I have to do just for surving in the messy world”. Suatu hal yang sedikit self-negativistik sebenarnya.. , semakin dipendam.. semakin lelah , semakin menjauh dia dari potensi dirinya, dan pastinya ia semakin sinis.. sinis dalam memandang orang lain dengan segala kesuksesannya, sinis dalam memandang segala problematika hidupnya.. dan sinis dengan kemampuan dirinya sendiri..,dan kesalahan ada pada dunia, pada oranglain yang melampaui, pada segala halangan yang telah hinggap di hidupku, dan pada diriku yang kesal mengapa aku harus begini. Harus seperti ini..

Nah.. menyimak kembali hubungan dengan Zaal batu jilid 2. Ini judulku. Based from satu bab (di Sang Pemimpi atau Edensor , aku lupa). Aku ingin mengajak teman2 untuk tertawa bersamaku dan dua temanku tadi. Bahwa rencana memang adalah rencana. Plan a, b, c, d, sampai z tetap butuh fungsi eksekutor untuk merealisasikannya. kami ingin mensejajarkan diri kami dengan si mbak yang mau s3 di usia 27 tadi lho.. butuh realisasi lebih dari sekeras batu. realisasi kami.. skul di psikologi. karena apa?

Hmm, aku ingat satu percakapan dengan salah satu temanku yang lain. Pertanyaan mengapa kuliah di psikologi??
Dan aku menjawab “ pencarian diri”, atau kami teman2 di psikologi kadang menyebutnya dengan “ berobat jalan”. Rangkaian proses yang terus bergulir sepanjang hidup. Dan ia berkomentar.

“ tak perlu kuliah di psikologi toh untuk mencari diri”.
Hmm, aku pastinya tidak menjawab dengan teori-teori filsafat praktis seperti yang diajarkan mas Aten. Karena pertanyaan ini sering kali kudapatkan. Kadang aku hanya diam dan membiarkan mereka dengan dugaan atau komentar mereka sendiri.

Tapi saat itu aku jawab “ jalan orang beda-beda”
Dan ia melanjutkan “ betul, lanjutkan saja kata hatimu”.

I’ve got smile. Agak sulit menerjemahkan betapa psikologi adalah titik balik dari kehidupanku. Agak panjang ceritanya bila aku mengungkapkan bahwa memang pencarian jati diri tidak selalu didapat di psikologi. Setiap individu punya pengalaman pribadi yang unik yang dapat menjelaskan bagaimana pencarian dirinya. Untukku, yang selalu bertanya tentang siapa aku.. dan pertanyaan tentang pribadiku, mengapa sih aku selalu bersikap seperti ini, dan segala hal tentang manusia, alam, kehidupan, keluarga, Tuhan, agama.. masyarakat, norma, makna dari suatu status, bagaimana seorang belajar, cinta, lingkungan bahkan tentang Sex kudapatkan dari diskusi-diskusi panjangku bersama rekan-rekan di ruangan kampus ini.
Memang teoritis.. tapi aku optimis bahwa memang inilah yang kucari.
Dan aku optimis, bahwa keindahan aksara ilmu yang kudapatkan akan kucurahkan sedemikian penuh tidak hanya untukku tapi demi orang-orang sekitarku, lingkunganku, bumiku.. dan agamaku.

Mungkin individu yang lain, punya hal yang berbeda lagi…
Diimana zaal batu-nya.. plan A-nya tidak berjalan dengan semestinya… dan ia harus cepat mengambil langkah plan b. mungkin bagiku, I told to everybody… I want it.. and I have my own way to get it..

Dan hal-hal yang menggairahkanku.. adalah to reach it. Of course I have the others target..
Tetapi ini menjadi sesuatu yang menantang diriku.., pekerjaan besar yang akan mengantarkanku ke pekerjaan besar lainnya.

Coco Chanel baru memulai usaha topi khas-nya di usianya yang ke 27. Tapi siap ayang tahu fashion, pasti gakmungkin gak kenal dia..

Madonna baru terjun ke dunia entertainment di usianya yang ke 26. Who is the diva? Bagaimanapun kontreversialnya dirinya.. she knows what she is doing and she is a strong women.

Kakaknya temenku (seorang penyiar radio terkenal di Indonesia ) memulai karirinya sebagai penyiar radio di usianya ke 30. Walaupun temenku bilang, kakaknya hanya lulusan D1 lho…dan aku menikmati suaranya di setiap sore

Seorang nenek (dengan rambut putih keriting disasak, lipstick merah, dia selalu duduk di bangku paling depan ketika perkuliahan. Bawaannya banyak, kertas-kertas, buku-buku dan alat perekam. Mulutnya selalu komat-kamit menyambut pertanyaan-pertanyaan dari dosen.. walau kadang bener kadang ngawur, toh dia tidak peduli.., kami memanggilnya mami.. heboh, rame, menyenangkan.. dan dia berhasil diwisuda menjadi sarjana psikologi di usianya ke 67.

Bang Andrea Hirata yang selalu menginspirasi.. dia tak ganteng, tak kaya,
Dan ia terkenal juga di usia yang tak lagi muda.. ,menulis telah mengubah dirinya.

Sebagai individu dewasa.. pilihan akan selalu hadir.. enak enak. Enak tidak enak. Tidak enak enak. Tidak enak tidak enak..
Pilihan adalah milik kita.
Jalan orang memang beda-beda.
Dan saat itu kita baru percaya bahwa setiap jalan akan selalu menghadirkan pelajaran untuk kita lebih baik dalam memandang hidup..
Dalam pikiran, rasa dan tingkah laku..

Nunu..
tengah malam lagi.
masih bersiap tuk baca Gardner lagi.
^_^

semangat, kerja keras.. dan dedikasi memang tidak pernah bisa tergantikan.

Sabtu, 07 Mei 2011

Tiga Generasi Tiga Cinta


Aku ingat malam itu. Malam ketika ku harus menjaga nenekku di ruang ICU rumah sakit di Belitung Timur. Nenekku tersayang satu-satunya nenek yang kupunyai, terbaring koma di satu bangsal di ruangan itu. Selang-selang pernafasan, infus, tabung oksigen, suara mesin menjadi temanku saat itu. Sesekali mesin yang memonitor tekanan darah, supplai oksigen, suhu dan lain-lain ini berbunyi nyaring. Mengindikasikan bahwa salah satu dari besaran yang diukurnya berada diatas normal. Suara nafas beliau kadang parau, menandakan adanya lendir yang menumpuk di paru-parunya. Nafasnya terdengar keras menghentak namun sesekali terdengar nafas yang lembut. Stroke yang menyerangnya benar-benar melumpuhkan seluruh sistem dari tubuhnya. Kesadarannya turun dengan drastis. Kakinya dingin, lengannya dingin, semua di ruangan itu dingin. Sesekali tangannya bergerak mencekram tanganku. Sesekali kakinya juga menghentak.

Kadang, ia seperti tampak mengerti apa yang kuucapkan. Ia tampak bergumam bila aku katakan ” Nenek cepat sembuh ya, nanti kita jalan-jalan ke Pantai Punai, aku janji setelah lulus aku akan pulang nek, aku akan pulang.....”. Kuhabiskan malam itu, dengan banyak berdo’a, banyak membaca surat yang sampai hafal diingat. Surat Yasin dan Arrahman. Membaca Surat ini, semakin dalam, semakin membuatku mengisak tangis. Aku ingat segala dosa-dosaku padanya. Aku ingat betapa aku sering kali membuatnya menangis. Aku ingat bahwa aku sering kali tidak melakukan apa yang disuruhnya. Aku terisak, dan berjanji kuat dalam hatiku.. ” Nek.. cepatlah pulih, aku janji aku takkan melakukan lagi apa yang dulu pernah kulakukan. Aku akan jadi cucumu yang manis.. aku janji, nek.. aku Mohon Ya Allah, Kumohon angkatlah kesulitan ini . hanya Kepada-Mu, aku memohon Maha Kuasa ”. Suaraku mengaji sudah parau, ku kadang menghentikan bacaanku, karena dadaku seperti membuncah. Tangisku tumpah, ku hanya terus berdoa terus berdoa dan terus berdoa. Tak ada lagi yang bisa kulakukan.. tak ada, Hanya Pada-Nya, Tuhanku yang Menghidupkan dan Mematikan ku bisa mengadu.


Ku cium pipinya, bau tubuhnya sangat khas. Memandang wajahnya, wajah keriputnya, dagunya yang tetap tirus, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, alisnya yang segaris, helai rambutnya yang memutih, kulit tangannya yang keriput, ruas-ruas jarinya, kulitnya yang melegam. Ada satu butir air mata yang turun dari matanya. Seakan ia turut sedih dengan kesedihanku. Seakan dia merasakan kegelisahanku. Atau seakan, dia berpesan padaku ” Nina Cucuku, tak usahlah kau menangis ”.
Malam yang lama sekali, lama kupatut-patut wajahnya. Kemudian, aku berpikir, apa yang terjadi dalam komanya itu. Apakah ada seperti tawar menawar, apakah dia akan terus hidup atau menghabiskan perjalanan hidupnya di dunia ini. Apa yang terjadi dalam tidurnya... , adakah malaikat menghampirinya dan membisikkan sesuatu pada telinganya karena Aku seperti merasa kehadiran sesuatu yang lain di ruangan itu. Aku merasakan, seperti Maut datang mendekat, dan semakin mendekat. Ruangan ini dingin, temaram, dan hening.


Lalu kuingat seorang guru ngaji pernah berkata padaku, bahwa jika Allah sayang pada seorang hamba-Nya, maka Allah akan mengambil nyawanya dengan sangat pelan hingga ia tak merasa sakit. Tapi, bila seseorang itu dimurkai oleh-Nya, maka pastinya Malaikat Maut pun akan dengan kasar mengambil nyawanya. Lalu doaku kemudian menjadi .. ” Ya Allah Tuhanku yang Maha Kuasa, jika Kau ingin memanggilnya, aku mohon, ambil nyawanya dengan lembut.. , ampunilah dosanya, ampunilah dosanya, dan berikanlah dia tempat yang indah baginya untuk menunggu keluarganya, aku, ibuku, ayahku, adikku kembali pada-Mu dan kita berkumpul dalam kehidupan yang nyata... kehidupan Akhirat , aku mohon kabulkanlah doaku. Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Ghofur ya Hakim Ya Khaliq. Amien ya Rabbal Alamin”.


Malam yang lama sekali, satu persatu video kenangan bersama beliau seperti terputar di mataku. Aku adalah cucu pertama dari hanya dua cucu yang dimilikinya. Ibuku tersisa dari empat anak yang dilahirkannya tapi meninggal semua. Tak ada seorang pun yang lebih dicintainya melainkan aku dan adikku. Sejak kecil, aku sering dimanja olehnya. Aku tidur bersamanya, dipangku olehnya, ditimang-timang walaupun aku sudah besar. Hanyalah aku cucunya yang sering dibawanya kemana-mana, ditunjukkannya agar orang-orang mencubit pipiku. Ia senang membelikanku boneka atau mainan lainnya. Boneka yang masih disimpannya di lemarinya hingga akhir hayatnya. Waktu ku kecil, kami sekeluarga sering berkendara motor sejauh 90 Km setiap akhir pekan agar dapat menikmati liburan di rumahnya, di pelosok pedalaman Belitong. Ia tak pernah marah, walaupun bajuku kotor sehabis main katapel dengan teman-teman lelaki di pekuburan samping rumah.

Ia sering kali bercerita tentang kehebatan usaha kakekku dahulu. Kakek yang tak sempat kulihat. Pulau-pulau yang dimilikinya, luasnya kebun kelapanya, ribuan butir kelapa yang dikupasnya setiap hari, dagangannya dan sebagainya. Ia bercerita tentang jalinan kerabat dalam keluarga-keluarga besar kami. Ia sering bercerita tentang mitos-mitos yang dipercayai suku melayu pedalaman seperti kami. Ia jago berpantun, pantun khas para melayu belitong. Ia senang berjalan kaki ke rumah kerabat yang jaraknya berkilo-kilo untuk hanya sekedar ngobrol.Makanan favoritnya hanya dua, gangan ikan dan opor ayam. Ia tak pernah bosan dengan makanan ini. Ia senang dibuatkan teh manis yang manis gulanya terasa pekat sekali. Ia juga senang makan telor ayam kampung rebus dan ngemil kue rintak atau semprong. Ku ingat, ketika lebaran kemarin, ku masih sempat minta stok kue rintaknya untuk ku bawa ke jakarta. ia sudah tak bisa melihat dengan jelas, kalau berjalan, kami harus memapahnya. Ia senang menyusun barang-barangnya dan menyimpannya rapih di kamarnya. Ia tak suka meminjamkan barangnya. Ia senang menyimpan emas dan uang di bawah kasurnya sampai uang itu tak lagi laku. ia senang sekali jalan-jalan dengan mobil, bila terdengar olehnya kami hendak jalan-jalan, pastinya ia sudah mempersiapkan bekalnya . bahkan ia sempat ingin menjual rumah dan tanahnya, agar ia bisa membeli mobil untuknya jalan-jalan, walaupun kami tak mengizinkan. Ia senang meminyaki rambutnya dan waktu ku kecil, ia juga sering meminyaki rambutku dengan kelapa tua. mengusap-usap rambutku sampai aku tertidur di dalam ayunan sarung yang digantungkan di langit-langit rumah tuanya.

Ia sering mengajakku mandi di ”aik arongan” , semacam telaga yang tak jauh dari rumah agar akubisa senang main air sepuasnya. Ia memang cukup malas sholat, kadang aku sedih bila ia tak juga beranjak untuk sholat bila adzan terdengar. Mungkin, karena tak cukup bekal agama sejak kecil, yang membuatnya tak mengerti dengan kewajiban sholat. Kadang aku mengingatkan, tapi yach.. itulah nenekku.. walaupun begitu, sesungguhnya nenekku orang yang baik.. baik dengan caranya yang unik.
menurut ibuku, menjelang stroke menyerangnya, ada perubahan dalam sikapnya. Biasanya, ia selalu buang muka bila kami mendengarkan tilawah atau siaran langsung sholat subuh dari Mekkah di TV kabel kami. Membuat kami kadang berpikir, mungkinkah nenekku ini punya ”sesuatu” yang dipasang di tubuhnya yang membuatnya begitu tak tertarik dengan Agama. Walaupun ternyata tidak benar. Beberapa hari sebelum stroke , ia sering kali melihat TV yang memutar lantunan Ayat Al-Qur’an. Ia seringkali melamun. Mungkinkah itu pertanda..

Bila ada teman lelakiku yang datang, ia sering kali melongok ke ruang tamu, untuk menanyakan siapa tamuku itu, tinggal dimana, anak siapa, dan terus-terus begitu. Dengan ekspresi yang lucu dan mau tahu, ia tak jua beranjak masuk kekamarnya dan meninggalkanku. Tapi begitulah nenekku..
Sebagaimana lazimnya para nenek di dunia, beliau ini termasuk nenek dengan tingkat cerewet yang lumayan kronis. Bila disuruhnya aku ke pasar untuk membeli minyak kemiri, haruslah saat itu juga. Bila belum bergerak juga, akan terus menerus diingatkannya. Hal ini, sering membuatku jengkel, dan sering kali aku sengaja mengulur-ngulur untuk membuatnya mengomel.

Nenekku punya hubungan yang tidak harmonis dengan ibuku. Kadang aku menangkap kesan bahwa mereka ini bermasalah dengan mengungkapkan rasa sayang. Ibuku merasa kalau sejak kecil dia tak pernah disayang olehnya. Sedangkan nenekku selalu tampak sedih karena dia merasa tak diperlakukan sebagaimana seorang ibu. Kadang aku malah berpikir, apa iya ibuku memang anak nenekku bila mereka sedang tak akur. Tapi tak ada yang bisa membantah aliran genetik diantara kami. aku malah melihat, ibuku mirip sekali dengan nenekku. Mirip dengan keras kepala, keteguhannya, impulsivitasnya, kekolerisannya, dominansinya, persuasinya, bakat dagangnya, dan banyak hal-hal lainnya. Aku melihat ibuku mirip dengan ibunya, dan aku mirip dengan ibuku. Jadi, aku pun mengikuti sifat mereka. Sama-sama keras kepala, impulsif, moody, perfeksionis namun kadang kami bisa lembut, sensitif dan menyayangi.

Kami adalah perempuan-perempuan melayu yang memiliki keyakinan akan dirinya. Kami adalah Pejuang. Pejuang sesuai zamannya masing-masing. Kami hidup dengan nilai-nilai yang unik. Yang kemudian, memberikan makna dari kehidupan kami di setiap zamannya. Memberikan arti dari seorang Zakiah binti Thalib, Husnawati binti Usman dan juga Nina Kreasih binti H. Sulaiman.Tiga Generasi, Tiga perempuan, Tiga Cinta, Tiga Zaman, dan Tiga Harapan. Yang kemudian, bergerak menuju generasi-generasi berikutnya yang menjadi tugasku berikutnya. Mengalirkan kembali alur genetik kami, nilai-nilai keluarga kami, cinta, harapan, dan kehidupan yang memaknai dalam setiap episodenya.
Kini perempuan berdarah Melayu, berperanakan Cina dan Belanda ini telah tiada. Kamis, 27 Oktober 2009, selepas Adzan Ashar, Ia kembali pada-Nya, pada sang Penciptanya di usia 79 tahun. Dengan Senyum yang terukir di wajah keriputnya. Ia tampak tenang sekali.. tampak tenang dan damai. Alhamdulillah.. Doaku dan doa ibuku dikabulkan-Nya agar ia dipermudah dalam diambil nyawa pada waktu selepas Azan Ashar, sehabis kami sholat berjamaah.


Tak ada lagi seorang yang bertugas membuat ketupat setiap lebaran. Tak ada lagi seorang wartawan yang gemar mencari informasi dari setiap tamu yang datang. Tak ada lagi perempuan yang bertubuh tinggi, berhidung mancung, yang cantik di zamannya itu. Tak ada lagi seorang yang akan pura-pura ” menjebik” bila melihat masakanku, tapi kemudian membuka tudung meja makan untuk mencicipi. Tak ada lagi seorang yang mengomel-ngomel kalau aku bilang aku tidak akan pulang lagi ke Belitong ketika aku sedang ngambek dengan ibuku. Tak ada lagi seorang yang bisa ibuku, adikku dan aku ajak berantem setiap harinya karena sering malas untuk sholat. Tak ada lagi sang dagu lancip itu, yang sering bersungut-sungut menyuruhku tidur tiap malamnya. Tak ada lagi suara dahak dari sang mantan perokok berat.

Tak ada lagi usapan di punggung dan bahuku dan menyuruhku agar kembali pulang ke rumah. Tak ada lagi yang menunjukkan foto kakekku dan omku yang meninggal muda pada setiap orang baru yang datang ke rumah. tak ada lagi yang uring-uringan kalau ibuku meninggalkan rumah dan menguncinya sendirian di rumah. Tak ada lagi yang bawel mengingatkanku untuk segera menyudahi masa lajangku, karena ia ingin segera punya cicit dan dipanggil ” Datuk”. Tak ada lagi teh manis pekat itu.. Tak ada opor ayam.. tak ada Gangan ikan.. tak ada telor ayam kampung rebus.. tak ada kue rintak.. tak ada Pantai Punai... untuk Nenekku yang aku sayangi. Tak ada lagi dia di kamarnya.. dan aku pasti akan merindukannya.. sangat merindukannya sampai ke tulang sampai ke jantung.

aku bersyukur, masih sempat berada disisinya di akhir hayatnya. Kutinggalkan semua urusan kuliah dan pekerjaanku di Jakarta. Karena hanya aku satu-satunya cucu perempuan kebanggannya. Cucunya yang dicintainya.
Hanya Do’a yang hadir dalam setiap lepas sholatku. Agar Ia diampuni dosanya oleh Allah SWT. Agar aku dan keluargaku diampuni dosanya olehnya. Agar ia dilepaskan dari siksa kubur. Dilapangkan kuburannya. Agar setiap amal dan perbuatannya diterima. Agar ia menunggu kami di tempat yang dijanjikan-Nya..Tempat yang dijanjikan-Nya... Amien. . Amien Ya Rabbal Alamin.
Subhanallah, Semua yang ada di Dunia, Dari-Nya, dan akan kembali pada-Nya.
Tuhanku . Ya Rahman.. Ya Rahim.



Nina Kreasih
( 1.30 pagi dan insomnia enggan beranjak dari malamku)

Jumat, 06 Mei 2011

Love me Completely



Ketika saya berusia 23 tahun dan (mungkin) lebih tidak bijaksana daripada sekarang, dan saya belum memiliki kekasih seperti yang dimiliki teman-teman, saya diperkenalkan dengan satu orang pria oleh seorang teman baik saya melalui telepon. Sebenarnya teman saya tidak terlalu mengenal sang pria ini dengan baik kecuali beberapa interaksi dalam beberapa kegiatan pekerjaan dan juga percakapan melalui telepon. Pada awalnya, percakapan kami hanya berkisar dengan pertukaran informasi-informasi yang biasa dalam perkenalan seperti apa pekerjaannya saat ini, usia, hobby, minat dan sebagainya.


Tetapi kemudian percakapan melalui telepon ini menjadi semakin intens setelah kami bertukar foto melalui email. Saya mengetahui bahwa ia cukup menarik dan memenuhi kriteria pria yang saya inginkan secara fisik dan ia juga menilai saya cukup menarik hanya dengan foto-foto saya yang terbaru. Saya berpikir, bila penampilannya semenarik dan segagah itu, pastilah dia orang yang menyenangkan. Dia juga berpikir bahwa bila gadis ini yang memiliki suara lemah lembut, sopan, dan mudah diajak berbicara, juga pastilah gadis yang menyenangkan. Selain itu, dia benar-benar terpikat dengan foto-foto saya yang saya tahu bahwa hampir semua orang setuju bahwa saya adalah seorang yang cukup fotogenic. Saya memang beruntung dengan hal itu, tapi saya tidak pernah menyangka bahwa perkenalan dengannya akan memberikan saya satu pengalaman yang unik dan selalu saya kenang seumur hidup saya.

Teman saya tak banyak bercerita tentang sang pria ini, karena memang dia tak mengenalnya dengan baik kecuali mengetahui hal-hal sedikit seperti dia cukup perhatian, berasal dari suku yang sama dengan teman saya, seorang pekerja keras, cukup pintar, berwajah tampan dan bertubuh atletis dan aktif di beberapa organisasi. Tepat sekali dengan kriteria yang saya inginkan saat itu. Dengan keterbatasan pengetahuannya tentang pria ini, dia pun hanya bisa merekomandasikan bahwa bila saya bersama dengannya, saya akan merasa beruntung karena dia adalah lelaki yang sangat menarik dan sexy, titik. Itu saja, dan saya yang dibombardir dengan intensitas attachment via telepon, SMS, YM dan email, mulai merasa rona-rona merah di pipi. Insting dari peninggalan evolusi sebagai perempuan dengan jelas mengatakan bahwa Saya jatuh cinta.

Hormon-hormon jatuh cinta seperti Endorphin dan dophamin seperti coklat yang membuat saya selalu bersemangat bila bercerita tentang dia. Saya benar-benar jatuh cinta atau bisa dikatakan saya mengalami demam Virtual Love Romantic relationship.

Bila Tiffanny mengatakan “If Love is Blind”, maka saya benar-benar “ Blind”. Saya benar-benar mabuk dengan pujian-pujiannya, perhatiannya, kepribadiannya, cerita-ceritanya, dan sebagainya. Semua selalu tentang dia. Saya yakin bila otak saya di scan, maka dapat ditemuakan dua area dari otak yaitu dalam cerebral cortex, terdapat satu area berwarna pink yaitu pada media insula dan pada cingulate yang dikenal sebagai bagian yang bereaksi pada obat-obat yang memabukkan. Keaktifan dari area ini dengan warna pink-nya membangkitkan tiga jenis emosi di dalam otak yaitu passion, crazy, dan attachment. Emosi ini membangkitkan euforia dan bisa mengakibatkan obsesi. Dopamin, phenylethylamine, seretonin dan neropinepherin menyebabkan perasaan saya mencapai segalanya.

Semua orang tahu dengan jelas saat saya jatuh cinta ketika saya menerima telpon darinya dengan binar-binar, dan wajah yang sumringah, senyum yang selalu manis, dan aura hangat tampak dalam keseluruhan saya. Saya membayangkan ada didekatnya, menatapnya, mendengar suaranya, menyentuh kacamatanya, tersenyum untukknya dan berbicara banyak hal tentang kami di suatu sore indah di pesisir danau. Bila ada satu kalimat yang mengatakan bahwa ” wanita jatuh cinta melalui telinga, dan laki-laki melalui mata” maka hal itu memang benar saya rasakan. Dia jatuh cinta hanya pada foto saya yang unreal, dan tak lupa suara lirih mendayu-dayu yang tak sadar saya ciptakan untukknya. Ia berkesimpulan bahwa saya memang secantik seperti yang tampak di foto, selembut suara di telpon, semenyenangkan ketika berbicara. Ia membayangkan saya memiliki kepribadian yang sesuai seperti yang dia inginkan, manja, anggun, dependable, komunikatif dan mempercayainya dengan penuh. Kami memendam rindu yang terkemas dalam kegelisahan akan satu pertemuan. Pertemuan yang mau tak mau, cepat atau lambat pasti akan terjadi. Rindu itu semakin dalam, semakin resah, dan menyiksa.


Intensitas ini terus berlangsung sampai suatu saat saya sadar bahwa saya harus bertemu dengannya untuk merealisasikan bayangan-bayangan kami. Tak mungkin hubungan ini akan berlangsung terus menerus seperti ini. Saya sadar betul, bahwa saya bukanlah seorang yang cukup percaya diri dengan kata lain, saya memiliki harga diri yang rendah dalam memandang ketubuhan dan kemenarikan saya. saya telah mengalami beribu-ribu episode pelecehan terhadap tubuh ”montok” yang saya miliki dari orang-orang sekitar sejak kecil.saya mengalami apa yang disebut oleh psikolog sosial dengan Appereance anxiety ( kecemasan penampilan) yaitu saya merasa saya tidak cantik, saya adalah itik buruk rupa yang mengidamkan pangeran tampan dan semua orang setuju dengan hal tersebut.Saya memiliki tubuh yang berada diatas proporsional, dan ini membuat saya malu bila berjumpa dengannya. Saya tahu, ia pasti akan malu bila memiliki kekasih seperti saya. Saya tak melihat kesempurnaan dari diri saya dan saya ingin mengubahnya. Saya ingin tampak cantik, segar, modis, pintar, dan menyenangkan. Saya tahu saya harus merombak penuh penampilan saya. Saya pun mengambil keputusan bahwa saya harus menurunkan berat badan saya semaksimal dan seefisien mungkin agar bisa segera bertemu dengannya.

Langkah penurunan berat badan ini pun melibatkan banyak teman-teman disekitar saya. saya sangat keras dalam mendisiplinkan diri untuk olahraga di setiap pagi dan sore bahkan malam hari sehabis saya pulang mengajar. Saya terus berlatih untuk senam aerobik, latihan beban, lari, jalan cepat, sit-up bersama dengan teman-teman di kostan. Saya mengatur pola makan dengan mengurangi karbohidrat dan memperbanyak protein. Saya bahkan mengkonsumsi beberapa suplemen untuk membantu mencegah nafsu makan. Saya benar-benar terobsesi untuk menurunkan berat badan semaksimal mungkin hanya untuk satu hal. Pertemuan dengannya, di suatu Sabtu sore. Tujuan ini terus men-drive saya menjadi sangat fokus akan takut kehilangannya, dan saya tidak cukup akal sehat untuk berpikir bahwa diet ini bisa saja membahayakan tubuh. Tapi tidak terjadi keadaan yang membahayakan walau saya sudah diingatkan teman saya untuk tidak seekstrim itu. Endorphin jatuh cinta telah menutupi perasaan lapar menjadi kenyang dan membuat saya terus bergerak membakar kalori.

Setelah beberapa minggu, tibalah waktu saya untuk bertemu dengannya. Saya berpikir apakah pertemuan ini adalah keputusan yang tepat. Tapi teman saya mendorong saya, bahwa bila pria ini benar-benar jatuh cinta dengan saya pastilah dia akan menerima saya apa adanya diri saya. Saya berhasil menurunkan dengan cukup signifikan, dan saya membuat repot teman-teman dalam menyiapkan penampilan ke pertemuan itu. Saya dan teman-teman mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik kecuali saya terlambat datang ke pertemuan itu. Dan apa yang terjadi setelahnya..

Kami memang menghabiskan waktu bersama sepanjang sore, tapi tak banyak bicara seperti pembicaraan di telepon, tak ada kehangatan seperti yang kami bayangkan. Semua berjalan dengan baik sebenarnya, tapi kami menemukan bahwa kami tidaklah pasangan yang sesuai. kami merasakannya dari dalam hati kami, bahwa kami telah salah menilai satu sama lain. Sore itu, berakhir lebih awal dari perencanaan dan saya pulang dengan pertanyaan besar di kepala. Akankah hubungan kami dilanjutkan esok hari dan hari berikutnya?

Keesokan harinya, kecemasan saya menjadi kenyataan. Ia tak lagi menelpon saya, tak mengangkat telpon saya dan setelah beberapa lama saya mengetahui bahwa ia menginginkan hubungan kami diakhiri saja. Saya menghela nafas, dan jatuh dalam tangis yang kembali membuat saya mengurung diri di kamar. Saya merasa tertipu, dibuang, tak dihargai, dan benar-benar tak percaya bahwa saya mengalaminya. Tetapi kemudian dengan bantuan teman-teman, saya kemudian melihat pengalaman ini menjadi suatu yang dapat dipetik hikmahnya.

Saya menemukan bahwa lebih baik saya ditinggalkan oleh lelaki dangkal saat ini daripada di kemudian hari, setelah membangun hubungan jangka panjang dan komitmen ( pernikahan). Setelah bertahun-tahun melewatinya, saya masih saja tersenyum bila mengenangnya bersama dengan teman –teman yang ada bersama saat itu. Saya bisa menjelaskan segala sesuatu yang terjadi saat itu dengan teori-teori interpersonal yang saya pelajari di Psikologi. Secara keseluruhan , manfaat paling besar dari pengalaman ini adalah pelajaran bahwa ketika seseorang tampak menarik dan menyenangkan, hal itu bukan petunjuk yang baik bahwa orang tersebut benar-benar baik dan menyenangkan. Tak ada salahnya, menggunakan logika ketika jatuh cinta bukan?

Pengalaman ini mengubah total cara pandang saya mengenai tubuh saya dan saya masih optimis bahwa pria yang mencintai saya adalah pria yang mencintai lengkap dengan keseluruhan lemak dari tubuh saya, jerawat yang kadang muncul di wajah, kacamata saya, keyakinanku, diskusi-diskusi filosofis saya, sifat bossy dan moody saya, mimpiku untuk menjadi psikolog,gaya berbicara,gaya menulis, film-film, aroma vanilla, liverpool, pombom, tom hanks, teman-teman, keluarga, kucing, cangkir kopi, cara pandang saya tentang hidup,ketidak rapihan saya, kamar 3x3 ini, usia yang semakin bertambah,saat-saat menjadi pesimis dan sentimentil, kecemasanku, rencana-rencanaku, keperfeksionisanku, suara sopranku, masakanku, bahkan celotehan-celotehan cerewetku. Dan aku yakin, dia ada karena kami ada. Huffffffff......aku yang masih menunggu..dengan manis. Ah, Tuhanku aku tahu Kau tau aku menunggu.


Nina Kreasih ( bakal calon psikolog, insya Allah)
Diketik sore sebelum kuliah psikopatologi dan masih berpikir untuk ganti topik skripsi, tapi apa yaa...

Ide dari Baron& Bryne ( 2005). Social Psychology. Allyn & Bacon: New York

Kamis, 05 Mei 2011

P.O. S. I. T. I. V. E


Tengah malam, aku yang sedang bongkar-bongkar buku-buku catatanku kemudian menemukan satu buah buku catatan kesayanganku dengan cover satu cangkir kopi. Buku ini diikat dengan spiral dan hadiah dari seorang teman kostku yang sedang beruntung mendapatkan buku obralan yang seharusnya seharga 40 ribu rupiah dengan hanya 5 ribu rupiah saja. Buku dengan soft cover yang memasang satu buah puisi yang berjudul Coffe. Puisinya seperti ini;

Open Sky….Ocean Breeze
…Snow, Victorian house……Terrace, Flower.
Girl friend, Boyfriend and Midnight
All are going with Coffe.


Puisi yang bagus dan membuatku membayangkan diriku seakan berada diantara salju , dihalaman terbuka, malam hari, bersama teman-teman dan juga secangkir kopi krimmer hangat kesukaanku, tapi aku tidak akan bercerita tentang puisi ini. Aku akan bercerita mengenai apa yang kutuliskan di dalamnya 1 tahun yang lalu. Tentu saja, seperti layaknya buku catatan kuliah, buku ini banyak berisi tentang catatan-catatan selama perkuliahan dengan tinta warna-warni dan tulisan yang tidak rapih (semua orang setuju sepertinya kalau aku bukanlah orang yang rajin mencatat selama mendengarkan kuliah), deskripsi tugas-tugas yang harus kukerjakan, hal-hal yang harus kucapai dalam akademis (target nilai), outline paper, akuntansi keuanganku, rumus-rumus statistik, dan sedikit corat-coret mengenai apa yang kuinginkan dalam hidup.

Nah, hal terakhir inilah yang kemudian membuatku membacanya lagi dengan seksama. Aku bahkan sama sekali lupa telah menuliskannya. Aku menuliskan tentang hal-hal apa saja yang aku inginkan dalam beberapa aspek. Pada beberapa halaman, aku membaginya dalam dua bagian. Sisi kiri adalah Kontras, yaitu hal-hal yang menjadi kekuranganku,atau hal yang tidak aku miliki. Sedangkan sisi kanan, adalah hal-hal yang menjadi kelebihanku. Bedanya aku mengubah kata yang bermuatan negatif di sisi kiri menjadi kalimat yang positif di sisi kanan. Misalnya kata kaku menjadi ramah, hangat, dan komunikatif.


Terakhir yang aku tulis adalah mengenai keinginanku untuk membiarkan keinginan menjadi nyata. Aku menulis hal ini, Aku rasa ini bisa terjadi.

Pernyataan Kerelaan

Bulan ini, Ribuan Orang Menemukan Pasangan Idealnya.
Ribuan orang, berhasil menemukan Jodohnya pada Pertemuan Pertama
Hari ini, Detik ini, Ratusan Ribu Orang berhasil menjalin Hubungan Yang Membahagiakan.
Jutaan Orang menjalin Hubungan yang Ideal.
Setiap hari semakin banyak orang yang mendapatkan pasangan ideal.
Jutaan orang hari ini yang memutuskan untuk melamar pasangannya.
Jutaan orang hari ini yang memutuskan menerima pinangan pasangannya.
Jutaan orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama hari ini.
Jutaan orang yang bercinta pada jam ini.
Jutaan orang yang menggenggam erat tangan pasangannya.

Dan Hari ini, ribuan orang dengan segala keunikan yang dimilikinya, gendut atau kurus, hitam atau putih, jangkung atau pendek, ompong atau punya gigi, jerawatan atau pipinya mulus, bibir tebal atau tipis, berkacamata bahkan buta, invalid sampai status koma di ICU, botak atau gondrong, mancung atau pesek...., Mereka yang Dicintai dan Dipuja oleh Pasangannya...

Dan mengapa aku menulis tentang hal itu.
Karena aku percaya bahwa Pikiran yang positif dapat menarik hal yang positif. Sesuatu yang sedang dipersiapkan... segala sesuatu yang terjadi yang sesuai dengan keinginan kita. You Are What You Think..., begitulah kira-kira slogan yang sering saya kumandangkan kemana-mana. Kita tinggal meng-adjust frekuensi radio dari pikiran kita, dan Dunia akan bekerja sama untuk mewujudkan keinginan kita.


Bahkan aku sendiri masih terus dan terus belajar menjadi pribadi yang Learning Optimism setiap hari. Untukku yang memiliki kepribadian pencemas dan sedikit neurotik perlu usaha pembiasaan yang lebih dengan selalu bersama dengan komunitas yang juga mengajak kita untuk tersenyum.

Pesanku hari ini untuk teman-temanku yang kusayangi adalah Positive Thinking in Everywhere. Tidak akan terasa Sulit bila kita tidak berfikir ini akan sulit. Inspirasi datang ketika kita melihat dari skala kuantitas yang positive. Hari ini jutaan orang berubah menjadi lebih baik. Hari ini, jutaan orang menemukan cintanya. Hari ini, jutaan orang berbahagia dengan alasan yang berbeda-beda. Detik ini, ratusan juta orang tersenyum..., Dan aku dan kamu... adalah satu diantaranya..

Love is Around Us..,
Tersenyumlah..., dan Pikiranmu akan menjadi lebih sederhana
...

^_^


NOte yang dibuat saat aku lagi membenci saat2ku menjadi pesimis
Pesimis dalam beberapa pilihan dalam hidup..
Tetapi.. Hidup ternyata lebih indah, maka keindahan terselip diantara pilihan2 tersebut..
dan aku kembali tersenyum

Rabu, 04 Mei 2011

It's a Novel


Apa makna kata “novel” untuk anda? Pada beberapa orang, novel bisa dimaknai seperti film. Karena novel bisa menghadirkan fragmen-fragmen dalam pikiran mengikuti alur kisah yang diceritakan oleh penulis. Novel menghibur, menemani kesendirian, dan bisa menjadi topik diskusi yang hangat bersama teman. Sedangkan pada beberapa orang lain, novel malah bisa dimaknai sebagai bukan buku. Alih-alih menikmati novel, mereka bahkan bisa saja mencap orang yang membaca novel sebagai membuang-buang waktu dan senang dengan khayalan. Bagiku, topik mengenai makna “novel” kembali mengusikku sesaat sebelum menulis note ini. Karena dua pendapat yang berbeda ini, bisa saja dimiliki oleh orang-orang sekitar kita.

Satu orang teman pernah memandang heran kepada rak buku-ku yang selain diramaikan oleh teksbook psikologi juga dihiasi beberapa jenis novel dari bermacam genre. Satu orang teman yang lain malah mengungkapkan kalimat yang terkesan memandang novel sebagai khayalan dan bukan buku yang bermutu ketika aku menyusuri rak-rak novel di toko buku. Mungkin karena mereka tipe orang yang sangat empiris, mungkin karena mereka belum menemukan novel yang pas dengan kebutuhan dan seleranya atau malah mungkin mereka malas membaca dan buru-buru menarik kesimpulan.

Novel menghadirkan cerita dengan penokohannya. Membaca akan terasa mengasyikkan ketika kita disajikan dengan gaya cerita yang memikat dan mengajak kita untuk memutar film dalam kepala. Dengan alur yang hadir dalam barisan aksara itu, penulis yang baik akan menghadirkan ketegangan-ketegangan dan dialog-dialog yang membuat pembaca merasakan dan menangkap pesan yang ingin disampaikan. Banyak novel yang menuntut penulisnya untuk melakukan riset panjang sebelum dilahirkan. Banyak novel yang bukan fiktif bukan pula non-fiktif. Pembaca dibiarkan untuk mereka-reka garis tipis antara data factual dan imajinasi penulis. Mungkin benar, novel penuh dengan khayalan atau pernak-pernik imajinasi antah –berantah yang kadang sukar dilogika. Tapi novel, bisa jadi tak hanya sekedar khayalan ketika pembaca melekatkan makna “hidup” dalam tokoh-tokoh novel tersebut.

Stephanie Mayer memulai menulis Twilight, saat dalam kepalanya terlintas tentang percintaan manusia setengah vampire, seorang gadis biasa, dan manusia serigala. Saat ia menulis satu kata, satu kalimat, satu halaman, dan kemudian beratus-ratus halaman. Ia tak hendak ingin menulis satu novel. Ia hanya ingin menulis. Itu saja.
Saat Jane austeen menulis Pride & Prejudice, ia juga tak bermaksud menuliskan novel. Tak lazim perempuan menulis novel di zamannya. Ia hanya ingin menulis. Menulis tentang bagaimana perempuan mengendalikan hidupnya di zamannya. Dan cerita-cerita itu mengalir, karena ia melihat, mendengar, menyentuh, dan merasakan sendiri apa yang ingin disampaikannya sebagai perempuan lajang dengan praktik perjodohan yang kental dimasanya.

Pramoedya Ananta toer. Dialah maestro sastra indonesia yang berkali-kali dinominasikan nobel tapi tak pernah bisa memenangkannya sampai akhir hayatnya. Tetralogi pulau buru-nya begitu memukau, mengajak kita larut dalam kegelisahan sang Pribumi bernama Mingke dengan problematika kolonial yang sangat historical. Sang maestro sastra ini harus mendekam menerima penawanan tanpa persidangan karena sesuatu yang ditulisnya. Pastinya, bukan hanya sekedar tulisan tanpa makna

Saat Andrea Hirata menulis Laskar Pelangi, ia juga tak bermaksud menuliskan novel. Ia hanya ingin menuliskan kisahnya, kisah masa kecilnya dengan ungkapan terima kasih sedalam-dalamnya pada sang Ibunda guru dan teman-teman yang membawa jejak dalam sanubarinya. Dan siapapun yang membaca masterpiece dari si Ikal ini, tak mungkin tak akan tersenyum, kemudian tertawa, dan menangis. Cerita Ikal dan kesembilan temannya membuat pembaca terbang ke pulau Belitong, mengecap rasa menjadi seorang melayu, duduk di bangku reot dalam kelas SD Muhammadiyah di kota kecil bernama Gantong. Diingatkan dalam nilai kemuhamadiyahan yang mendasar tanpa kesan vulgar. Sangat nyata, sangat terasa seakan semua indra ikut serta membaca. Bang Andrea telah menyihir banyak orang yang tak suka novel menjadi mulai menyukai novel. Pun bang Andrea telah menyihir banyak orang yang tak suka membaca menjadi mulai membaca. Siapa yang peduli dengan 534 halamannya? Karena pesan yang ingin disampaikannya, begitu kuat, begitu dalam, mengakar, mencengkeram, menampar skema pesimisme dalam kepala, dan mengajak turut serta dalam keindahan warna dunia. Dan lagi-lagi buku ini bukanlah motivation book, atau self-improvement book, atau serial buku psikologi. It’s a novel. Just a novel!

Pada beberapa orang, membaca teks sejarah Indonesia sungguh sangat-sangat membosankan dan tidak menarik. Tapi hal ini tak akan dialaminya, bila ia merasakan bagaimana Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkari-nya bekerja keras menghalau pemberontakan Ra Kuti dan kawan-kawan, menyelamatkan Jayanegara dan mengokohkan kembali bendera Majapahit di Nusantara dalam novel Gajah Mada-nya Langit Kresna Hariadi. Atau ketika ia ikut dalam petualangan menelusuri gedung-gedung dengan simbolis Freemanson di Jacatra Secret. Istilah-istilah dan bahkan pengetahuan baru sangat bisa tersajikan dalam novel-novel ini.

Bahwa novel itu bercerita. Tak ada Kitab Suci di dunia yang tidak bercerita kurasa. Al-Qur’an sangat indah menceritakan kisah nabi Musa dan Harun, kisah Maryam, kisah nabi Yusuf dan Zulaikha, dan kisah-kisah lainnya. Dan dari cerita.. bukankah kita memetik suatu pelajaran? Bukankah kita mengambil kesimpulan? Bukankah kita menangkap pesan?

Aku pernah berseloroh “tak ada orang yang tak suka cerita”. Seorang anak bisa duduk manis mendengarkan sang kakek mendongeng tentang kisah buah mangga. Masih ingat kisah 1001 malam? Sang perempuan (S*****, aku lupa namanya) selalu mengakhiri ceritanya malam itu dengan ucapan “ceritanya akan kusambung esok hari” agar ia bisa mengulur waktu dihukum pancung oleh sang Sultan. Sang sultan selalu menunggu keesokan hari agar tahu kelanjutan ceritanya., begitu seterusnya.
Begitulah bercerita, begitulah mendengarkan cerita.

Begitulah makna dari novel. Begitulah makna dari membaca novel. Betapa dahsyatnya kekuatan kata!

Tentu saja, banyak juga bacaan yang tak bisa ditempatkan dalam waktu kita yang sibuk. Novel seperti apa yang buang-buang waktu, novel seperti apa yang picisan, menyajikan cerita mudah ditebak, dan tak ada satu apapun yang bisa dipetik di dalamnya. Atau novel seperti apa yang sayang sekali terlewatkan dan semestinya menjadi koleksi kita. Mengeneralisir bahwa membaca novel itu tidak berguna terkesan terburu-buru tanpa melihat dan memilah-milah sebelumnya. Novel, akan bermakna bila kita mengindrai maksud dari penulisnya. Novel tidak hanya sekedar novel bila ada jejak dalam hati kita, kemudian disarikan dalam pengetahuan dan tingkah laku. Karena kita tak hanya sekedar pembaca. Pembaca yang pintar dan berpikir tentu tahu bagaimana memaknai kata “novel” baginya.


Sabtu pagi jam 03.00
Pagi buta. Kuingat diskusi tengah malam tentang berbagai penulis mendadak selebriti di rumah kita.
Pagi ini, Aku sedang menulis novel dalam lembaran akademisku
Aroma Vanilla, Randy Crawford, blue t-shirt , Good time biscuit,
Dan mata yang belum sekejap-pun terpejam.
Sendiri.. Dan filosofiku masih tentang cinta seperti udara.

Selasa, 03 Mei 2011

Perjalanan Menuju Bandara (2003)



Suatu sore di Bulan July, 2003. Aku berada di dalam Damri dari Kp. Rambutan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Huffff, hari yang melelahkan sekali. Angkot 112 yang kutumpangi dari Depok menuju Kp.rambutan tak sanggup melawan kemacetan Jalan Raya Bogor. Sang sopir sudah bersungut-sungut saat aku berulang kali mengingatkannya, bahwa aku butuh buru-buru mencapai terminal. Mungkin, menurut dia, kalau mau enak dan cepat sampai ya .. naik taksi saja. Tapi aku tetap tidak perduli dengan sungutannya, dan berhasil merayunya untuk mencari jalan alternatif. Jalan yang berkelok-kelok dan pastinya tidak ada satu orang penumpangpun yang mau naik angkotnya selama dalam perjalanannya itu. tapi siapa yang perduli, yang kubutuhkan segera naik damri dan meluncur menuju bandara sesegera mungkin.

Aku tergopoh-gopoh memasuki terminal dan langsung menyerobot masuk pintu damri yang terbuka dan menghempaskan tubuhku di bangku biru beberapa baris dari kursi supir. Bawaanku tidak banyak, hanya satu buah ransel yang kupangku. Wajahku sangat-sangat lelah, sore yang panas, debu yang berterbangan, dan baju yang masih kupakai dari kemarin jelas membuat pemandangan wajahku tidak begitu manis dipandang. Gamis hijau, jilbab hijau suram, sepatu kets, dan pasti tanpa bedak, apalagi lipstik.

Baiklah, aku ceritakan dahulu mengapa aku menjadi sebegitu cerewetnya dengan supir angkot 112 tadi, mengapa aku tergopoh-gopoh masuk damri, mengapa aku hanya membawa satu ransel, dan mengapa aku memakai baju yang sama dari kemarin. Hal yang tak mungkin ku lakukan sepertinya kecuali ada hal ihwal penyebabnya.

Sebelum bercerita mengapa hal itu kulakukan, aku akan menceritakan Hari sebelum hari itu (14 Juli 2003). Karena mengetahui aku akan pulang, Ibuku berpesan agar aku membeli sayur mayur seperti brokoli, kacang kapri, baby corn, dan sayur mayur yang lain yang susah didapatkan di Belitung. Agar kami bisa menikmati cap-cay lezat buatan ibuku. Dengan uang seadanya, aku berangkat ke Goro (saat itu masih ada Goro di depok yang letaknya tak jauh dari terminal depok) bersama dengan Ani (sahabatku ). Kami berbelanja tak banyak, tapi juga tak memungkinkanku untuk memanggulnya sepanjang jalan. Setelah berbelanja sekitar pukul 14.00, kami pun pulang dulu ke kostanku. Aku kemudian berkemas-kemas, dan kemudian kami berdua tidur karena kecapekan. Kami baru terbangun jam 16.00, dan langsung gubrak-gubrug mengemasi koper dan segera mencari taxi. Semua orang pasti setuju, kalau kostanku itu letaknya sangat jauh dari jalan raya. Harus jalan kaki menuju jalan raya, kemudian menjemput taxi. Mencari taxi saja susah dan lama, karena bareng dengan jam pulang kantor. Aku baru dapat taxi jam 16.30, dan langsung menitahkan sang supir untuk tancap gas menuju bandara.


Cerita kemudian berlanjut, supir taxi yang kutumpangi ini ternyata kawan, tak tahu arah jalan menuju bandara. Huaaaah, seketika paniklah aku. Ia supir baru dan mobil yang ia bawa ini, mobil temannya. Duh, walaupun sudah tinggal beberapa tahun di Jakarta, aku juga tak paham jalan-jalan Jakarta. Dia berusaha menenangkan, kemudian mulai mencoba mencari-cari plang arah dan memutuskan melewati tol cawang. Celaka dua belas, ternyata jalan bebas hambatan itu dipenuhi oleh mobil-mobil yang riuh dengan klaksonnya. Aku benar-benar sangat cemas, bolak-balik melihat jam dan mengira-ngira apakah aku masih bisa mengejar pesawat jam 19.00, yang berarti tinggal 1 jam lagi.

Ia mencoba untuk menenangkanku, dan berusaha untuk melajukan taxinya. Tetapi jalan yang dipilihnya, ternyata memang tidak mengizinkan kami untuk mempercepat langkah. aku baru melangkahkan diri ke terminal IIA, dan membayar 150 ribu untuk jasa supir yang mengantarkanku pada pukul 19.05. aku tarik kereta, meletakkan tas-tasku dan berlari menuju pintu bandara. Bandara mulai sepi, aku langsung masuk ke terminal keberangkatan dan menuju meja customer service Merpati Air. Dengan wajah memelas, aku bertanya kepada customer service, apakah pesawat menuju tanjung Pandan telah take-off. Ia tampak terkejut ketika melihat ada satu perempuan yang ngos-ngosan dan kemudian ia berkata ” sebentar ya mba, saya check dulu” , ia kemudian meraih handy talkie dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu dan berkata ” oh..sudah ya.. , hmm, ngomong sama penumpangnya saja ya ”,

lalu ia menyerahkan padaku dan berkata ” nih, pilotnya mba...”, kuraih handy talkie itu dan berkata ” udah take off ya pak?”, lelaki diseberang menjawab dengan ramah” duh, maaf ya mba’, kita sedang jalan mau take off nich, gak mungkin balik lagi mba, gimana ya mba”, aku lunglai, dan kemudian lirih berkata ” iya deh, gak papa ,pak, makasih ya pak”. Dan kuberikan lagi handy talkie itu pada mba’ customer service. Dengan tatapan bingung, aku berkata ” duh gimana ya, hangus gak sih?”, ” gak koq mba, masih bisa, tapi untuk penerbangan besok malam, mba datang lagi. Tiket masih sama, barang-barang mba’ ditaruh disini aja.., jadi mba tinggal datang aja, gimana mba” ujar mba CS itu menenangkan. Aku mengangguk dan kemudian menyerahkan barang-barangku kepadanya kecuali ranselku.

Dan kemudian aku menjadi bingung, kalau aku menginap di bandara ini, sendiri. Aku tidak berani. Tapi mau pulang, aku cuman punya uang sisa 20 ribu rupiah. Duuuh Gusti, apa yang harus kulakukan. Setelah berpikir-pikir, aku rasa uangnya cukup sampai rumah si Ani. Naik damri 10 ribu, ongkos angkot menuju rumah ani 5 ribu, dan aku harus telepon ke rumah via wartel. Terus ongkos dari rumah ani ke bandara gimana ya? Aku fikir-fikir lagi.., ya sudah pinjam aja sama Ani, dia kan temanku yang baik dan mengerti teman dari rantau seperti aku ini. Kemudian, aku lanjutkan rencanaku itu. telepon ke rumah dan bikin ibuku ngomel-ngomel dulu atas keteledoranku. Dan sesampainya di rumah Ani, dia yang mengira aku sudah sampai belitung, kemudian terkaget-kaget ketika aku tiba-tiba nyelonong masuk kamarnya pas dia lagi tidur. Dia fikir, dia sedang mimpi atau melihat setan pakai kerudung masuk kamarnya tanpa permisi.

Dan malam itu, akhirnya aku menginap di rumah Ani. Esoknya, karena pesawat dijadwalkan di waktu yang sama ( 19.00), aku kemudian menemani Ani ke kampus dulu.masih dengan baju yang sama dari kemarin. Di kampus, wajahku sudah cemberut saja karena mood lagi jelek gara-gara ketinggalan pesawat. Setiap teman menyapa, aku balas dengan ” apa seeh?”.

setelah mengutarakan maksud peminjaman uang pada Ani, aku berhasil meminjam 50 ribu rupiah. Jumlah yang cukup untuk mengantarkanku sampai rumah. Naik Damri 10 ribu, angkot 5 ribu, airport tax masih 15 ribu sepertinya, untungnya, aku dijemput dari bandara tanjung pandan ke rumah jadi lumayan irit 30 ribu. Karena tak mau terlambat lagi, aku langsung buru-buru pamit berangkat. Pukul 15.00, dari depok menuju kp. Rambutan.

Aku sampai ke damri Kp. Rambutan pukul 16.00, dan berpikir wah, mumpung ada waktu untuk istirahat sepertinya, aku mulai memejam-mejamkan mata tapi tak bisa tertidur juga. Dan damri mulai berjalan. Di daerah jalan baru, damri berhenti dan masuklah satu lelaki berusia mungkin 40-an, kurus, sawo matang, dengan kumis tipis, dan wajah yang ramah. Ia membawa dua tas dan diletakkan didekat supir. Sebenarnya bangku kosong masih banyak tapi Dia kemudian duduk di sebelahku, tersenyum dan menyapa ramah. ” Neng...” katanya , ” iya pak” balasku juga sambil mencoba bersikap sopan walaupun aku bukan orang yang senang berkenalan di jalan. Ia mungkin merasa aku menerima tawaran percakapan ” mau kemana, neng?”, dalam hatiku berkata ” yach, ini damri pak.. ya mau ke bandara donk pak, masak mau ke bogor”, tapi aku masih mau bersikap sopan ” ke bandara pak”,
Kemudian ia berkata ” wah, sama dong neng, saya juga mau ke bandara ”
Aku mengangguk tanda setuju. Kami terdiam lagi, dan aku mencoba mengalihkan mata pada jendela.
Kemudian tiba-tiba ditengah renunganku itu, ia memecah keheningan kami dengan berkata:
” hmm.. emang neng mau kemana??? Mau ke Arab ya neng, sama dong neng sama saya”
Dan seketika aku kaget... dong..dong..dong..

Dalam hati aku mendumel ” book, gue disangka TKI.., ada tampang ya.. duh.. huhuhuhuhu, gak rela..gak rela...” kemudian aku memasang raut wajah bingung dan berkata “ duh, bapak tau dari mana?”
“ neng pake jilbab, bawaannya gak banyak, biasanya TKI gitu, iya kan neng ya.. nanti bareng sama saya aja jalannya. Saya di Riyadh jadi sopir.., neng dimana” serobotnya tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk menjelaskan siapa aku..
Aku kemudian meringis tertawa kecil dan berkata “ aah, bapak., o gitu ya pak. Biasanya TKI gayanya kayak gini ya pak? Hehehehe, baru tau saya. Ya sudah saya ganti gaya aja deh lain kali hehehe..”
“ nah...lho, lantas neng kemana dong”

” pulang kampung pak.. kampung saya di Bangka Belitung. Hehehe.. saya Mahasiswa, pak... kerja juga ngajar-ngajar” ujarku meluruskan.
Dia kemudian termangu karena ternyata tebakannya salah. Ia kemudian melanjutkan percakapan kami ” oooh, mahasiswa ya neng... itu yang di ciputat itu ya neng.. apa itu.. Institut agama islam negeri itu ya.. terus neng juga ngajar ngaji ya neng.. iya ya..?” ujarnya masih dengan kepolosan dan berhasil membuatku geregetan.
Dalam hati aku masih mendumel ” lhaaaa... udah gue dibilang TKI, masih dibilang mahasiswi IAIN pulakkk... ngajar ngaji lagiiii, gak tau dia kalo gue ngajar ngaji kayak apa murid gue diajarin guru kayak gini. huaaaaaaa, beneran, deh.. nich orang gak salah liat apa ya.. atau memang gayaku pas ma apa yang sudah dia fikirkan tentang penampilan para guru ngaji dan mahasiswi IAIN itu ”..
Aku kemudian tersenyum dan tertawa kecil... ” wah bapak ini, tukang nebak-nebak orang ternyata ya pak..., heheheh..” senyumku kecut tidak enak.

Ia pun merasa tebakannya kali ini masih salah dan berkata ” lho, biasanya saya tau perempuan pake jilbab itu kalo gak dari pesantren atau ngajar ngaji gitu neng. Terus neng kuliah dimana sebenarnya ?”dengan ekspresi masih ingin tahu aja.
Aku agak salah tingkah tapi karena ditodong harus jawab ” hmm.. anu kampus yang di depok itu pak ”
Bapak itu menimpali ” wah pinter berarti neng ini ya..”
Dalam hati aku tertawa dan berpikir apa dia tahu kalau di depok itu ada tiga kampus. UI, Gunadarma dan BSI. Mana dia tahu aku masuk yang mana, hehehe.
” terus kalo gak ngajar ngaji ngajar apa dong neng” tanyanya masih ingin tahu aja.
” oh.. itu pak . fisika dan matematika.. IPA buat anak SMA. Gitu pak” jawabku spontan.
” wah.. bagus itu.. , wah kalau dekat saya pasti minta neng ajarin anak saya yang STM biar bisa masuk kuliah mesti pintar fisika dan matematika itu” cerita sang bapak.

Dan kemudian kami bercakap-cakap sepanjang perjalanan Rambutan menuju Bandara. Dan kemudian aku baru tahu, bahwa ia merupakan TKI illegal. Ia memiliki 4 anak dan 1 istri dan orangtua yang harus dibiayainya di Tasikmalaya. Ia bercerita tentang semangatnya yang kuat untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi agar tidak bernasib sama sepertinya yang harus mengadu nasib di negeri orang.

Hari itu, aku mendapatkan inspirasi dari satu orang lelaki separuh baya yang tahu bahwa dirinya tidak boleh menyerah dengan keadaan. Marah pada negeri ini yang tidak memberikan pekerjaan layak untuknya tidak dapat menjadi alasan. Ia harus rela menukar kebahagiaannya menyaksikan tumbuh kembang anaknya, agar anaknya bangga bahwa ayahnya telah mengantarkannya lepas dari kemiskinan dengan pendidikan. Ia harus rela menapaki malam-malam panas di Arab dan menahan rindu pada tangis dan tawa anak-anaknya. Real demi real yang dikirimnya memberi arti bagi keberlangsungan keluarganya. Walau ia tahu, ia harus berhadapan dengan tentara Raja yang terkenal keras pada TKI illegal. Dalam celotehan ringannya tentang keluarga, keinginan, suka dan citanya selama menjadi TKI, tiba-tiba.. aku rindu Ayahku.

Aku tahu ayahku ditengah panas terik matahari pulau Timah itu, ia berjalan dari gudang ke gudang, mengatur pengiriman ekspor timah hingga larut malam,menjaga kapal pengirim sampai ke bangka. Ia harus berkendara motor 15 km bolak-balik kota Gantung- Manggar . Mata tajamnya kadang memerah karena sering berhadapan dengan debu timah, rambut ikalnya mulai memutih, kulitnya yang selalu legam, tangan yang kokoh, seragam biru maskapai timah kebanggannya tempatnya mengabdi lebih dari 32 tahun, tapi bibirnya selalu manis berucap ” Nin.., selamat berjuang!!” dan ia selalu mengingatkanku sholat tepat waktu dan menghafal surat-surat dalam Al-Qur’an.

ia yang selalu tak pernah terlambat mengirimkan jerih payahnya untukku bertahan hidup di Jakarta. Aku kemudian tertunduk bila ingat, ibuku selalu menyiapkan bekal untuk makan siang ayahku, tapi aku dengan mudahnya makan di restoran fast food terkenal dan menghambur-hamburkan uang kirimannya dalam seminggu dan sekarat dalam tiga minggu selanjutnya.
Aku selalu senang berdiskusi dengannya, pengetahuannya luas walau kau tak pernah tahu bahwa ia hanya lulusan SMA yang gemar membaca dan mengorbankan mimpinya untuk kuliah demi adik-adiknya. Aku baru sadar, aku begitu mirip dengannya, mirip dalam tatapan mata bulat, alis dan tutur bahasa, mirip dalam analitis dan mimpi-mimpi tuk melihat dunia, mirip dalam diam dan minat-minat yang tidak biasa. Tapi aku tak pernah menjadi se-Kreatif ayahku.. tak pernah serapih dan seorganisir ayahku.. tak pernah se-Sabar dan se-arif ayahku..., seberapa kerasnya aku mencoba..

Bila Andrea selalu bangga dengan ayahnya H. Said Seman Harun sebagai Ayah nomor Satu di Dunia. Aku pun dengan sangat Bangga mengatakan pada semua orang, bahwa ayahku adalah Ayah Juara Satu Seluruh Dunia. tidak ada ayah yang sehebat ayahku. Dan tiba-tiba airmataku meleleh.. aku rindu ayahku lebih dari yang kau tau. Nafasku sesak.
Sang bapak disampingku tiba-tiba menghentikan ceritanya ” neng.. kenapa nangis?”
” oh gak pak..gak pa pa...,saya cuman kangen rumah ” jawabku mengusap airmataku.
” o h,, bentar lagi pulang kan?”. aku mengangguk dan membuang wajah ke jendela.

kami akhirnya harus berpisah di bandara. setelah berpamitan, aku bergegas melangkahkan kakiku menuju penerbangan ini. Sesampainya di rumah.. kupeluk ayahku dan kucium tangan dan pipinya dengan lembut.
Aaah.. betapa beruntungnya aku.. , I will always be your little girl, ayah.. I’ll always be.Tidakkah aku bersyukur memiliki ayah juara satu seperti dia.
Dan malam di Manggar menjadi nyanyian rasa sayangku yang tak bertepi pada ayahku.


Depok, 24 April 2010, 7 tahun dari pengalaman ini. diselesaikan pukul 02.50.
Untuk para gadis yang merindukan ayahnya.
Dedicated for My Great Father..., H. Sulaiman bin H. Ahmad Abu Bakar bin H. Ali (beginilah para melayu menuliskan gelarnya)

Senin, 02 Mei 2011

Refleksi Sejarah Perempuan Indonesia



“Suram, sangat suram kehidupan perempuan kita, dan lebih hitam dari malam yang terdalam. Karena bagi lelaki ia tidak lebih dari sebuah mainan, sebuah boneka yang dimanja ketika dicintai tetapi dibuang ketika sudah kehilangan daya tariknya….. seorang budak, ia tidak mempunyai keinginannya sendiri tetapi mematuhi mereka yang menjadikanya pelayan… sampai kini bangsa kita tidak memperlakukan perempuan seperti manusia dengan kehidupannya sendiri. Ia hanya bagian dari hidup lelaki…dan untuk mencegahnya menjadi sadar mengenai penderitaanya, ia dikurung di rumah sampai tiba saatnya menikah… mengapa mengirim ia ke sekolah jika pada akhirnya ia di penjara di dapur.”(Sejarah Perempuan Indonesia, hal.126).

Bila menyimak kutipan dari buku sejarah perempuan Indonesia ini, ada rasa yang luar biasa pesimis dengan keadaan patriarkis yang memang sudah mendarah daging pada budaya kita. Aku sebenarnya belum membaca sepenuhnya buku ini. tapi issu-issu mengenai gender, memang cukup menarik untuk didiskusikan.

Selama hampir setahun, terpapar oleh beragam kasus-kasus yang menimpa perempuan korban kekerasan di komnas perempuan, memang memperdalam pandanganku mengenai kebermaknaan perempuan dalam budaya dulu dan sekarang. oleh para perempuan yang mengaku dirinya feminis, mereka membangkitkan gerakan yang menggugah semangat atas apa yang disebut dengan 'emansipasi'. sebenarnya mereka menuntut dalam persamaan hak dan kewajiban dengan laki-laki dan dihapuskannya diskriminasi gender apapun jenisnya. mudah memang diatas kertas, bila dilihat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berusaha dirancang yang menjunjung atas persamaan hak yang tidak diskriminatif terhadap gender tertentu.

Dari beragam kasus-kasus yang datang untuk diadukan, berbagai kekerasan terjadi, baik fisik, psikologis menimpa perempuan. mungkin, bisa jadi aku semakin pesimis dengan keadaan masyarakat kita yang sepertinya sulit untuk tidak mendiskriminasi gender. kasus-kasus diskriminasi, kekerasan, dan sebagainya ini bisa terjadi terhadap siapa saja apapun tingkat pendidikan dan strata sosialnya. aku malah pernah mendapat satu kasus, dimana seorang perempuan doktoral yang menghadapi penganiayaan oleh suaminya ( yang juga berpendidikan tinggi). atau suatu hari, aku terhenyak, karena seorang pembantu berumur 13 tahun, menelpon kami, untuk minta diselamatkan karena disekap selama 4 hari oleh pacarnya untuk diperkosa.tak banyak yang kuperbuat saat itu, kewenangan komnas memang kadang harus berhati-hati dalam bertindak. tapi aku tahu aku harus melakukan sesuatu...!!!

Aku ingat, suatu waktu aku mendapatkan insight untuk melakukan sesuatu terhadap issu perempuan ini. seorang teman yang sangat dekat sekali denganku, mengalami kekerasan dalam pacaran yang cukup kronis. aku sering menyaksikan pacarnya memukul temanku ini berkali-kali. setiapkali temanku datang dengan mata biru dan bibir yang pecah karena ditinju oleh pacarnya bahkan sampai pingsan. oleh karena itu, aku sering kali berinisiatif untuk menjaga temanku ini, bila situasinya benar-benar tidak aman. tapi setiap kali diingatkan untuk menyudahi hubungan, tak lama kemudian, mereka sudah mesra lagi, kemudian berantem lagi, pingsan lagi, nangis lagi, baikan lagi, begitu seterusnya.

kabar terakhir dari temanku ini, ku sudah tak tahu pasti. terakhir kudengar, ia dipecat dari pekerjaaannya karena pacarnya membuat rusuh di tempat kerjanya. Suatu pelajaran yang cukup berarti bagiku, korban kekerasan seringkali berada dalam siklus setan. mereka tidak berdaya dan terus membuat diri mereka tidak berdaya. kalau picik, seringkali ada saling tuding antara laki-laki dan perempuan ini. karena laki-laki sering dipersalahkan sebagai pelaku kekerasan, tetapi perempuan terkadang membiarkan dirinya berada dalam siklus kekerasan. tapi bahkan ada , perempuan justru kadang menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan lain. mereka memang kadang sulit untuk menghargai kaum mereka, dan menghargai keperempuanan mereka. tapi pertanyaan ku selanjutnya, apakah terus kita akan pesimis dengan keadaan?


Perempuan yang berdaya.. inilah konsep yang coba digulirkan saat ini. bila kita terus menerus melihat segala sesuatu dari sisi gelap perilaku manusia maka yang terjadi teruslah rasa kemuakan dan terus mempersalahkan, tanpa ada pemecahannya. tapi bila dilihat dari sisi positivenya, kurasa, ku boleh senang hidup di era ini. begitu banyak kenikmatan yang diperoleh jauh lebih baik daripada perempuan 40 atau 50 tahun yang lalu.
sekarang, kembali kepada sang perempuan, untuk menghargai dirinya sendiri sebagai perempuan. karena bila ia sendiri yang tak melakukannya, siapa lagi..? menghargai tubuhnya dan mempunyai hak untuk memperlakukan tubuhnya, menghargai langkah dan hidupnya, dan menuju kehidupan sebagai perempuan menjadi lebih baik. Bahwa laki-laki dan perempuan memang dua sisi mata uang, mereka tidak akan pernah ada kalau salah satu sisi tak ada, mereka saling membutuhkan, mengada, dan menguatkan...

dengan demikian, akan tercipta harmoni antara yin dan yang, antara lingga dan yoni, antara siang dan malam, langit dan bumi.. laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang memaknai identitas seksualnya untuk meraih fungsi-fungsinya dengan baik di muka bumi ini. dan aku yakin, kita bisa melepaskan prasangka, dan memupuk baik sangka,kemudian mengemasnya menuju tradisi yang seimbang, etis, bermoral, dan menjungjung tinggi harkat manusia sebagai makhluk berakal budi.

mengutip dari seorang tokoh yang dirayakan ulang tahunnya setiap tanggal 21 april. walau terkadang dikenang dengan makna seromoni kebayaan semata.
"Tradisi lama, yang tidak diruntuhkan dengan mudah, memenjara kita dalam tangan-tangannya yang kokoh. Suatu hari, memang benar, tangan-tangan itu harus melepaskan kita tetapi hari ini masih jauh, sangat jauh! Bahwa hari itu akan tiba, aku yakin, tetapi hanya setelah tiga atau empat generasi datang dan pergi ......"



Mimpi itu.. akan datang.. aku yakin!!
nina kreasih ( sari tanjung 2 lewat tengah malam, sehabis baca 1 bab buku etika)

Atheis


Berawal dari sebuah diskusi mengenai perseteruan antara science dan agama melalui status di facebook, saya kembali membuka beberapa buku filsafat yang selama ini berdebu di rak buku. Atheis, siapa yang tidak tahu dengan kosa kata ini. Orang-orang biasanya sering bergidik mendengar kata ini. Atheis adalah paham yang menyangkal keberadaan Tuhan. Tetapi mengapa saya tertarik untuk membuat catatan mengenai Atheis dan mengapa saya ingin membaginya dengan anda. Ada catatan-catatan yang menurut saya penting untuk kita kembali merefleksikan akar dari keimanan kita dengan mengetahui sekelumit tentang paham ini. Mari kita mulai catatan ini dengan mengenal beberapa tokoh yang besar dengan paham ini.

Tokoh pertama adalah, Sigmund Freud. Bagi saya yang berlatar belakang Psikologi. Freud adalah Tokoh terbesar yang pernah ada dalam sejarah Psikologi. Ia pendiri aliran psikoanalisis dan pemikirannya mengenai struktur kepribadian manusia yaitu Id, ego dan superego, dan dorongan seksual menjadi dorongan utama manusia,masih tetap digunakan sampai sekarang. Dalam pemikirannya mengenai religiositas, ia sempat mengatakan ” Musuh saya sesungguhnya bukanlah Nazi, melainkan agama”. Tetapi sebelum menjelaskan tentang hal itu, sedikit akan saya jelaskan konsep-konsep dari pemikirannya. Freud mengemukakan lima tahapan dimana dalam tiap tahapannya, Ego (alam sadar) akan berusaha menjaga keseimbangan antara keinginan dari Id (alam bawah sadar) dan batasan-batasan oleh superego (norma-norma), ketiga elemen ini saling berkonflik. Misalnya, seorang laki-laki yang menginginkan melakukan hubungan sex ( keinginan Id), harus ingat bahwa Superego mengatakan tidak boleh melakukan hubungan sex sebelum menikah, oleh karena itu, Ego kemudian mencoba untuk menahan hubungan sex sampai nanti menikah.

Ada satu konsep Freud yang menarik yaitu tentang Oedipus Complex (dorongan incest kepada ibu dan kebencian kepada ayah yang disertai takut dikastrasi penisnya oleh ayahnya). Freud mengemukakan bahwa religiositas tak lain merupakan fenomena psikologis dimana manusia secara tak sadar memproyeksikan sosok ayah duniawi (ayah sebenarnya) ke dalam sosok ayah adiduniawi (Tuhan). Dalam bukunya Totem and Taboo, freud menjelaskan bagaimana perilaku religius primitif (totemisme, menyembah hewan yang disakraklkan)memiliki persamaan dengan oedipus complex. Totem adalah representasi ayah menurutnya, yaitu hasrat untuk melenyapkan ayah dan memiliki ibu. dikisahkan olehnya, ribuan tahun yang lalu, terdapat satu komunitas yang didominasi lelaki yang ingin memiliki semua wanita

Pada suatu ketika, anak-anak yang sudah tidak tahan lagi itu bersekutu dan bersekongkol membunuh ayahnya dan memakan daging ayah. Setelah tindakan itu dilakukan, mereka menyesal luar biasa karena sesungguhnya mereka mencintai ayahnya. Mereka dibebani rasa berasalah, dan untuk itu mereka membuat larangan membunuh hewan totem sebagai substitusi ayah dan melakukan hubungan seksual dengan sesama anggota totem. Singkat kata, karena fase oedipus complex berada pada fase phallic yaitu fase dimana norma mulai dimasukkan pada anak dan ia mulai tahu apa yang boleh dan tidak, Freud berpendapat bahwa relijiusitas adalah gejala neurosis dimana manusia belum berhasil menangani dorongan-dorongan tak sadarnya atau bisa dikatakan relijiusitas adalah tanda bahwa manusia masih infantil, jauh dari kedewasaan.

Tokoh kedua, adalah Friedriech Nietzche. Untuk mereka yang pernah mengetahui satu kalimat yang mengtakan ”Tuhan telah Mati”, pasti mengenal dia. Ialah yang dengan lantang meneriakkan kematian Tuhan (Requiem Aeternam Deo!, semoga Tuhan beristirahat dalam kedamaian abadi). Nietzche begitu menggetarkan dunia dan ia berargumen dengan aforisme-aforismenya yang masyhur.

Konsep dari pemikiran Nietzche adalah memandang manusia sebagai makhluk yang menempati posisi khusus dalam tatanan kosmos. Kekhususannya tidak terletak pada rasio melainkan pada KEHENDAK, atau bisa dikatakan KEHENDAK BERKUASA. Ia memandang hidup sebagai insting atas pertumbuhan, kekekalan, dan PERTAMBAHAN KUASA. HIDUP ADALAH KEHENDAK BERKUASA!. Absennya kehendak ini membuat manusia menjadi lemah, takut, kalah, tergantung.

Nietzche mengemukakan bahwa pada satu ketika masyarakat terpilah menjadi dua kelas, yaitu kelas budak, dan kelas aristokrat. Kelas budak, bukanlah orang tertindas melainkan orang-orang yang tak berbakat dan lemah, miskin energi, miskin semangat, tidak menarik secara fisik dan seksual. Serba kekurangan membuat mereka marah terhadap kemuraman hidup mereka. mereka cemburu pada kelas aristokrat yang memiliki apa-apa yang tidak mereka miliki (kesehatan, energi, vitalitas, dan lain-lain). Perang terhadap kelas aristokrat tidak membawa hasil apa-apa, sampai pada satu ketika kelas budak menggunakan senjata terakhir mereka :PEMBALIKAN NILAI-NILAI!

Mereka membalik nilai-nilai aristokrat yang tadinya mereka anggap tinggi menjadi nilai-nilai rendah yang akan dibalas Tuhan di akhirat. Aristorkat adalah jahat dan Tuhan adalah eksekutor agung. Tuhan adalah pelipur lara kelas budak yang menjamin dendam mereka akan terlampiaskan dengan menghukum yang jahat di akhirat. Tuhan adalah jaminan kelas budak untuk berdamai dengan kegagalan, kelemahan, dan ketakberdayaan, dan pastinya semua ini akan terkompensasi dengan hadiah SURGA dan kaum aristokrat dianugerahi NERAKA.

Nietche berpendapat bahwa untuk mencapai manusia yang ADIMANUSIA, maka pembunuhan Tuhan tak terelakkan lagi. Ia menggulirkan bahwa Amor Fati (kecintaan akan hidup dan ketidaksudian untuk melarikan diri ke dunia akhirat) adalah keabadian sejati. Bahwasanya dunia menjadi bernilai ketika Tuhan sudah lenyap. Tuhan adalah Absurd.

Kedua tokoh ini adalah tokoh yang mengguncangkan Dunia dan memasuki area-area rasio para pencari kebenaran untuk mempertanyakan Keberadaan Tuhan. Betapa tidak, Tuhan yang diagung-agungkan dikatakan sebagai imajinasi, ilusi, dan sebagainya. Dan yang pasti sampai sekarang panah hujatan dialamatkan kepada para pemikir Atheis ini. Para theolog (agamawan) yang waspada dengan bahayanya pemikiran ini, mulai melindungi ajaran mereka dari serangan pengikut Atheis. Lalu sikap seperti apa yang seharusnya dikedepankan dalam menghadapi atheis?


Paul Ricouer, seorang filsuf Perancis mengemukakan bahwa untuk menanggapi Atheis, kita perlu melakukan refleksi terhadap relijiusitas kita sendiri ketika pertentangan terjadi. Menurut Donny, kata kunci dari kritik terhadap pemikir tersebut adalah Alienasi. Kritik tersebut sebaiknya dijadikan momentum distansi (Jarak) dari reliositas praktis yang membuai kita selama ini. Duh, sebentar kalimat ini perlu dipahami. Sebagai contoh, penggambaran Tuhan sebagai akuntan penghitung perbuatan baik dan buruk telah menghambat potensi afektif maupun kognitif manusia itu tidak tepat. Bila ada ungkapan yang mengatakan manusia berbuat baik semata-mata karena takut masuk Neraka, dan ingin masuk surga bukan dilandasi rasa Cinta kepada Tuhan-nya dan disertai pemahaman mengapa ia mencintai-Nya (seperti dalam syair Rabi’ah Al Adawiah), ini juga perlu dikritisi. .

Dalam arti begini, Menurut Muhammad Iqbal, seorang filsuf muslim yang termasyhur, manusia JANGAN mengosongkan dirinya ke Tuhan, dan Jangan pula melenyapkan dirinya ke Tuhan seperti yang dikemukakan oleh kaum Panteis (paham yang menyatakan alam semesta adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam semesta). Manusia Ideal, harus menyerap sifat-sifat Tuhan untuk dijadikan kekuatan kreatif, vital untuk mengubah dunia menjadi dunia yang lebih baik untuk dihuni.

Wacana Atheisme jangan buru-buru dinafikan, melainkan digunakan sebagai instrumen refleksi dan pengayaan keimanan kita. Begitu juga bila memiliki rekan-rekan yang saat ini sedang dalam keresahan dan kebimbangan (karena sungguh kebimbangan karena keimanan itu jauh lebih meresahkan daripada gagal dalam urusan percintaan) sebaiknya jangan disisihkan dari pergaulan. Beri ia jarak untuk memahami dan”oversee” dari konsep keimanan yang selama ini ia pahami, dan ajak ia, libatkan ia untuk kembali memperbarui dan menyegarkan energi keimanannya. Kita sebagai manusia adalah Homo Religius yang memiliki kepekaan transendental dan Karena iman bukanlah sesuatu yang statis. I

Nina Kreasih

Disarikan dari Donny Gahral Adian (2006).Percik Pemikiran Kontemporer. Jalasutra:Yogyakarta
Dan Bagus Takwin (2006)Filsafat Timur. Jalasutra : Yogyakarta.

Seribu Kisah Aku Adalah.


Aku adalah persona. Aku adalah kebermaknaan di setiap scene otak berwarna biru dan merah muda. Aku adalah endorphin yang menyusup kaki jemari. Aku adalah senyuman dari wajah keriput nenek penjual kacang di pinggir bioskop cikini raya. Aku adalah butir-butir pasir coklat, putih, merah, dalam saku celana. Aku adalah benang merah dari uang seribu rupiah milik dia. Aku adalah huruf-huruf panjang yang menyusun kertas aroma vanilla. Aku adalah buah berry diatas pie kesukaan nina. Aku adalah kayu manis dalam cappuccino hangat meja pak tua. Aku adalah gelembung sabun bocah bocah cina.aku adalah irama chacha dansa pengantin muda. Aku adalah janji setia yang mengalir dari kenangan akan satu ketika. Dimana cupcake kuning hijau muda terhidang dietalase toko belanda tua

Aku adalah pintu kayu tua. Aku adalah rumah hijau dengan kamar-kamar 3 x 3. Aku adalah dapur mungil dengan kompor yang berderit. Aku adalah toaster roti yang meloncat pagi-pagi. Aku adalah fragmen speaker berceloteh tentang rihanna. Aku adalah satu sendok teh kopi, tiga sendok teh krimmer dua sendok teh gula dan sejari uap panas dari air termos dalam cangkir orange Aku adalah molekul udara yang hinggap pada jemuran . aku adalah matahari yang melongok dari balik jendelaa. aku adalah tanah merah basah . Aku adalah aroma belimbing manis hijau-hijau . aku adalah suasana theme for Elvira. Rumput –rumput yang bercerita semalam ada malaikat datang menyapa. Aku adalah tepian sungai yang bening. Jejeran atap rumah –rumah merah marun di tepi jalan. Kupu-kupu memerdukan sayapnya berceloteh tentang bunga mawar liar di depan beranda. Semut beriirng memutih memanjang berpelukan. batu-batu tersusun rapat mesra.


Aku adalah sepotong janji. Janji untuk kesetiaan setiap pegangan. Janji diantara bibir basah yang menarik senyum mesra. Aku adalah secarik harapan. Harapan yang terpegang teguh dari setiap mimpi-mimpi kecil. Harapan tentang kemegahan cinta yang menyelimuti benak setiap pecinta. Aku adalah pengabdian. Pengabdian kepada mereka yang terpejam oleh realita. Pengabdian akan indahnya aksara dan berkilaunya singgasana kemuliaan jiwa. Aku adalah deburan kegelisahan. Kegelisahan yang meramuku untuk segera melompat dan berlari. Kegelisahan yang membuatku terdiam, mematut diri, menyendiri. Aku adalah rasa. Yang member warna pada lidah yang mengecap. warna yang memberi rasa pada titik kerucut di rongga mata. Aku adalah kemilau bulan yang bulat dan tertawa .aku adalah kayu yang lembab, udara yang mengisi rongga dada, bumi yang terpijak erat, api yang menjilat menghidupkan, air yang mengalir diantara pegunungan dimana lelaki tua duduk bersama kekasihnya.



Aku adalah perpustakaan dengan ribuan buku tua. Aku adalah music klasik yang terdengar dari headphone di sudut ruang berkaca. Aku adalah kertas-kertas bermakna. Aku adalah pensil-pensil warna. Aku adalah sketsa. Aku adalah diskusi tentang hidup dan makna dunia. Aku adalah bilik kuning muda. Aku adalah drama. Aku adalah pentas keajaiban cinta. Aku adalah toilet wangi dahlia. Aku adalah tulip ungu muda menyentuh paras ayu dara muda


Aku adalah pecinta. Setidaknya, aku pecinta untuk mereka yang bercinta. Atau setidaknya, aku pecinta bagi mereka yang ingin bercinta. Aku adalah darah segar yang meronakan tulang pipi gadis muda. aku adalah agenda. Aku adalh rasa yang menggetarkan untuk menyentuh puncak dunia. Aku adalah salju cair. Aku adalah kerumitan yang sederhana. Aku adalah akar yang dalam. Aku adalah batangyang menjulang. aku adalah daun hijau yang segar. Aku adalah ranting yang ramping. Aku adalah buah rasa.


Aku adalah batu hitam mengkilap yang mengendap dalam danau minyak yang gelap. Aku adalah melodi yang terhempas oleh kibasan pedang. Aku adalah sisi-sisi berlian merah hitam.aku adalah garis putih melingkar di jari. Aku adalah kebekuan yang hinggap pada air. Aku adalah pelangi warna tiga yang pergi sembunyi-sembunyi. Aku adalah sepi yang sesak. Aku adalah sedih yang menyelinap dalam ruang 3x3.aku adalah lagu sendu syahdu dari radio tua disudut sana.


Aku adalah tujuan yang nyata. Absurditas yang melogika. Filosofi coklat manis yang hadir di sofa. Aku adalah titik tantangan jiwa. Aku adalah proses yang menyala-nyala. Aku adalah rasa manis, pedas, asin dari kuah percobaan cinta. Aku adalah jiwa dalam arti jiwa. Aku adalah kepala yang bermahkota. Aku adalah kenikmatan dalam derita. Aku adalah maestro yang membiarkan imajinasi meraja lela. Aku adalah maha karya dari jenius yang tak diduga. Aku adalah gadis kecil yang menertawakan kucing mengejar ekornya. . Aku adalah handuk hangat musim hujan. Aku adalah aroma vanilla. aku adalah pink blossom di senyum bibir tipis. Aku adalah highlight ungu yang disentuhkan kelopak mata. . Aku adalah pesta dengan gelas terantuk dengan irama . Aku adalah rasa

aku entah..

Minggu, 01 Mei 2011

Malam di Anatolia (part1)


Malam di bulan Maret kota Anatolia. Apartemen berlantai tiga dengan warna cat tembok merah bata ini seakan berdiri menghimpit di tengah kota. Aku berdiri disamping jendela. Dengan syal usang dan sepatu dingin, duduk di tataran batu bata. Jaket kurapatkan, dingin seakan liar memasuki pori-pori kulit. Kopi yang kupersiapkan untuk menemani malam tak lagi hangat. Begitu juga dengan setangkup roti panggang isi selai nanas dan beberapa potong coklat putih, tak lagi semenarik beberapa menit lalu.


Aku memperhatikan tepi-tepi jalan. Segerombolan anak muda sedang berlatih tari jalanan yang sedang trend di sudut jalan, seorang wanita tua dengan mantel coklat yang membawa bongkahan roti segar yang baru keluar dari oven toko roti di ujung blok sana, dan seorang wanita yang berusia sekitar 30-an baru saja pulang bekerja dari sebuah restoran di pusat kota. Langkahnya gontai tak bersemangat, tampaknya ia benar-benar lelah menyuci piring dan membantu membereskan dapur dan harus bangun esok pagi berbelanja di pasar ikan tak jauh dari dermaga.

Aku masih memperhatikan mereka dengan mata jernihku. menyisiri gang demi gang yang masih tampak terlihat dari atas ketinggian lantai tiga. Suara mobil ambulan melengking-lengking mendekat dan menjauh menuju pusat kota. Kudekatkan cangkir kopiku, menyeruput dengan pelan. Tapi sudah tak berminat lagi dengan roti isi selai kacang. Mataku menyusuri jalan gang antar apartemen. Kemudian beralih pada plang di atas apartemen tingkat lima di seberang jalan. Plang itu sudah hampir bobrok. Tampaknya ada tulisan di plang itu. Ku coba melebarkan pupilku untuk melihat lebih jelas. Membacanya dengan bergumam. “Kesepian”. Manggut-manggut, aku kemudian kembali memperhatikan plang itu dengan seksama. Tulisan yang dibuat dengan cat semprot berwarna hijau. Kuupikir, tulisan di plang itu paling tidak baru saja dibuat karena warna catnya masih hijau terang. Diam dan mencoba mencerna apa itu arti kesepian. Tapi aku masih tak bisa menemukannya dalam memori otakku. Ada apa gerangan ini?


Aku tak tahu apa itu kesepian? Kata kerjakah, kata bendakah, atau apa? Seperti apakah wujudnya. Masih dengan pertanyaan yang memantul-mantul di otakku, Kuputuskan aku mencoba mencarinya di rak buku di sebelah jendela. Kuletakkan cangkir kopi, dan menyusuri buku-buku. Tapi tidak ada kamus yang diletakkan disitu. Masih dengan pikiran tentang apa itu arti kesepian. Aku memutuskan untuk keluar dari apartemen ini. Dengan harapan, bisa mendapat jawaban pertanyaanku. Kututup jendela rapat-rapat, dan aku pun keluar dari bilik apartemen ini. Menuruni tangga, dan keluar melalui pintu depan. Ku katupkan tanganku erat-erat. Udara jauh lebih dingin diluar. Aku beruntung menemukan syal usang berwarna biru pupus di kotak dekat perapian. Syal itu kukalungkan erat-erat di leherku. Kakiku melangkah menyelusuri tepi gang. Kemudian duduk pada bangku halte bis . masih dengan pikiran-pikiranku, tentang apa arti kesepian. Kubetulkan letak kerah jaketku. seperti apakah wujud kesepian itu?
Apakah ia sesuatu yang berkilau bila terkena cahaya ataukah kusam ketika tak disinari. Kurasa tidak, ia bukanlah satu benda. Lantas apa? Apakah ia sesuatu yang mengalir lewat darah, memasuki otak dan memberikan warna pada pipi? Kurasa tidak, ia bukanlah satu zat. Ia tak ditemukan dalam kotak obat atau di toko rempah bumbu segala rupa.


Lantas apa kah ia? Terdengar bisik-bisik…, di telingaku.
Ada suara angin. angin menyeretkan langkahnya di telingaku. Angin menyapa “ hai, sedang apa kau di halte bis ini?” aku menjawab, “aku sedang mencari jawaban tentang satu hal, kawan”.
“apakah itu? Mungkin aku bisa membantu”

Aku pun bertanya padanya.
Angin menjawab, kesepian sering mendatangi mereka yang tak bisa tidur malam. Angin sering menemani mereka yang meringkuk di tempat tidur tanpa tahu apa lagi yang harus dilakukan selain mencoba tidur. Angin juga berkata, kadang ia menghembuskan nafas kesedihan pada mereka yang baru saja kehilangan. Mereka yang kehilangan kekasihnya, binatang kesayangannya, atau orang-orang terkasihi lainnya. Angin pun berangsut pergi membawa kakinya yang terseok-seok lelah setelah mengelilingi dunia. Ia pamit dan berkata, kalau ia ingin sebentar istirahat di surga. Sebab di surga, ia tak perlu beraktivitas apa-apa.

Aku masih penasaran dan melangkah berjalan ke sebuah taman kota. Duduk di bangku panjang. Langit biru cerah, dan bintang-bintang mengedipkan sinarnya. Ditengah langit, kupandangi bunda Bulan, yang seperti sangat dekat untuk kusentuh. Hari itu, ia sangat anggun dengan jubah perak dan renda keemasan di tepinya. Setelah kusapa ia, Kutanyakan lagi pada bunda bulan. Bagaimana sih wujud dari kesepian itu?
Bunda Bulan yang selalu ramah berkata kesepian selalu mendatangi mereka yang bermuram durja. Muram tanpa hal ihwal sebab musabab. Wajah mereka selalu menekuk ke bawah. Dengan usia 5-10 tahun lebih tua dari usia sebenarnya, mereka sungguh-sungguh tampak tidak bahagia. Kutanyakan mengapa mereka sedemikian muramnya?bunda Bulanpun tersenyum.. dan menjawab “karena mereka selalu merasa gelap diantara bintang-bintang yang terang”. Aku pun menggangguk mencoba memahami ungkapan bunda Bulan.

Mungkinkah ia mendatangi pak Jhon yang bekerja sebagai kuli angkut beras di pelabuhan yang diusianya yang baru 45 tahun. Dia sudah seperti berusia 60 tahun karena sudah bongkok.

lantas aku pun mengakhiri percakapanku dengan Bunda bulan, dan berkata padanya bahwa aku akan berjalan ke suatu dermaga. Dermaga ini letaknya tak jauh dari taman kota. Bunda bulan masih tersenyum padaku, dan ia berkata “pergilah, anakku. Temukan jawabanmu. Sebab kau tau, aku pun bahkan tak pernah berhenti berkilau walau para bintang ini sebegitu riuh di taman angkasa. “
aku membalas senyuman bunda Bulan dan melambai padanya diiringi tawa bintang-bintang yang riuh rendah .


aku berjalan menuju dermaga. Melalui sebuah kebun mawar. Kebun mawar ini dikelompokkan oleh pemiliknya menjadi tiga area. Satu untuk mawar merah, satu untuk mawar kuning, dan satu untuk mawar putih. Malam itu, wangi mereka seakan memenuhi udara. Aku pun menyapa, suara gaduh terdengar. Mawar merah seakan tidak peduli dengan sapaanku.. mereka sibuk dengan cerita sesama mawar merah. Bahwa besok pagi pagi sekali, mereka akan dipetik pak Pito, pemilik dari toko bunga. Kemudian mereka akan dipajang dalam satu buket-buket dengan plastic transparan pada satu toko bunga diujung trotoar. Dan satu orang pemuda tampan dengan jas dan kumis klimis membelinya dengan kumpulan uang 25 sen seharga satu blus indah. Kemudian, ia akan mencium mawar merah ini satu persatu dengan hening yang terasa. Saat itu, ia benar-benar sedang jatuh cinta. Senyum dibawah kumisnya begitu syahdu, ia yakin sekali sang gadis akan sangat senang. Di bawanya buket mawar merah itu ke rumah sang gadis. Mengendap-endap tanpa suara, meletakkannya pada jambangan di tepi jendela. Dan kemudian mengendap-endap keluar, menyaksikan gadis itu berjalan untuk duduk di samping jendela. Menyentuh meja, dan terkejut ketika menyentuh sebentuk buket bunga diatas jambangan. Sayang sekali, gadis ini memiliki penglihatan yang tak baik. Ia hanya bisa meraba dan menghirup udara segar darimawar merah. Merasakan ketulusan dari sang pemuda. Dan tersenyum, entah kea rah mana. Sang Pemuda diam, memperhatikan dengan seksama. Mawar merah seakan ranum dalam hatinya. Ia tersenyum, berharap suatu saat dapat mengumpulkan uang cukup untuk mengajak sang gadis jalan-jalan ke taman kota kemudian minum kopi di kafe seberang. Berjumpa dengan kebun bunga mawar yang masih asyik berceloteh tentang begitu hebatnya mereka. Selalu menjadi pernak-pernik bagi mereka yang sedang jatuh cinta.

Mawar merah masih gaduh dengan cerita keesokan harinya. Mereka merasakan bahwa besok, mereka akan mendapat tugas istimewa. Mawar putih, tampak lebih tenang. Mereka sekali kali menggoyangkan tangkainya ke kanan dan ke kiri. Kemudian menjawab sapaanku dengan suara yang ringan. Mereka bercerita bahwa esok, pak Pito juga akan memetik mereka. Bahwa esok, mereka akan langsung dibawa oleh Renata , pekerja Pak Pito ke sebuah resepsi pernikahan di pinggiran kota. Renata akan menghiasi mereka dengan berbagai pita-pita.

*lanjut to Malam di Anatolia part 2
sedang dikerjakan.

dikerjakan akhir Februari 2011 seperti biasa larut malam.
dan mata sedang enggan berkompromi.
ditemani secangkir kopi panas dan roti panggang selai nanas.