Minggu, 18 September 2011

(Actually) What a man want from a women?



Tulisan ini diinspirasi dari satu bahasan dalam Feminisme : Sebuah Kata Hati yang ditulis oleh Gadis Arivia (2006). Pertanyaan tentang apa yang sebenarnya diinginkan laki-laki dari perempuan, merupakan pertanyaan yang menarik bagiku. Bila ditanyakan kepada laki-laki, apa yang mereka benar-benar idamkan dari seorang perempuan, maka sebagian besar dari mereka akan menjawab bahwa mereka mencari kecantikan lahiriah. Well, bisa dilihat ketika menonton salah satu reality show berjudul “ Take me Out”, para lelaki mengajukan kriteria kekasih dengan atribut-atribut fisik. Tapi tidak hanya lelaki, perempuan pun juga seperti itu (di reality show ini).

Studi di US menunjukkan bahwa selama lebih dari 50 tahun, pria masih menjawab hal ini. Kecantikan lahiriah seperti wajah cantik, manis dan tubuh yang sexy menjadi indikator dari kemenarikan seorang perempuan. Gadis Arivia (2006) juga menyebutkan satu riset pada tahun 1996 di 13 negara yang menunjukkan bahwa laki-laki menyukai perempuan yang memiliki payudara montok yang seimbang dengan bentuk tubuhnya, bibir yang penuh, mata besar, pinggang yang ramping, yang menyerupai gitar spanyol.

Perempuan yang menarik versi laki-laki inginkan ini, memiliki bobot tidak terlalu gemuk dan terlalu skinny. Sebagian besar laki-laki memilih perempuan yang berlekuk indah dengan bokong yang bulat. Pada beberapa budaya, definisi kecantikan versi yang ini memiliki pengecualian, seperti pada suku di Azande di Sudan timur. Mereka menyukai perempuan yang bertubuh subur, bahkan mereka malah melakukan praktik untuk membuat perempuan gemuk sesuai dengan definisi cantik yang mereka yakiini.

Bila diamati, pertanyaan tentang apa yang diinginkan laki-laki ini tentu saja dibentuk atas dasar tirani. Definisi kecantikan yang berubah-ubah sepanjang zaman ini, didefinisikan pada kebutuhan laki-laki terhadap nilai seksualitas perempuan. Tetapi perempuan (selalu) menyetujui apapun kecantikan yang didefinisikan oleh laki-laki. Dengan sadar atau tidak sadar, mereka pun berbondong-bondong mengikuti trend setter mode terbaru. Entah apakah tren itu sesuai dengan dirinya, pada kenyataannya, begitu banyak perempuan yang menjadi korban definisi kecantikan versi ini. Belum lagi, kasus gangguan makan seperti bulimia dan anorexia yang membahayakan dirinya disebabkan oleh bagaimana sistem nilai kecantikan versi yang diinginkan laki-laki.

Pertanyaan mengapa perempuan harus menerima perlakuan ini? Mengapa perempuan harus rela berbaring di meja operasi plastik, mengikuti diet ekstrim yang berbahaya, mengecat rambutnya dengan warna pirang, menyuntikkan botox di atas alis, meminum berbagai obat-obatan pencahar perut, memutihkan atau mencoklatkan kulitnya? Mengapa sebagai perempuan, ia harus selalu menyetujui dijadikan objek seks laki-laki? Bila laki-laki yang disukainya menyukai perempuan dengan tungkai kaki jenjang, ia kemudian mengutuk Tuhan yang memberinya tubuh mungi. Bila suaminya kemudian berselingkuh dengan perempuan lain yang lebih muda dan lebih langsing, ia kemudian mati-matian datang ke dokter kulit untuk mengencangkan kulitnya dan mengikuti diet ekstrim yang membahayakan kesehatannya.

Pertanyaannya adalah apakah hanya laki-laki yang memiliki fantasi? Tentu saja, secara lahiriah, setiap perempuan memiliki fantasi tentang laki-laki yang menarik versi setiap individu. Tetapi studi mengemukakan bahwa ketika perempuan ditanyakan tentang apa yang mereka inginkan dari laki-laki, maka mereka akan selalu menjawab variabel-variabel pribadi seperti penghargaan, ketulusan, dicintai, dimengerti. Tentu saja, hal ini kontras dengan apa yang diingikan laki-laki dari perempuan seperti yang disebutkan diatas. Dimana hal-hal tersebut terkait dengan peciptaan fantasi-fantasi seksualnya.

Mengapa pula seorang Fauzi Bowo malah menyalahkan perempuan yang berok mini sebagai pengundang syahwat laki-laki.. , sehingga tidak heran bagi masyarakat, sering kali didapati, pandangan “ooww..pantas dia digerayangi, bajunya kayak gitu sih”. Seakan bahwa seorang perempuanlah yang pengundang lelaki untuk berfantasi.padahal toh, sebenarnya setiap individu memiliki kontrol yang bisa disetelel baik dan buruknya. Tidak hanya satu faktor rok mini yang menjadi objek seksualitas pria berpikir mesum.
Dalam kehidupan nyata, seorang laki-laki mengemukakan alasan mengapa ia menikahi seorang wanita dengan rule inner beauty yang dibuatnya.

Variabel-variabel pribadi seperti baik hati, ramah, disukai teman dan keluarganya, pintar mengelola rumah tangga adalah variabel yang tidak bisa dilepaskan dari kriteria yang diinginkan laki-laki dalam memilih pasangannya. Tetapi, tetap saja laki-laki yang belum menikah ataupun yang sudah menikah, akan terus menerus menciptakan fantasi-fantasi seksualnya. Sehingga, benar seperti yang dikatakan orang bahwa laki-laki menyukai tiga hal yaitu Harta, Tahta dan Wanita. Coba tengok beberapa kasus perselingkuhan suami yang berdasarkan kejadian bahwa kedudukannya, harta yang dimilikinya, dan perempuan yang jatuh pada pelukannya.

Ada yang dengan bangga memamerkan hal ini ke permukaan, ada juga yang menutupnya rapat-rapat lalu berlaku bermuka dua dengan membungkusnya melalui atribut-atribut keagamaan.sum


Hai..tentu saja ini tidak bisa digeneralisasi sedemikian rupa. Setiap individu memiliki kontrol terhadap pilihan yang dibuatnya. Freud mungkin benar, bahwa Id yang mendrive sering kali menyulitkan ego untuk meredamnya. Tetapi kita memiliki super ego, yang mestinya ditanamkan kedalam hati dan bukan sekedar paksaan. Setiap individu juga memiliki kriteria unik dalam fantasinya. Tinggal penempatannya saja yang harus mengikuti apa yang dikatakan oleh superego.

Seperti yang kukatakan diatas..
Every human has control.
Apakah menahan diri??
Ataukah melepaskan?

Apa yang diinginkan laki-laki pada perempuan??
Mari kita bicara..tidak pada kebohongan.


sumber
Arivia, Gadis (2006) Feminisme sebuah kata hati. Kompas Gramedia Jakarta

sumber foto
howtomakeaguyfallinlovewithyou.net

Senin, 12 September 2011

Kamu, aku dan Kita

Akhirnya, ada kamu dalam hari-hariku. ada aku dalam hari-harimu. Dan kita memutuskan untuk tidak jatuh dalam cinta. Karena bukan jatuh yang kita inginkan, aku berkata aku ingin mengadakan cintaku untukmu. Kamu berkata aku ingin menerbangkan sayap cintamu padaku. Sayap yang terbang ke duniaku dan duniamu. Melenggang di angkasa raya, mengepakkan angin rindu. Terus mengepakkan sayapnya, dan mendarat pada dermaga biru kita. lantas kita bicara tentang kita, bukan lagi tentang aku dan kamu. Aku yang me-Mu dan kau yang me-ku.

Sayangku, bolehkah aku terangkan sedikit tentang arti kamu di diriku?
kamu adalah perasaan yang hangat di pipi merahku. Kamu adalah bintang yang berkedip jenaka di malam sepiku. Kamu adalah jalan pikiran yang melurus dan membelokkanku. Mendebarkan dan menegakkan adrenalinku. Kamu adalah jejak yang kupijak di tanah lempung basah. Kamu adalah penantian panjangku. Lelaki yang kutunggu pada suatu kursi di dermaga biru. Pada senja-senja yang jingga, dan cakrawala menyentuh bisiknya pada tepi dunia. Penantian yang dingin, sehingga aku perlu sweater magenta dan rok rajut hijau pupusku. Aku pun mengusir dingin, dengan menyeruput kopi krimmer hangat dan sepotong coklat. Kemudian menyilangkan kakiku erat-erat. Kadang embun menemaniku walau matahari hampir pergi. Dan aku masih berusaha mengusir pergi waktu yang mengusik, dengan membaca Benny and Mice. Tertawa sebentar.. lantas kemudian menangis karena aku ingat kamu. Mengapa kamu lama sekali menjemputku??

Tahukah kamu, Stok Benny and Mice-ku sudah berkali-kali kubaca, dan aku menoleh pada bunda Bulan yang menggelengkan awannya kepadaku. Menyuruhku segera pulang. Kadang aku pulang agar ibuku tak memarahiku, kemudian esok hari aku kembali lagi. Esok hari aku kembali duduk di kursi putih di dermaga biru itu..., hari-hari dimana aku tak lupa memulaskan blush-on warna tembaga di tulang pipi dan lipstik cherry bite ke bibir tipisku, siap-siap dengan senyum termanisku. agar aku selalu siap cantik saat kamu tiba-tiba datang menjemputku.


Dan suatu hari itu, ... kamu datang. Sebuah kapal tak besar dan tak kecil merapat di dermaga ini. Kapal pertama yang merapat, yang membutuhkan jangkar untuk mengokohkan. Kamu turun dari kapal itu, menghadirkan senyum khasmu, dan bunga crissant di pelukanmu. Lantas, melebarkan pandangan ke penjuru arah. Matamu melebar menyempit. Mungkin, aku terhalang oleh cahaya senja. Tapi aku melihat jelas alismu. Aaah... kamu mencari aku!!!!!! Tahukah kamu, saat itu, aku ingin berlari memelukmu. Aku ingin menenggelamkan kepalaku dalam dadamu. Andai, ego-ku berkata, baiklah akan kulakukan. Tapi tak kulakukan. Aku hanya duduk terpaku di kursi itu. Dengan coklat cadbury yang hampir melesak ke mulutku... aku terdiam. Hanya memandangmu lekat-lekat. Apakah kamu berjalan mendekat?? Dan ya.... kamu mendekatiku. 10 meter dari tepi dermaga. 9 meter. 8 meter. 7 meter..... 30 cm... dari ujung hidungku. Aku tak percaya..ada kamu, dengan rambut ikalmu, berdiri di hadapanku. Aiiih..Cupid pasti tidak sedang ngantuk dan melesatkan panah asmaranya ke aku. Tapi iya... ada kilau di matamu. Kamu memang mencari aku.. memang kamu. Seketika rencana penyambutanmu, yang sudah kupersiapkan sejak lama, seperti dihapus oleh angin. Burung-burung gereja menertawaiku dari pucuk tiang listrik. Mungkin, dia heran, koq aku bisa-bisanya diam setelah penantian panjangku.


Satu hal yang aku suka, kamu datang.... masih dengan topi base ball mu, t-shirt dan jeans sekenamu. Yayyyy... aku suka gayamu. Kamu tepat seperti di bayanganku. Tapi tanpa kacamata ataupun topeng muka. Aah, tak apa, toh, kamu bukan tuxedo bertopeng nya Sailormoon atau rudolfonya Little Missy. Kamu, 30 cm di hadapan hidungku. Rambut ikal, dan kulit yang sedikit terbakar. Dan bayangan yang mengikutimu, mengangguk kepadaku. Lantas, kita tercekat. Menahan sesak, rindu yang dalam. Dan kamu membuka percakapan. Sebutir air mata tanpa izin meleleh di pipi gembilku. Dan kamu, berkata “ Hai.. apa kabar?”. Aku masih diam. Aku pikir aku masih bermimpi tentang kamu dari kasur tempat tidurku. Mencubit sedikit tanganku. tapi ternyata kamu ada. Aku pun tersenyum.... manis.. hangat... dan santun, seperti layaknya putri yang menanti pangeran. “ hmm.. oh.. ya.. hmm.. ba..ik” . Memiringkan kepalaku, lalu kemudian kemballi duduk di bangku dermaga itu. Tanpa dipersilahkan duduk, kamu pun duduk 30 cm dari posisiku. Meletakkan wajahmu di depan wajahku. Memandangku lekat-lekat. Aku pun menjatuhkan wajah pada kaki. Tahukah kamu... aku malu , tauuuu??
aku hampir saja menutup wajahku dengan telapak tanganku. tapi kamu buru-buru dengan beraninya menyentukku ujung jarimu pada daguku. sekali lagi aku tersenyum. Malu.
kemudian menatap kedalaman matamu. mencari-cari. siapa kamu...???


Tapi..oh.. sayangku, mengapa ku lihat ada bekas luka di wajahmu. Kusentuh lukamu..dan kamu meringis.. menahan pedih. Seketika aku tahu...betapa panjang perjalanan dan betapa sulit untukmu menggapaiku. Mungkinkah kamu harus mengarungi samudera dan mendaki gunung untuk bertemu denganku?? Ataukah kamu bertarung dengan naga raksasa dengan api yang menyembur??? Atau mungkin kamu harus singgah pada suatu dermaga lain, berpikir untuk menetap disana untuk selamanya, tapi kemudian, ternyata dermaga itu terkoyak oleh suatu badai?? Mungkin saja.. dan kamu memutuskan untuk pergi dari dermaga itu, membiarkan sakit itu diobati oleh waktu, dan masih mencoba mencariku.

akhirnya.. hari itu.. aku mengenalmu. Membiarkan kamu masuk dalam duniaku. Menamaimu dengan satu kata yang membuatku malu-malu.. Baiklah, bagaimana bila aku memanggilmu “Kekasih”. Kamu dan aku mengangguk setuju. Jari-jari kita pun berkhianat pada superego dan pesan ibuku.., hari itu, aku membiarkanmu mengenggam jemariku. Seakan kamu tak akan membiarkanku pergi dari dirimu. Lantas, kita duduk bersama di kursi putih dermaga biru itu tadi. Alih-alih bicara tentang perjalananmu dan penantianku. Kita bicara tentang satu tempat dimana kita bertemu dalam mimpi. Satu tempat dimana aku tak melihat bekas lukamu, dan aku mengenakan gaun berenda merah muda silver dan hiasan baby breath di kepala. Satu tempat, dimana sinar matahari selalu hangat, dan bunda bulan selalu penuh. Dan kita berdua duduk pada ayunan, dan menyantap roti bakar selai nanas dan menyeruput kopi hitam. Oh.. aku menamakannya dengan kata yang dicari orang seluruh dunia. Namanya Bahagia.

Pada awalnya, aku masih tidak bisa mencerna mengapa aku memegang rinduku erat-erat kemudian melepaskannya jauh-jauh untuk mendarat di kulit wajahmu. Aku masih tidak bisa mengemukakan rasa dalam bahasa logika, karena kamu seperti diluar rasio terdalam. Intuisiku terbelah, antara menafikkan dogma dan mengagungkan rupa kebebasan. Tapi kamu, dengan ketujuh rupa kasih sayangmu, meluruhkanku. Tapi kamu, dengan sapaan lembut di telingaku, menggelitikku. Aku sedang enggan berdebat dengan waktu, tentang siapa kamu. Tak peduli, dengan cerita masa lalu, aku dan kamu, menautkan jemari, dan berlari menuju bukit. Bukit dimana tak ada satu orangpun yang mengintip dan menertawakan bahasa aneh kita. Tak ada Masa Lalu...., yang menjerat masa depan. Hanya ada rencana dibalik rencana... rencana teraneh dan terburuk sekalipun, berada di bawah meja. Meja usang yang disulap menjadi kemegahan. Dan kita berunding tentang berapa banyak bintang yang akan kita tabur di langit rumah kita.

Aku dan kamu masih berjalan...
Diatas tanah air negeri kita.

Sayangku.. bolehkah aku tidur dengan ada kamu disampingku???
Tentu saja.. kamu harus menggenggam tangan ayahku dahulu...
^_^


Nina
waiting for the Big day..

dan kepercayaanku bahwa Cinta seperti Udara.

Jumat, 02 September 2011

Not a Simple Life



Tengah malam. Cuaca sungguh sangat terik walau malam akan beranjak pergi. Ku terjaga dari mimpi yang buruk. Beranjak dari tempat tidur dan kemudian menyalakan tivi. Menikmati Glee di Star World tapi tak memasuki Edisi Madonna-nya para Gleers. Membuka laptop dan berbicara sendiri. Apa yang ingin kutulis hari ini? Lalu kuteringat pada situasi mimpi beberapa menit tadi. Aku seperti merasakan kepedihan dalam perutku. Mimpi yang sungguh amat buruk.

Mimpi yang bercerita tentang sisi gelap manusia. tentang sisi hitam yang memutih dan sisi putih yang menghitam. Tentang shadow yang mengikuti manusia melangkah, tentang bentuk-bentuk dari topeng yang dikenakan manusia, tentang id, ego dan super ego, tentang rasa sakit ditinggalkan dan rasa senang yang dilepaskan. Mimpi ini sungguh simbolik dan membuatku sadar bahwa aku harus menyampaikan pada waktu. Seperti pesan dari alam bawah sadar yang mengangkatnya ke permukaan gunung es kesadaran. Aku tahu, ada sesuatu dalam tanda. tanda yang hidup dan berbicara pada kita.

Hidup adalah menghidupkan rangkaian episode yang dihadirkan oleh waktu. Kita lahir, kemudian dibesarkan, kemudian sekolah, kemudian bekerja, memadu kasih, dan kemudian menikah, memiliki anak, membesarkan anak-anak, memiliki benda-benda, memiliki penghargaan, kemudian pensiun, dan yang terakhir adalah mati. Life’s clock yang semestinya ada dalam hidup manusia. tapi tidak semua manusia, bisa melalui life’s clock yang semestinya kata superego ada dalam hidup manusia. Kita lihat, yang pasti kita dianugerahi satu roh untuk hidup di dunia ini.

Ada yang hidup, tapi tidak dibesarkan oleh orang tua. Ada yang tidak disekolahkan, tapi tetap hidup. Ada yang bernasib, tidak memiliki indra sempurna, tapi tetap bekerja. Tapi ada juga yang memiliki indra sempurna, tetapi tidak bekerja. Ada yang tidak menikah, dengan berbagai alasan, ada yang memutuskan tidak menikah dengan berbagai alasan. Namun ada juga yang menikah, dengan beribu alasan. Ada yang menikah, tapi kemudian mengkhianati pernikahannya. Ada yang dihianati dan memutuskan tetap meneruskan pernikahan. ada yang memiliki banyak hal, tapi tidak bahagia. . Ada juga yang memiliki sedikit benda, tapi selalu tersenyum setiap paginya. Setiap manusia memiliki jalannya sendiri-sendiri. Gelap dan terang.. terang kemudian gelap, begitulah jalan-jalan kehidupan. Tak ada papan nama yang terpampang, tak ada juga tempat untuk berteduh dan bertanya. Berjalan , terjerembab, tertatih, merangkak, berlari, semua mengarah pada satu arah. Setiap kita berjalan dengan kaki sendiri, dan mencapai finish sendiri.

Lalu pertanyaanku masih tentang mimpiku mengarah pada satu pertanyaan. Tentang hubungan horizontal dan vertikal. Apakah kebahagiaan yang kita cari? Lalu pantaskah kita mengatasnamakan kebahagiaan pribadi diatas hal-hal yang telah kita dapatkan tapi tidak kita harapkan? Pantaskah kita tidak bersyukur pada segala sesuatu yang kita butuhkan tapi tidak kita inginkan?


Aku pun kemudian merenungi satu surat pendek dalam Al-Qur’an. Bahwa sesungguhnya manusia sungguh dalam keadaan merugi. Demi waktu yang terpacu, bahkan kebohongan-pun tak bisa melakukan sesuatu pada waktu. Kita terus hidup dalam pengandaian yang direkam untuk membohongi cermin, kita pun hidup dalam perangkap topeng yang dikenakan ketika berhadapan dengan orang-orang. Orang-orang yang “Perlu” untuk mengetahui bahwa kita “baik-baik” di dalam topeng itu.

Kadang sandiwara seakan semakin membuat tergelak, ketika topeng tak ditempatkan pada suasana yang tepat. Suatu ketika, si fulan mengenakan topeng badut dalam upacara kematian. Atau suatu ketika si fulanah mengenakan topeng berduka pada hari raya. Sandiwara juga membuat hatiku teriris, ketika mengetahui akhir dari suatu kisah tidak selalu bahagia. Bahwa cinderella selalu menanti pangerannya menjemputnya ke istananya, bahkan ketika sepatu kacanya menghiasi kaki keriputnya, dan gaun indahnya tak lagi membuatnya bersinar seperti putri. Bahwa seorang ibu, tak selalu menemukan anaknya yang hilang dalam medan perang. Ataukah seorang gadis yang dikhianati kekasihnya, dan kemudian (tanpa logika) , ia memutuskan mengakhiri hidupnya. Seperti kata sang pengarah gaya, dunia kadang memang tidak adil.

Ada cinta yang tidak selalu berawal dengan pernikahan. tapi ada pernikahan yang tidak selalu diakhiri oleh cinta. Ada egoisme yang meluluh lantakkan segala yang dia telah punya. Ada komunikasi yang sulit, tapi memaknai cinta. Ada komunikasi yang mudah, tetapi menafikkan ketulusan cinta. Setiap kita bertanya, mengapa harus aku yang mengalaminya? Mengapa harus aku, bukan dia? Mengapa harus kami bukan kalian? Mengapa harus .... terjadi, Tuhanku?

Bertanya dan terus bertanya, pada beberapa orang malah mempertaruhkan keyakinan. Pada beberapa orang lain, mengeratkan keyakinan.

Dan penyesalan selalu terletak di akhir. Tak pernah di awal cerita. Suatu set ending yang mudah diduga. Tapi jarang sekali, orang menyadarinya. Mereka biarkan saja, id menjalar ke aliran darah dan membisiki daun telinga, atau bahkan super ego yang menudungi kepala dan membuat perisai sedemikian tebal. Si Ego hanya terdiam, tertunduk... kemudian memutar perasaan dan otak untuk mengalihkan kebohongan pada cermin. Menyusun kata palsu pada pena, pada kamera, pada audiensi yang bertepuk menggema.

Lalu apa yang ingin kuceritakan malam ini, kawan?
Tentang kejujuran.
Tentang keselarasan.
Pikiran, perasaan, dan tingkah laku.
Tentang kebahagiaan yang dicari-cari dalam saku celana.
Tentang kebersyukuran
Tentang rasa cinta pada Sang Maha Kuasa yang Maha Pemberi Cinta.
Tentang harapan dan Kemungkinan
Tentang pergi atau tetap tinggal
Tentang rasa sakit, tersakiti, dan menyakiti.
Tentang angka. Tentang logika.
Tentang Pencarian Makna
Tentang perjalanan dan arti dari kata “memberi dan menerima”

Kawan, bila bagaimana kita menjalani hidup adalah sebuah variabel. Variabel memang tidak selalu dikotomi antara 1 dan 0. Dan takdir adalah konstanta. Maka persamaan matematis kehidupan , akan selalu sama dengan nol. Itulah awal dari hidup kita, dan akhir dari hidup kita.

Waktu tak akan pergi sekalipun kita mengeluh. Ia tak kan menangis walau kita mengiba. Kecewa, terluka, terhempas, tak berdaya... tak satupun yang bisa waktu lakukan untuk membantu kita. tapi kita punya variabel kuat yang mendifferensial dan mengintegralkan kehidupan kita. setiap manusia punya pilihan, untuk sendiri atau bersama. Untuk selingkuh atau setia. Untuk terus atau berhenti saja. Untuk berbicara atau diam. Untuk menghargai atau menhardik sedemikian rupa. Untuk menjaga atau melepaskan yang telah dibina.

Lalu apa yang harus kita lakukan????
Tuhan pasti sedang tertawa ketika aku menuliskan posting blog ini, kawan. Aku sedang tidak sedemikian resahnya untuk tidak berkata bahwa aku tidak baik-baik saja. Seketika aku ingat... waktu hampir menjejakkan pada subuh. Dan aku rindu mengadu pada-Nya. Kali ini, Ar-Rahman semakin lembut di telinga. Tuhanku... , ternyata tidak sederhana.

3 september 2011
Insomnia
Hari raya
dan kebermalasan yang terpasung dalam kepala.

Senin, 22 Agustus 2011

Marry in Subjective View



Mengapa kamu menikah?

Karena bagian dari sunnah rasul. Aku ingin menjalankan apa yang diperintahkan Allah yaitu dengan menikah. Dengan menikah, hati akan terasa tentram . Ada tempat untuk kita berpulang. Ibadah juga terasa indah. Kan, kata rasul, menikah itu adalah menggenapkan separuh agama. Dengan menikah, seluruh kehidupan kita akan terpelihara dari hal-hal yang tidak-tidak. Klise ya.. everybody know sebenarnya. Terdengar nggak subjektif. Apa aku terlalu normatif, tapi yach, aku hanya berharap bisa menjadi muslim yang baik. Begitu, nina..^^


Mengapa kamu menikah?

Emak gue dah nyap-nyap, secara usia gue dah lewat 30 tahun. Gue dah gak tahan lagi dengerin emak gue yang ngomel mulu tentang hidup gue. Dia bilang gue ini gak jelas hidupnya mau kemana. Entahlah, rasanya gue juga dah capek di kelilingi sama orang-orang yang ngomentarin hidup gue. Gue sebenarnya masih pengen sendiri. Masih banyak yang ingin gue capai. Tapi ya itu.. gue sadar harus lebih realistis dalam memandang hidup in i. Gak mungkin gue seperti ini terus. Gak mungkin sendiri terus, dengan banyak hal yang belum gue capai. Di keluarga besar gue, diajarin bahwa perempuan gak akan berarti kalau gak punya suami. So, kelihatannya perempuan tidak menarik bila tidak ada yang menginginkan. Jadi, ketika ada yang mau ma gue. Nerima gue keadaannya kayak gini. Walaupun, yach, jauh dari apa yg gue harapkan. Gue dah gak tahan lagi dengerin omelan emak gue, ya udah, gue terima aja dia. Yach, semoga ini adalah jalan yang terbaik buat gue. Gue gak nyesal koq dengan keputusan gue. Semoga aja, gue gak nyesal..


Mengapa kamu menikah?


Gue dah melakukan banyak hal dengan pacar gue. Hal-hal yang sebenarnya sepantasnya dilakukan oleh pasangan suami istri. Gue dah beberapa kali selingkuh. Cowok gue juga kayak gitu. Jadi kami, dah melewati banyak episode bersama-sama. Kami dah kelamaan pacaran. Kadang merasa bosan, mau ngapain lagi. Keluarga juga dah wanti-wanti karena gerah juga kali ya ngelihat kita yang gak jelas mau kemana arahnya. Gue dah kerja, dia juga dah kerja. Jadi secara finansial, kami sebenarnya gak ada permasalahan berarti. Lebih baik lagi, kalau jadi satu. walau sadar, ini tidak mudah. Pacaran ma menikah, kata orang berbeda. Tapi yach.... begitulah. Jalanin aja yang ada...


Mengapa kamu menikah?

Aku sebenarnya gak kepikiran untuk menikah di usiaku ini. Kuliah aja belum selesai. Masih semester 6. Aku aja masih kayak anak-anak gini. Masih suka main ke mall, masih suka kongkow-kongkow ma temen-temen. Tiba-tiba aja, ada seorang yang datang di kehidupan gue. Dia datang dengan kebaikan yang bisa gue lihat di kehidupannya, dia punya tanggung jawab penuh, tahu apa yang ingin dia lakukan, dan dia punya perencanaan matang . secara usianya memang jauh diatas ku. Dia datang ke orangtua ku, dan taraaaaa.... kurang dari tiga bulan, aku dah jadi nyonya. Kuliah masih terus lanjut koq, dia mendukungku. Sekarang, lebih tenang aja. Pastinya ada perbedaan dibandingkan waktu belum menikah. Sekarang, aku punya tanggung jawab sebagai istri dan tahu bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan sebagai istri. Alhamdulillah... ^_^


Mengapa kamu menikah?

Aku capek sendirian, nin. Capek menghadapi hidup yang sepertinya makin keruh. Dari kecil, aku menjalani semuanya sendiri. Keluarga juga aku yang menopang, semenjak bokap ninggalin kami sekeluarga. Umurku sudah cukup, aku juga merasa cukup secara mental. Dengan menikah, aku bisa berbagi, nin. Bisa melihat segalanya tidak hanya dari kacamata pribadi. Ada banyak hal yang bisa aku eksplorasi dari diriku. Nah itu dia... I just found him. You know where?? Di sebuah biro jodoh di Jakarta. Aku ketemu dia, kita ngobrol, nyambung, dah satu visi. So, tunggu apa lagi... i wanna do it.


Mengapa kamu menikah?

Well.. mau yang jujur khan?? Aku butuh status. Mau jawaban lebih lanjut???
Yeah.. nanti loe bakal bilang gw penulis skenario sinetron lagi... yach, intinya gitu. Gue butuh secure secara finansial. Dan dia ngasih gw gerbang untuk mendapatkan hal itu. So.. hidup ini matre, nin. Sekali lagi, hidup ini matre. Gw gak peduli, kalo nanti suami gw bakal selingkuh, yang penting, gue adalah istri dia dan dia hidupin gw. Titik. There’s no other reason. Mungkin ada.. tapi well... gw hanya mau survive. Gw cantik. Dia mau mau gue. That’s all.



Mengapa kamu menikah?

Gue dan cowok gue itu soulmate. Kami banyak menikmati masa-masa bersama. Belum lama-lama banget sih pacarannya. Tapi gw merasa benar-benar klik. Gue sama-sama punya hobby fotografi, travelling, nonton... banyak hal deh yang gw sama ma dia. Diskusinya juga asyik. Gue gak bisa ngebayangin hidup kalo gak ada dia. I love him. He loves me.. we are in love and hopefully love each other until the end. Dari awal, kami memang mau mengarah ke serius. Jadinya, pas tabungan kita udah cukup. Kami tinggal menghadap orangtua, dan orangtua bilang oke. so.. jadilah gw the bride . hehehehe... 

Mengapa kamu menikah?
Hmmm... loe tau gw dah dua kali gagal menikah. Tapi gw gak pernah bilang kapok untuk gak mau menikah. Kenapa?? Karena gue tahu, gue layak dicintai. Kegagalan menjelang pernikahan gue yang dulu, bukan karena kegagalan gue, kegagalan mantan calon suami gue. Walaupun gue akuin waktu itu gue sempat terpuruk. Tapi memang gue gak buat dia. Dan dia gak buat gue. Intinya..gak jodoh deh. Karena gue percaya manusia itu dah diciptakan berpasang-pasangan. Nah, pas gue ketemu sama calon suami gue yang sekarang. O Tuhan.. gue bersyukur banget. Semuanya sekakan langsung dibukakan. Dan gak lama dari gue dikenalin oleh temen gue.., dia nyatain suka. Gue juga belajar untuk mengetahui bahwa lebih baik dicintai daripada mencintai.. then.. kita jadian, ngadep ortu. Dah.. merid. (tersenyum lebar... ). Rasanya menyenangkan.. menenangkan.. dan menggetarkan. Let you try it..

Mengapa kamu menikah?
Mau jawaban yang jujur, kan?? Dan subjektif?? Holaaah... gw coming out hanya ke elo doang nich. Tapi you have to keep the secret ya. Listen to me carefully... “ I am Gay”. Jangan kaget gitu wajah elo, gw tau elo pasti dah ngira-ngira dari awal kenal ma gue. So, kenapa loe tanya ke gue kenapa gue mau merid?? Karena gue tau di keluarga gue, Gay itu berarti mati, gak dianggap keluarga lagi. Gue gak siap dengan segala vonis itu. Jadinya, gue menikah untuk menutupi identitas gue yang ini. Gue sadar ini salah, tapi gue terpaksa ngambil keputusan ini. Hidup dalam kebohongan. Gue juga sadar kasihan banget dengan istri gue, tapi gue mau gimana lagi.. (tercekat), gue mau hidup normal kayak laki-laki biasa. Gue berusaha keras menjadi laki-laki biar istri gue gak tahu hal ini. Dan gue masih terus berusaha keras untuk ini.

Mengapa kamu menikah?

Aku sudah mengidam-idamkan pernikahan dari sejak aku berusia lima tahun. Pernikahan yang kubayangkan seperti putri yang dipinang oleh seorang pangeran. Oleh karena itu, aku berusaha untuk mendapatkannya. Aku selalu ingin menjadi yang tercantik , dan aku merasa layak menggandeng pria tampan. Aku ingin nuansa pernikahan seperti layaknya putri kerajaan eropa, di sebuah hotel mewah, dengan iringan musik klasik, dan taburan bunga segar. aku ingin bulan madu di tempat romantis mungkin di paris atau swiss. . aku sudah membayangkan semuanya Aaah.. indah banget bukan?? Terus apa yang kulakukan setelah menikah?? Hmm.. aku tidak tahu pasti. I just wanna prepare for the wedding.. ( mengangkat bahu) . hmmm..sepertinya aku jadi ibu rumah tangga yang bakal punya anak banyak. (membuka matanya lebar-lebar), aku suka anak-anak.

Mengapa kamu menikah?
Aku menikahi dia, karena orangtuanya memintaku menikahi putrinya. Pernikahan ini pernikahan bisnis. Aku dah kerja lama di bisnis keluarganya. Mereka mengharapkanku dapat membantu mengembangkan bisnis ini. Apakah aku cinta dengan anaknya apa bukan, itu masalah belakangan. Aku tahu ini suatu tanggung jawab besar. Anaknya masih kecil. aru saja lulus SMA kemaren, tapi aku yakinlah, aku bisa menjadi imam yang baik untu keluargaku nantinya. Cinta bisa datang dengan sendirinya . aku hanya ingin membentu keluarga sakinah, mawaddah warrahmah. Doain ya..

Mengapa kamu menikah?

Boww.. gue dah 9 tahun pacaran. Buat apa lagi lama-lama. Gue dah lama memundurkan waktu. Kasihan ma dia. Pas gue bilang ayo lakukan..so, gak nyampe seminggu, gue ma dia mendadak menikah. (ketawa... ). Alhamdulillah.. gw dah parno sendiri kalo denger cerita orang-orang yang bilang kalo pacaran lama itu bisa jadi gak jodoh. Pacaran ma siapa..nikah ma siapa. Tapi ya ini.. we are already marry dan semuanya jadi lebih indah sekarang. Gw dah gak perlu pulang-pulang dari rumahnya.. secara rumahnya dia rumah gue juga. Hehehehe.

Mengapa kamu menikah??
Aku mau membuka lembaran baru, nin. Setelah kegagalan pernikahanku yang pertama. Aku tahu kalau aku juga harus menghadirkan sosok ayah ke anakku. Aku gak mau gagal lagi. Jadi ketika dia datang kepadaku dan menerima keadaannku, menerima anakku, dan aku merasa nyaman dengan dia. Dia menghormatiku, dan aku yakin dia tidak akan pernah memukulku atau mengatakan hal-hal kasar kepadaku karena satu kesalahan kecil yang kulakukan. Aku mengikuti kata hatiku.. aku ingin hidup bersama dengan dia sampai nanti aku sudah nenek-nenek. Aku ingin mati dalam pelukannya. (halah.. aku romantis banget ya). Yach, nin... aku bisa menyembuhkan sedikit demi sedikit trauma ku ketika bersama dengan dia. Bismillah aja nin..semoga ini yang terakhir. Aku berdoa selalu untuk ini. Tidak hanya untukku, tapi juga untuk anakku.. Semoga dimudahkan segala sesuatuny Doain ya nin... 


Pernyataan-pernyataan ini merupakan serangkaian wawancaraku dengan beberapa orang yang mendasari mengapa seseorang menikah.
Well.. ini adalah satu dari sekian banyak alasan mengapa seorang menikah. Setiap orang memiliki alasannya sendiri, rasional maupun tidak rasional. Emosional, intuisi, semua elemen dari indrawi dikerahkan untuk mendeteksi alasan mengapa kita ingin menikahinya. Pertanyaan ini sepertinya sangat essensial bagi mereka yang perlu mendalami hati.
Nah.. untuk mereka yang sedang merencanakan untuk menikah,mungkin sebaiknya anda perlu menanyakan kembali, alasan mengapa ingin menikah dan mengapa anda ingin menikahinya. Untuk mereka yang belum menikah... pastikan bahwa anda merasa bahwa anda memang merasa bahwa menikah adalah salah satu cara bagi anda untuk meraih kebahagiaan. Untuk mereka yang telah menikah.. well, ingat lagi, apa tujuan anda untuk menikah, seperti yang telah anda ikrarkan di hadapan penghulu pernikahan anda . Tanyakan pada diri anda sendiri: apakah anda menghadirkan diri secara utuh ketika menikah?? Menjadi diri sendiri dengan alasan yang jujur.. akan menghadirkan kebaikan pastinya. Tanya pada diri..sesubjektif mungkin. Percayalah... ini akan membantu..


22 Agustus 2011.
Karena aku percaya Cinta tidak butuh pernikahan
tapi Pernikahan Butuh Cinta.

dan Cinta masih seperti Udara.
^_^

Selasa, 17 Mei 2011

Story of the Songs


A wonderful world. Louis Amstrong tentunya tahu dunia ini sangat indah dan juga bagaimana membosankannya kertas buram. Tanpa coretan pensil warna. Kertas hanya sekedar kertas. Tanpa tulisan apapun yang memaknai. Tanpa pengantar, isi, dan penutup. Tanpa times new roman, comic sans atau arial. Tanpa do, re,mi, dan kressindo. Tanpa numeric dan barisan rupiah. tanpa bait-bait puisi kerinduan, tanpa garis-garis cantik . Hanya titik-titik hitam kelabu. Hanya secarik kertas buram yang Muram. Ia berakhir menjadi abu, kemudian terbang tertiup angin. Diam dan Terlupakan.tapi toh, Louis bilang… World is still wonderful. No Matter what. Tanpa atau Ada Kertas Buram yang Muram.


Time is Running Out. Muse. Grup ini pasti tau dengan pasti waktu bukan hanya sekedar berjalan. Tapi berlari dengan kecepatan pasti. percepatan yang membuatmu terkaget-kaget bahwa usiamu berubah digit. Mau leave or take… toh, waktu tak peduli. Ia tetap berdesis-desis menggerakkan rodanya. Tak akan berhenti pada satu moment dimana kamu lupa memakai pelindung kepala atau pakaian anti dingin yang akan kamu temui di jalan-jalan gelap. Atau memohon diberikan satu cahaya untuk penunjuk arah jalan agar tak tersandung batu granit kesulitan. Waktu tak akan mengabulkan permohonanmu untuk mengembalikan wujudmu seperti kayuhan rodanya yang lalu. Waktu juga tak akan senang hati melambatkan kecepatannya agar dirimu bisa dengan merajalela melakukan prokrastinisasi terhadap tugas-tugas realitas. Toh, waktu sudah mengingatkan padamu. Dia bukanlah sahabat baik untuk mereka yang suka menunda. Ia juga bukan sahabat yang baik bagi penjual krim anti kerut yang dijajakan di pasar. Sang penjual mati-matian merayu seorang wanita setengah baya untuk membeli krimnya seharga sepuluh ribu rupiah. Tapi kemudian wanita ini memaki-maki krim tersebut dengan mengatakan bahwa krim ini justru membuat kerutannya semakin menjadi-jadi. Dan sang waktu tertawa geli.. tetap tak peduli. Cambukkannya pada kuda pacu semakin menjadi-jadi. Ia pun kembali menggerakkan rodanya ke arah yang tak diketahui.

I’m like a bird. Nelly Furtado. Aku ingin sekali menjadi seekor burung. terbang kemanapun aku suka.bila panas.. mencumbu, aku akan menjentik-jentikkan sayapku kepada angin. Bila dingin menyapa, aku akan merapatkan pelukanku pada pohon gagah yang menjulang ke angkasa. Aku akan mencicit lapar kemudian mematuki padi pematang sawah. aku juga akan mengumpulkan jerami dan mengerami telurku hangat-hangat. Mengajari si bayi burung terbang tinggi-tinggi. Tertawa menantang langit. Meluncur di sabuk pelangi. Mengintip bidadari mandi. Menggoda beruang salju yang tidur berdiri. . Aku adalah burung yang menyebarkan wangi vanilla ke penjuru bumi. Bahasaku penuh arti . Dalam putih yang damai, dan binar-binar.

Freedom. David Foster. Tak ada yang tahu kemana kakimu melangkah. Tak ada yang tahu kemana wajahmu berpaling. Tak ada yang tahu kemana arahmu tertuju…, yang ada hanyalah senyuman kebebasan. Dan lompatan-lompatan riang molekul oksigen. Bernafas seperti embun. Bernyanyi seperti bisik angin. menyentuh bening hati dalam bahasa diam. Melengkapi tanpa mengurangi. Mencintai tanpa setitikpun membenci. Mendengarkan tanpa menginterupsi. Memahami tanpa melawani. Menerima namun juga memberi. Menghendaki, namun juga menghadiri. Aku adalah kebebasan yang dihirup tanpa henti. Menikahiku memberimu satu arti. Bahwa cinta ada selalu dalam mata hati. Dan membiaskan merah pada pipi. menyangkutkan geloramu pada bulan. Mendendangkan kisahmu pada bintang. sendiri tapi tak sepi.diam tapi tak menyendiri. .


I finally found someone. Barbra Streisand dan Bryan Adams. Bersamamu. Aku menemukan cahaya lembutku. Bersamamu. Aku menatap danau dingin namun menghangatkan. Bersamamu. Tepian jiwa seakan sunyi dengan kegaduhan. Bersamamu. Menemukan bahagia yang dibungkus selimut bayi. Bersamamu. Menarik senyumku dalam sudut manis. Meletakkan baik-baik cintaku pada tempat teraman di surga. Bersamamu. Kerumitan menjadi sederhana. Mengecup bayangmu di setiap malam. Menyentuh jarimu di senja riang. Melirik malu-malu di setiap cengkraman. Berbagi. Berbakti. Berhati. Berjadi. Berlari diantara padang basah hujan tadi. Tertawa. Menyesapi kopi pagi. Membagi roti. Melanutkan mimpi tinggi-tinggi. Kamu adalah rintik hujan dan langit cerahku. Kamu adalah awan bulat dan biru lautku. Kamu adalah pasir putih dan karang terjalku. Kamu adalah semesta. Dalam diagram venn tak terhingga. Bukan antara 1 dan 0. Bersamamu, tak pernah ada titik karena selalu ada koma. Bersamamu, selalu ada coklat dalam saku kemeja. Bersamamu, ada film lama yang diputar di bioskop tua. Bersamamu, Jazz menyentuhkan warnanya pada sofa merah. Makan malam dengan lilin-lilin biru dan taplak ungu perak. Musik klasik dari speaker tua di ujung ruang perpustakaan kota. Membingkai foto-foto kita berdua yang diletakkan pada tembok jingga. mawar putih dan kuning berkerumun di petak taman. Bersamamu, aku selalu bebas memakai red shoes dan rok rajut sekenanya.Bersamamu, kita selalu menghabiskan menatap senja di dermaga. berdebat tentang bagaimana cara memotong senja. lalu kemudian terkikik bersama. tak mungkin Tuhan bersedia meminjamkan senja untuk kita bawa pulang ke rumah kita. Bersamamu, petal rose mengecupkan warnanya pada bibirku. kemudian peach manis dan cherry bite. Kamu selalu mengajakku menautkannya di jari-jarimu. Jari-jari yang basah oleh janji. Bertaut dalam ikatan yang dimengerti. Seperti yang kukatakan padamu, tadi. Bahagia yang dibungkus selimut bayi.


I knew I love you. Savage Garden. Intuisi. Apa kamu pernah berusaha mengingatku di masa lalu? Aku seperti mengenalmu seumur hidupku. Lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu. Ketika bertemu denganmu, aku selalu merasakan hangat di dadaku. Aku selalu merasa seperti ada bening air yang melintas di pipiku. Aku selalu merasa beruntung memilikimu. Tak pernah ada lelaki sepertimu. Datang dengan secangkir kopi krimmer hangat kesukaanku. Satu sendok the kopi, dua sendok teh gula, dan tiga sendok teh krim. Kamu selalu tahu bagaimana cara membahagiakanku. Bukan hanya di setiap pagi. Tapi disetiap episode hari tanpa peduli waktu yang mencibir dan melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada pipiku. Saat itu, tiba-tiba aku merasakan. Kedalaman. Kebenaran. Kegilaan.. Semua ada dalam dirimu. Semua ada dalam diriku. Semua ada dalam diri kita. keabsurdan yang melogika. Hai, bukankah kamu selalu mengatakan. Cinta tak butuh logika? Tapi kurasa, Einstein pun setuju mengapa aku memutuskan untuk dipilih olehmu. Karena senyummu begitu menyayangi. kebebasan yang menyelimuti. Karena imajinasimu begitu nyata di mata hati. Aku merasakan kerinduanku padamu di dalam perutku. Seakan kamu selalu menggelitikku dengan mengerjapkan mata jenakamu. Aku merasakan cumbu dalam kepalaku. Seakan kamu menyentuh warna-warna dalam cerebellum dan cerebralku. Aku merasakan keberanian yang nyalang di matamu. Aaah.. Nyata, ……. Aku rindu kacamatamu. Dan buku-buku tentang mu. Dan gitar-gitar tuamu. Dan sensasi memandang wajah bingungmu dini hari. Organisasi hari.. organisasi hidup memaknai. Organisasi jiwa dan hati. Dan kita berasyik masyuk dalam diskusi. dalam gemuruh dada yang berguncang. Malam yang selalu panjang. Bersamamu. Aku tahu aku Mencintaimu… lebih dari yang kamu tahu. Entah kapan. Aku tak tahu.


17 Mei 2011
new room.. without friends, vanilla and coffee.
hujan turun sore tadi.

Melebarkan pandanganku ke penjuru.
Mencoba menemukanmu. dalam diriku.
kemana saja, kamu?

dan aku masih tersenyum menunggu.

sumber gambar : http://www.curatedmag.com/news/wp-content/uploads/2009/01/ks-whatawonderfulworld-1.jpg

Sabtu, 14 Mei 2011

zaal batu jilid II


Suatu sore, aku dan 2 temanku dalam perjalanan menuju parkir motor untuk pulang dari kampus. Perjalanan dari gedung H menuju laangan parkir selalu kami isi dengan canda, tawa, berbagi kisah , dan berbagi informasi. Sore itu,seperti biasa kami selalu bercerita seperti kegiatan hari ini, kuliah apa saja, dan sebagainya. Tapi sore itu, percakapan ini membuatku memetik beberapa pelajaran.
Salah satu temanku bertanya
D: “ Nu, kuliah apa tadi?”
Nu:“ hmm .. itu neuro” jawabku dan aku melanjutkan kalimat “ iya nih gue, ngambil pilihan koq neuro ya.. waduh hapalan tentang otaknya ampun deh.. , tapi seneng juga sih, dosennya pinteer abis”
D: “ owh ya ya nu.. mang siapa dosennya”
Nu: “ ada “ aku menyebutkan satu nama” gilaa tuh orang pinteer abiisss… kalo gue bilang pinteer berarti mang outstanding abis tuh orang. “
Temanku yang satunya tertarik juga dengan pernyataanku tadi dan ikut berseloroh
F: “ orangnya masih muda, nu?”

Nu menjelaskan : “ masiiih.. seumuran kita lah, 27.Nih bentar lagi, Dia dah mau lanjut lagi S3 ke australi. S2nya di London. Cewek, penampilannya oke deh. Always pake high heels. Yang gue tau, dia itu anak mantan pejabat tinggi Indonesia. Dan dia itu satu dari 2 pakar neuro di UI, kalo ngomongin otak. Ampun gue rasa tuh ya, anak kedokteran aja pasti kalah ma dia. .top abiss, pas kuliah gak akan nyatet deh. Tersepona ma pengetahuannya ”

Terus temanku yang langsung nyeletuk
D: “ nah, loe mang umur berapa”
Nu: “28” “ hehehehe.. “ terus aku langsung memiringkan kepala, menggigit bibir ini, dan menoleh ke bawah sambil menghindar dari kubangan air di jalan. “ eh iya, dibawah gue ya? , hmm dah keren kayak gitu”

Aku kemudian berdesis, menerawang dan mengeluarkan satu statemen “ Dunia memang kadang tidak adil”
Dan pernyataanku itu ternyata disambut dengan tawa oleh temanku

F: “hahahaha.. emang nu”
dan tertawanya menjadi semakin geli. Entah dia mencoba meng”satire”kan kehidupanku atau kehidupannya sendiri, .. entah apalah.aku juga ikut tertawa geli.. (kalau aku pastinya menertawakan diri sendiri)

Nu: yup. Apa coba yg dia dah gak punya. Dah kaya, pinter, cantik.. aah. Tapi kalo dia gak ok mah kebangetan. Segala fasilitas dah punya.., justru yang oke itu kita2 ini yang merintis dari bawah.. lebih berasa mendapatkannya ya gak?”

Dan mereka berdua mengangguk setuju panjang
F: “ Betul nuu.. gue setuju. Ayoo.. masih berjuang nih.. semangat”
Nu : “ hayaah.. semangaat. ”

Dan aku tersenyum hangat mengambang.
Percakapan ini tampak sederhana. Karena kita sering kali melakukannya. Bercakap2 tentang kehebatan orang lain.. dan membandingkannya dengan diri kita.

Pada sebagian orang, ada yang mencari pembenaran. Mungkin salah satunya aku dan temanku. Berdalih bahwa kami ini adalah pejuang . kami yang ditakdirkan bernasib tidak sekaya sang dosenku itu tadi tapi setidaknya kami masih bersyukur diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengenyam bangku perkuliahan. Walau usia terus beranjak naik, toh kami tidak malu duduk sama tinggi dengan anak baru lulus sma kemarin tuk sama-sama belajar apa yang disebut psikologi. Kami tidak malu, Mengakui bahwa masih kuliah lagi, belum secure secara financial seperti yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang seumuran kami, dan melakukan tindak-tanduk khas-nya para mahasiswa disaat orang-orang sibuk dengan dunia nyata dan problematikanyya. Itulah kami, pembenaran.. untuk mengangkat semangat kami tinggi-tinggi. ^_^


Pada sebagian orang, mungkin tidak tertutup kemungkinan yang semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam. Satire hanya sekedar satire.. kenyataan memang pahit. Dunia memang tak adil.. dan akan selalu tak adil untukku. Mungkin dalam benak mereka adalah” all I have to do just for surving in the messy world”. Suatu hal yang sedikit self-negativistik sebenarnya.. , semakin dipendam.. semakin lelah , semakin menjauh dia dari potensi dirinya, dan pastinya ia semakin sinis.. sinis dalam memandang orang lain dengan segala kesuksesannya, sinis dalam memandang segala problematika hidupnya.. dan sinis dengan kemampuan dirinya sendiri..,dan kesalahan ada pada dunia, pada oranglain yang melampaui, pada segala halangan yang telah hinggap di hidupku, dan pada diriku yang kesal mengapa aku harus begini. Harus seperti ini..

Nah.. menyimak kembali hubungan dengan Zaal batu jilid 2. Ini judulku. Based from satu bab (di Sang Pemimpi atau Edensor , aku lupa). Aku ingin mengajak teman2 untuk tertawa bersamaku dan dua temanku tadi. Bahwa rencana memang adalah rencana. Plan a, b, c, d, sampai z tetap butuh fungsi eksekutor untuk merealisasikannya. kami ingin mensejajarkan diri kami dengan si mbak yang mau s3 di usia 27 tadi lho.. butuh realisasi lebih dari sekeras batu. realisasi kami.. skul di psikologi. karena apa?

Hmm, aku ingat satu percakapan dengan salah satu temanku yang lain. Pertanyaan mengapa kuliah di psikologi??
Dan aku menjawab “ pencarian diri”, atau kami teman2 di psikologi kadang menyebutnya dengan “ berobat jalan”. Rangkaian proses yang terus bergulir sepanjang hidup. Dan ia berkomentar.

“ tak perlu kuliah di psikologi toh untuk mencari diri”.
Hmm, aku pastinya tidak menjawab dengan teori-teori filsafat praktis seperti yang diajarkan mas Aten. Karena pertanyaan ini sering kali kudapatkan. Kadang aku hanya diam dan membiarkan mereka dengan dugaan atau komentar mereka sendiri.

Tapi saat itu aku jawab “ jalan orang beda-beda”
Dan ia melanjutkan “ betul, lanjutkan saja kata hatimu”.

I’ve got smile. Agak sulit menerjemahkan betapa psikologi adalah titik balik dari kehidupanku. Agak panjang ceritanya bila aku mengungkapkan bahwa memang pencarian jati diri tidak selalu didapat di psikologi. Setiap individu punya pengalaman pribadi yang unik yang dapat menjelaskan bagaimana pencarian dirinya. Untukku, yang selalu bertanya tentang siapa aku.. dan pertanyaan tentang pribadiku, mengapa sih aku selalu bersikap seperti ini, dan segala hal tentang manusia, alam, kehidupan, keluarga, Tuhan, agama.. masyarakat, norma, makna dari suatu status, bagaimana seorang belajar, cinta, lingkungan bahkan tentang Sex kudapatkan dari diskusi-diskusi panjangku bersama rekan-rekan di ruangan kampus ini.
Memang teoritis.. tapi aku optimis bahwa memang inilah yang kucari.
Dan aku optimis, bahwa keindahan aksara ilmu yang kudapatkan akan kucurahkan sedemikian penuh tidak hanya untukku tapi demi orang-orang sekitarku, lingkunganku, bumiku.. dan agamaku.

Mungkin individu yang lain, punya hal yang berbeda lagi…
Diimana zaal batu-nya.. plan A-nya tidak berjalan dengan semestinya… dan ia harus cepat mengambil langkah plan b. mungkin bagiku, I told to everybody… I want it.. and I have my own way to get it..

Dan hal-hal yang menggairahkanku.. adalah to reach it. Of course I have the others target..
Tetapi ini menjadi sesuatu yang menantang diriku.., pekerjaan besar yang akan mengantarkanku ke pekerjaan besar lainnya.

Coco Chanel baru memulai usaha topi khas-nya di usianya yang ke 27. Tapi siap ayang tahu fashion, pasti gakmungkin gak kenal dia..

Madonna baru terjun ke dunia entertainment di usianya yang ke 26. Who is the diva? Bagaimanapun kontreversialnya dirinya.. she knows what she is doing and she is a strong women.

Kakaknya temenku (seorang penyiar radio terkenal di Indonesia ) memulai karirinya sebagai penyiar radio di usianya ke 30. Walaupun temenku bilang, kakaknya hanya lulusan D1 lho…dan aku menikmati suaranya di setiap sore

Seorang nenek (dengan rambut putih keriting disasak, lipstick merah, dia selalu duduk di bangku paling depan ketika perkuliahan. Bawaannya banyak, kertas-kertas, buku-buku dan alat perekam. Mulutnya selalu komat-kamit menyambut pertanyaan-pertanyaan dari dosen.. walau kadang bener kadang ngawur, toh dia tidak peduli.., kami memanggilnya mami.. heboh, rame, menyenangkan.. dan dia berhasil diwisuda menjadi sarjana psikologi di usianya ke 67.

Bang Andrea Hirata yang selalu menginspirasi.. dia tak ganteng, tak kaya,
Dan ia terkenal juga di usia yang tak lagi muda.. ,menulis telah mengubah dirinya.

Sebagai individu dewasa.. pilihan akan selalu hadir.. enak enak. Enak tidak enak. Tidak enak enak. Tidak enak tidak enak..
Pilihan adalah milik kita.
Jalan orang memang beda-beda.
Dan saat itu kita baru percaya bahwa setiap jalan akan selalu menghadirkan pelajaran untuk kita lebih baik dalam memandang hidup..
Dalam pikiran, rasa dan tingkah laku..

Nunu..
tengah malam lagi.
masih bersiap tuk baca Gardner lagi.
^_^

semangat, kerja keras.. dan dedikasi memang tidak pernah bisa tergantikan.

Sabtu, 07 Mei 2011

Tiga Generasi Tiga Cinta


Aku ingat malam itu. Malam ketika ku harus menjaga nenekku di ruang ICU rumah sakit di Belitung Timur. Nenekku tersayang satu-satunya nenek yang kupunyai, terbaring koma di satu bangsal di ruangan itu. Selang-selang pernafasan, infus, tabung oksigen, suara mesin menjadi temanku saat itu. Sesekali mesin yang memonitor tekanan darah, supplai oksigen, suhu dan lain-lain ini berbunyi nyaring. Mengindikasikan bahwa salah satu dari besaran yang diukurnya berada diatas normal. Suara nafas beliau kadang parau, menandakan adanya lendir yang menumpuk di paru-parunya. Nafasnya terdengar keras menghentak namun sesekali terdengar nafas yang lembut. Stroke yang menyerangnya benar-benar melumpuhkan seluruh sistem dari tubuhnya. Kesadarannya turun dengan drastis. Kakinya dingin, lengannya dingin, semua di ruangan itu dingin. Sesekali tangannya bergerak mencekram tanganku. Sesekali kakinya juga menghentak.

Kadang, ia seperti tampak mengerti apa yang kuucapkan. Ia tampak bergumam bila aku katakan ” Nenek cepat sembuh ya, nanti kita jalan-jalan ke Pantai Punai, aku janji setelah lulus aku akan pulang nek, aku akan pulang.....”. Kuhabiskan malam itu, dengan banyak berdo’a, banyak membaca surat yang sampai hafal diingat. Surat Yasin dan Arrahman. Membaca Surat ini, semakin dalam, semakin membuatku mengisak tangis. Aku ingat segala dosa-dosaku padanya. Aku ingat betapa aku sering kali membuatnya menangis. Aku ingat bahwa aku sering kali tidak melakukan apa yang disuruhnya. Aku terisak, dan berjanji kuat dalam hatiku.. ” Nek.. cepatlah pulih, aku janji aku takkan melakukan lagi apa yang dulu pernah kulakukan. Aku akan jadi cucumu yang manis.. aku janji, nek.. aku Mohon Ya Allah, Kumohon angkatlah kesulitan ini . hanya Kepada-Mu, aku memohon Maha Kuasa ”. Suaraku mengaji sudah parau, ku kadang menghentikan bacaanku, karena dadaku seperti membuncah. Tangisku tumpah, ku hanya terus berdoa terus berdoa dan terus berdoa. Tak ada lagi yang bisa kulakukan.. tak ada, Hanya Pada-Nya, Tuhanku yang Menghidupkan dan Mematikan ku bisa mengadu.


Ku cium pipinya, bau tubuhnya sangat khas. Memandang wajahnya, wajah keriputnya, dagunya yang tetap tirus, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, alisnya yang segaris, helai rambutnya yang memutih, kulit tangannya yang keriput, ruas-ruas jarinya, kulitnya yang melegam. Ada satu butir air mata yang turun dari matanya. Seakan ia turut sedih dengan kesedihanku. Seakan dia merasakan kegelisahanku. Atau seakan, dia berpesan padaku ” Nina Cucuku, tak usahlah kau menangis ”.
Malam yang lama sekali, lama kupatut-patut wajahnya. Kemudian, aku berpikir, apa yang terjadi dalam komanya itu. Apakah ada seperti tawar menawar, apakah dia akan terus hidup atau menghabiskan perjalanan hidupnya di dunia ini. Apa yang terjadi dalam tidurnya... , adakah malaikat menghampirinya dan membisikkan sesuatu pada telinganya karena Aku seperti merasa kehadiran sesuatu yang lain di ruangan itu. Aku merasakan, seperti Maut datang mendekat, dan semakin mendekat. Ruangan ini dingin, temaram, dan hening.


Lalu kuingat seorang guru ngaji pernah berkata padaku, bahwa jika Allah sayang pada seorang hamba-Nya, maka Allah akan mengambil nyawanya dengan sangat pelan hingga ia tak merasa sakit. Tapi, bila seseorang itu dimurkai oleh-Nya, maka pastinya Malaikat Maut pun akan dengan kasar mengambil nyawanya. Lalu doaku kemudian menjadi .. ” Ya Allah Tuhanku yang Maha Kuasa, jika Kau ingin memanggilnya, aku mohon, ambil nyawanya dengan lembut.. , ampunilah dosanya, ampunilah dosanya, dan berikanlah dia tempat yang indah baginya untuk menunggu keluarganya, aku, ibuku, ayahku, adikku kembali pada-Mu dan kita berkumpul dalam kehidupan yang nyata... kehidupan Akhirat , aku mohon kabulkanlah doaku. Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Ghofur ya Hakim Ya Khaliq. Amien ya Rabbal Alamin”.


Malam yang lama sekali, satu persatu video kenangan bersama beliau seperti terputar di mataku. Aku adalah cucu pertama dari hanya dua cucu yang dimilikinya. Ibuku tersisa dari empat anak yang dilahirkannya tapi meninggal semua. Tak ada seorang pun yang lebih dicintainya melainkan aku dan adikku. Sejak kecil, aku sering dimanja olehnya. Aku tidur bersamanya, dipangku olehnya, ditimang-timang walaupun aku sudah besar. Hanyalah aku cucunya yang sering dibawanya kemana-mana, ditunjukkannya agar orang-orang mencubit pipiku. Ia senang membelikanku boneka atau mainan lainnya. Boneka yang masih disimpannya di lemarinya hingga akhir hayatnya. Waktu ku kecil, kami sekeluarga sering berkendara motor sejauh 90 Km setiap akhir pekan agar dapat menikmati liburan di rumahnya, di pelosok pedalaman Belitong. Ia tak pernah marah, walaupun bajuku kotor sehabis main katapel dengan teman-teman lelaki di pekuburan samping rumah.

Ia sering kali bercerita tentang kehebatan usaha kakekku dahulu. Kakek yang tak sempat kulihat. Pulau-pulau yang dimilikinya, luasnya kebun kelapanya, ribuan butir kelapa yang dikupasnya setiap hari, dagangannya dan sebagainya. Ia bercerita tentang jalinan kerabat dalam keluarga-keluarga besar kami. Ia sering bercerita tentang mitos-mitos yang dipercayai suku melayu pedalaman seperti kami. Ia jago berpantun, pantun khas para melayu belitong. Ia senang berjalan kaki ke rumah kerabat yang jaraknya berkilo-kilo untuk hanya sekedar ngobrol.Makanan favoritnya hanya dua, gangan ikan dan opor ayam. Ia tak pernah bosan dengan makanan ini. Ia senang dibuatkan teh manis yang manis gulanya terasa pekat sekali. Ia juga senang makan telor ayam kampung rebus dan ngemil kue rintak atau semprong. Ku ingat, ketika lebaran kemarin, ku masih sempat minta stok kue rintaknya untuk ku bawa ke jakarta. ia sudah tak bisa melihat dengan jelas, kalau berjalan, kami harus memapahnya. Ia senang menyusun barang-barangnya dan menyimpannya rapih di kamarnya. Ia tak suka meminjamkan barangnya. Ia senang menyimpan emas dan uang di bawah kasurnya sampai uang itu tak lagi laku. ia senang sekali jalan-jalan dengan mobil, bila terdengar olehnya kami hendak jalan-jalan, pastinya ia sudah mempersiapkan bekalnya . bahkan ia sempat ingin menjual rumah dan tanahnya, agar ia bisa membeli mobil untuknya jalan-jalan, walaupun kami tak mengizinkan. Ia senang meminyaki rambutnya dan waktu ku kecil, ia juga sering meminyaki rambutku dengan kelapa tua. mengusap-usap rambutku sampai aku tertidur di dalam ayunan sarung yang digantungkan di langit-langit rumah tuanya.

Ia sering mengajakku mandi di ”aik arongan” , semacam telaga yang tak jauh dari rumah agar akubisa senang main air sepuasnya. Ia memang cukup malas sholat, kadang aku sedih bila ia tak juga beranjak untuk sholat bila adzan terdengar. Mungkin, karena tak cukup bekal agama sejak kecil, yang membuatnya tak mengerti dengan kewajiban sholat. Kadang aku mengingatkan, tapi yach.. itulah nenekku.. walaupun begitu, sesungguhnya nenekku orang yang baik.. baik dengan caranya yang unik.
menurut ibuku, menjelang stroke menyerangnya, ada perubahan dalam sikapnya. Biasanya, ia selalu buang muka bila kami mendengarkan tilawah atau siaran langsung sholat subuh dari Mekkah di TV kabel kami. Membuat kami kadang berpikir, mungkinkah nenekku ini punya ”sesuatu” yang dipasang di tubuhnya yang membuatnya begitu tak tertarik dengan Agama. Walaupun ternyata tidak benar. Beberapa hari sebelum stroke , ia sering kali melihat TV yang memutar lantunan Ayat Al-Qur’an. Ia seringkali melamun. Mungkinkah itu pertanda..

Bila ada teman lelakiku yang datang, ia sering kali melongok ke ruang tamu, untuk menanyakan siapa tamuku itu, tinggal dimana, anak siapa, dan terus-terus begitu. Dengan ekspresi yang lucu dan mau tahu, ia tak jua beranjak masuk kekamarnya dan meninggalkanku. Tapi begitulah nenekku..
Sebagaimana lazimnya para nenek di dunia, beliau ini termasuk nenek dengan tingkat cerewet yang lumayan kronis. Bila disuruhnya aku ke pasar untuk membeli minyak kemiri, haruslah saat itu juga. Bila belum bergerak juga, akan terus menerus diingatkannya. Hal ini, sering membuatku jengkel, dan sering kali aku sengaja mengulur-ngulur untuk membuatnya mengomel.

Nenekku punya hubungan yang tidak harmonis dengan ibuku. Kadang aku menangkap kesan bahwa mereka ini bermasalah dengan mengungkapkan rasa sayang. Ibuku merasa kalau sejak kecil dia tak pernah disayang olehnya. Sedangkan nenekku selalu tampak sedih karena dia merasa tak diperlakukan sebagaimana seorang ibu. Kadang aku malah berpikir, apa iya ibuku memang anak nenekku bila mereka sedang tak akur. Tapi tak ada yang bisa membantah aliran genetik diantara kami. aku malah melihat, ibuku mirip sekali dengan nenekku. Mirip dengan keras kepala, keteguhannya, impulsivitasnya, kekolerisannya, dominansinya, persuasinya, bakat dagangnya, dan banyak hal-hal lainnya. Aku melihat ibuku mirip dengan ibunya, dan aku mirip dengan ibuku. Jadi, aku pun mengikuti sifat mereka. Sama-sama keras kepala, impulsif, moody, perfeksionis namun kadang kami bisa lembut, sensitif dan menyayangi.

Kami adalah perempuan-perempuan melayu yang memiliki keyakinan akan dirinya. Kami adalah Pejuang. Pejuang sesuai zamannya masing-masing. Kami hidup dengan nilai-nilai yang unik. Yang kemudian, memberikan makna dari kehidupan kami di setiap zamannya. Memberikan arti dari seorang Zakiah binti Thalib, Husnawati binti Usman dan juga Nina Kreasih binti H. Sulaiman.Tiga Generasi, Tiga perempuan, Tiga Cinta, Tiga Zaman, dan Tiga Harapan. Yang kemudian, bergerak menuju generasi-generasi berikutnya yang menjadi tugasku berikutnya. Mengalirkan kembali alur genetik kami, nilai-nilai keluarga kami, cinta, harapan, dan kehidupan yang memaknai dalam setiap episodenya.
Kini perempuan berdarah Melayu, berperanakan Cina dan Belanda ini telah tiada. Kamis, 27 Oktober 2009, selepas Adzan Ashar, Ia kembali pada-Nya, pada sang Penciptanya di usia 79 tahun. Dengan Senyum yang terukir di wajah keriputnya. Ia tampak tenang sekali.. tampak tenang dan damai. Alhamdulillah.. Doaku dan doa ibuku dikabulkan-Nya agar ia dipermudah dalam diambil nyawa pada waktu selepas Azan Ashar, sehabis kami sholat berjamaah.


Tak ada lagi seorang yang bertugas membuat ketupat setiap lebaran. Tak ada lagi seorang wartawan yang gemar mencari informasi dari setiap tamu yang datang. Tak ada lagi perempuan yang bertubuh tinggi, berhidung mancung, yang cantik di zamannya itu. Tak ada lagi seorang yang akan pura-pura ” menjebik” bila melihat masakanku, tapi kemudian membuka tudung meja makan untuk mencicipi. Tak ada lagi seorang yang mengomel-ngomel kalau aku bilang aku tidak akan pulang lagi ke Belitong ketika aku sedang ngambek dengan ibuku. Tak ada lagi seorang yang bisa ibuku, adikku dan aku ajak berantem setiap harinya karena sering malas untuk sholat. Tak ada lagi sang dagu lancip itu, yang sering bersungut-sungut menyuruhku tidur tiap malamnya. Tak ada lagi suara dahak dari sang mantan perokok berat.

Tak ada lagi usapan di punggung dan bahuku dan menyuruhku agar kembali pulang ke rumah. Tak ada lagi yang menunjukkan foto kakekku dan omku yang meninggal muda pada setiap orang baru yang datang ke rumah. tak ada lagi yang uring-uringan kalau ibuku meninggalkan rumah dan menguncinya sendirian di rumah. Tak ada lagi yang bawel mengingatkanku untuk segera menyudahi masa lajangku, karena ia ingin segera punya cicit dan dipanggil ” Datuk”. Tak ada lagi teh manis pekat itu.. Tak ada opor ayam.. tak ada Gangan ikan.. tak ada telor ayam kampung rebus.. tak ada kue rintak.. tak ada Pantai Punai... untuk Nenekku yang aku sayangi. Tak ada lagi dia di kamarnya.. dan aku pasti akan merindukannya.. sangat merindukannya sampai ke tulang sampai ke jantung.

aku bersyukur, masih sempat berada disisinya di akhir hayatnya. Kutinggalkan semua urusan kuliah dan pekerjaanku di Jakarta. Karena hanya aku satu-satunya cucu perempuan kebanggannya. Cucunya yang dicintainya.
Hanya Do’a yang hadir dalam setiap lepas sholatku. Agar Ia diampuni dosanya oleh Allah SWT. Agar aku dan keluargaku diampuni dosanya olehnya. Agar ia dilepaskan dari siksa kubur. Dilapangkan kuburannya. Agar setiap amal dan perbuatannya diterima. Agar ia menunggu kami di tempat yang dijanjikan-Nya..Tempat yang dijanjikan-Nya... Amien. . Amien Ya Rabbal Alamin.
Subhanallah, Semua yang ada di Dunia, Dari-Nya, dan akan kembali pada-Nya.
Tuhanku . Ya Rahman.. Ya Rahim.



Nina Kreasih
( 1.30 pagi dan insomnia enggan beranjak dari malamku)

Jumat, 06 Mei 2011

Love me Completely



Ketika saya berusia 23 tahun dan (mungkin) lebih tidak bijaksana daripada sekarang, dan saya belum memiliki kekasih seperti yang dimiliki teman-teman, saya diperkenalkan dengan satu orang pria oleh seorang teman baik saya melalui telepon. Sebenarnya teman saya tidak terlalu mengenal sang pria ini dengan baik kecuali beberapa interaksi dalam beberapa kegiatan pekerjaan dan juga percakapan melalui telepon. Pada awalnya, percakapan kami hanya berkisar dengan pertukaran informasi-informasi yang biasa dalam perkenalan seperti apa pekerjaannya saat ini, usia, hobby, minat dan sebagainya.


Tetapi kemudian percakapan melalui telepon ini menjadi semakin intens setelah kami bertukar foto melalui email. Saya mengetahui bahwa ia cukup menarik dan memenuhi kriteria pria yang saya inginkan secara fisik dan ia juga menilai saya cukup menarik hanya dengan foto-foto saya yang terbaru. Saya berpikir, bila penampilannya semenarik dan segagah itu, pastilah dia orang yang menyenangkan. Dia juga berpikir bahwa bila gadis ini yang memiliki suara lemah lembut, sopan, dan mudah diajak berbicara, juga pastilah gadis yang menyenangkan. Selain itu, dia benar-benar terpikat dengan foto-foto saya yang saya tahu bahwa hampir semua orang setuju bahwa saya adalah seorang yang cukup fotogenic. Saya memang beruntung dengan hal itu, tapi saya tidak pernah menyangka bahwa perkenalan dengannya akan memberikan saya satu pengalaman yang unik dan selalu saya kenang seumur hidup saya.

Teman saya tak banyak bercerita tentang sang pria ini, karena memang dia tak mengenalnya dengan baik kecuali mengetahui hal-hal sedikit seperti dia cukup perhatian, berasal dari suku yang sama dengan teman saya, seorang pekerja keras, cukup pintar, berwajah tampan dan bertubuh atletis dan aktif di beberapa organisasi. Tepat sekali dengan kriteria yang saya inginkan saat itu. Dengan keterbatasan pengetahuannya tentang pria ini, dia pun hanya bisa merekomandasikan bahwa bila saya bersama dengannya, saya akan merasa beruntung karena dia adalah lelaki yang sangat menarik dan sexy, titik. Itu saja, dan saya yang dibombardir dengan intensitas attachment via telepon, SMS, YM dan email, mulai merasa rona-rona merah di pipi. Insting dari peninggalan evolusi sebagai perempuan dengan jelas mengatakan bahwa Saya jatuh cinta.

Hormon-hormon jatuh cinta seperti Endorphin dan dophamin seperti coklat yang membuat saya selalu bersemangat bila bercerita tentang dia. Saya benar-benar jatuh cinta atau bisa dikatakan saya mengalami demam Virtual Love Romantic relationship.

Bila Tiffanny mengatakan “If Love is Blind”, maka saya benar-benar “ Blind”. Saya benar-benar mabuk dengan pujian-pujiannya, perhatiannya, kepribadiannya, cerita-ceritanya, dan sebagainya. Semua selalu tentang dia. Saya yakin bila otak saya di scan, maka dapat ditemuakan dua area dari otak yaitu dalam cerebral cortex, terdapat satu area berwarna pink yaitu pada media insula dan pada cingulate yang dikenal sebagai bagian yang bereaksi pada obat-obat yang memabukkan. Keaktifan dari area ini dengan warna pink-nya membangkitkan tiga jenis emosi di dalam otak yaitu passion, crazy, dan attachment. Emosi ini membangkitkan euforia dan bisa mengakibatkan obsesi. Dopamin, phenylethylamine, seretonin dan neropinepherin menyebabkan perasaan saya mencapai segalanya.

Semua orang tahu dengan jelas saat saya jatuh cinta ketika saya menerima telpon darinya dengan binar-binar, dan wajah yang sumringah, senyum yang selalu manis, dan aura hangat tampak dalam keseluruhan saya. Saya membayangkan ada didekatnya, menatapnya, mendengar suaranya, menyentuh kacamatanya, tersenyum untukknya dan berbicara banyak hal tentang kami di suatu sore indah di pesisir danau. Bila ada satu kalimat yang mengatakan bahwa ” wanita jatuh cinta melalui telinga, dan laki-laki melalui mata” maka hal itu memang benar saya rasakan. Dia jatuh cinta hanya pada foto saya yang unreal, dan tak lupa suara lirih mendayu-dayu yang tak sadar saya ciptakan untukknya. Ia berkesimpulan bahwa saya memang secantik seperti yang tampak di foto, selembut suara di telpon, semenyenangkan ketika berbicara. Ia membayangkan saya memiliki kepribadian yang sesuai seperti yang dia inginkan, manja, anggun, dependable, komunikatif dan mempercayainya dengan penuh. Kami memendam rindu yang terkemas dalam kegelisahan akan satu pertemuan. Pertemuan yang mau tak mau, cepat atau lambat pasti akan terjadi. Rindu itu semakin dalam, semakin resah, dan menyiksa.


Intensitas ini terus berlangsung sampai suatu saat saya sadar bahwa saya harus bertemu dengannya untuk merealisasikan bayangan-bayangan kami. Tak mungkin hubungan ini akan berlangsung terus menerus seperti ini. Saya sadar betul, bahwa saya bukanlah seorang yang cukup percaya diri dengan kata lain, saya memiliki harga diri yang rendah dalam memandang ketubuhan dan kemenarikan saya. saya telah mengalami beribu-ribu episode pelecehan terhadap tubuh ”montok” yang saya miliki dari orang-orang sekitar sejak kecil.saya mengalami apa yang disebut oleh psikolog sosial dengan Appereance anxiety ( kecemasan penampilan) yaitu saya merasa saya tidak cantik, saya adalah itik buruk rupa yang mengidamkan pangeran tampan dan semua orang setuju dengan hal tersebut.Saya memiliki tubuh yang berada diatas proporsional, dan ini membuat saya malu bila berjumpa dengannya. Saya tahu, ia pasti akan malu bila memiliki kekasih seperti saya. Saya tak melihat kesempurnaan dari diri saya dan saya ingin mengubahnya. Saya ingin tampak cantik, segar, modis, pintar, dan menyenangkan. Saya tahu saya harus merombak penuh penampilan saya. Saya pun mengambil keputusan bahwa saya harus menurunkan berat badan saya semaksimal dan seefisien mungkin agar bisa segera bertemu dengannya.

Langkah penurunan berat badan ini pun melibatkan banyak teman-teman disekitar saya. saya sangat keras dalam mendisiplinkan diri untuk olahraga di setiap pagi dan sore bahkan malam hari sehabis saya pulang mengajar. Saya terus berlatih untuk senam aerobik, latihan beban, lari, jalan cepat, sit-up bersama dengan teman-teman di kostan. Saya mengatur pola makan dengan mengurangi karbohidrat dan memperbanyak protein. Saya bahkan mengkonsumsi beberapa suplemen untuk membantu mencegah nafsu makan. Saya benar-benar terobsesi untuk menurunkan berat badan semaksimal mungkin hanya untuk satu hal. Pertemuan dengannya, di suatu Sabtu sore. Tujuan ini terus men-drive saya menjadi sangat fokus akan takut kehilangannya, dan saya tidak cukup akal sehat untuk berpikir bahwa diet ini bisa saja membahayakan tubuh. Tapi tidak terjadi keadaan yang membahayakan walau saya sudah diingatkan teman saya untuk tidak seekstrim itu. Endorphin jatuh cinta telah menutupi perasaan lapar menjadi kenyang dan membuat saya terus bergerak membakar kalori.

Setelah beberapa minggu, tibalah waktu saya untuk bertemu dengannya. Saya berpikir apakah pertemuan ini adalah keputusan yang tepat. Tapi teman saya mendorong saya, bahwa bila pria ini benar-benar jatuh cinta dengan saya pastilah dia akan menerima saya apa adanya diri saya. Saya berhasil menurunkan dengan cukup signifikan, dan saya membuat repot teman-teman dalam menyiapkan penampilan ke pertemuan itu. Saya dan teman-teman mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik kecuali saya terlambat datang ke pertemuan itu. Dan apa yang terjadi setelahnya..

Kami memang menghabiskan waktu bersama sepanjang sore, tapi tak banyak bicara seperti pembicaraan di telepon, tak ada kehangatan seperti yang kami bayangkan. Semua berjalan dengan baik sebenarnya, tapi kami menemukan bahwa kami tidaklah pasangan yang sesuai. kami merasakannya dari dalam hati kami, bahwa kami telah salah menilai satu sama lain. Sore itu, berakhir lebih awal dari perencanaan dan saya pulang dengan pertanyaan besar di kepala. Akankah hubungan kami dilanjutkan esok hari dan hari berikutnya?

Keesokan harinya, kecemasan saya menjadi kenyataan. Ia tak lagi menelpon saya, tak mengangkat telpon saya dan setelah beberapa lama saya mengetahui bahwa ia menginginkan hubungan kami diakhiri saja. Saya menghela nafas, dan jatuh dalam tangis yang kembali membuat saya mengurung diri di kamar. Saya merasa tertipu, dibuang, tak dihargai, dan benar-benar tak percaya bahwa saya mengalaminya. Tetapi kemudian dengan bantuan teman-teman, saya kemudian melihat pengalaman ini menjadi suatu yang dapat dipetik hikmahnya.

Saya menemukan bahwa lebih baik saya ditinggalkan oleh lelaki dangkal saat ini daripada di kemudian hari, setelah membangun hubungan jangka panjang dan komitmen ( pernikahan). Setelah bertahun-tahun melewatinya, saya masih saja tersenyum bila mengenangnya bersama dengan teman –teman yang ada bersama saat itu. Saya bisa menjelaskan segala sesuatu yang terjadi saat itu dengan teori-teori interpersonal yang saya pelajari di Psikologi. Secara keseluruhan , manfaat paling besar dari pengalaman ini adalah pelajaran bahwa ketika seseorang tampak menarik dan menyenangkan, hal itu bukan petunjuk yang baik bahwa orang tersebut benar-benar baik dan menyenangkan. Tak ada salahnya, menggunakan logika ketika jatuh cinta bukan?

Pengalaman ini mengubah total cara pandang saya mengenai tubuh saya dan saya masih optimis bahwa pria yang mencintai saya adalah pria yang mencintai lengkap dengan keseluruhan lemak dari tubuh saya, jerawat yang kadang muncul di wajah, kacamata saya, keyakinanku, diskusi-diskusi filosofis saya, sifat bossy dan moody saya, mimpiku untuk menjadi psikolog,gaya berbicara,gaya menulis, film-film, aroma vanilla, liverpool, pombom, tom hanks, teman-teman, keluarga, kucing, cangkir kopi, cara pandang saya tentang hidup,ketidak rapihan saya, kamar 3x3 ini, usia yang semakin bertambah,saat-saat menjadi pesimis dan sentimentil, kecemasanku, rencana-rencanaku, keperfeksionisanku, suara sopranku, masakanku, bahkan celotehan-celotehan cerewetku. Dan aku yakin, dia ada karena kami ada. Huffffffff......aku yang masih menunggu..dengan manis. Ah, Tuhanku aku tahu Kau tau aku menunggu.


Nina Kreasih ( bakal calon psikolog, insya Allah)
Diketik sore sebelum kuliah psikopatologi dan masih berpikir untuk ganti topik skripsi, tapi apa yaa...

Ide dari Baron& Bryne ( 2005). Social Psychology. Allyn & Bacon: New York

Kamis, 05 Mei 2011

P.O. S. I. T. I. V. E


Tengah malam, aku yang sedang bongkar-bongkar buku-buku catatanku kemudian menemukan satu buah buku catatan kesayanganku dengan cover satu cangkir kopi. Buku ini diikat dengan spiral dan hadiah dari seorang teman kostku yang sedang beruntung mendapatkan buku obralan yang seharusnya seharga 40 ribu rupiah dengan hanya 5 ribu rupiah saja. Buku dengan soft cover yang memasang satu buah puisi yang berjudul Coffe. Puisinya seperti ini;

Open Sky….Ocean Breeze
…Snow, Victorian house……Terrace, Flower.
Girl friend, Boyfriend and Midnight
All are going with Coffe.


Puisi yang bagus dan membuatku membayangkan diriku seakan berada diantara salju , dihalaman terbuka, malam hari, bersama teman-teman dan juga secangkir kopi krimmer hangat kesukaanku, tapi aku tidak akan bercerita tentang puisi ini. Aku akan bercerita mengenai apa yang kutuliskan di dalamnya 1 tahun yang lalu. Tentu saja, seperti layaknya buku catatan kuliah, buku ini banyak berisi tentang catatan-catatan selama perkuliahan dengan tinta warna-warni dan tulisan yang tidak rapih (semua orang setuju sepertinya kalau aku bukanlah orang yang rajin mencatat selama mendengarkan kuliah), deskripsi tugas-tugas yang harus kukerjakan, hal-hal yang harus kucapai dalam akademis (target nilai), outline paper, akuntansi keuanganku, rumus-rumus statistik, dan sedikit corat-coret mengenai apa yang kuinginkan dalam hidup.

Nah, hal terakhir inilah yang kemudian membuatku membacanya lagi dengan seksama. Aku bahkan sama sekali lupa telah menuliskannya. Aku menuliskan tentang hal-hal apa saja yang aku inginkan dalam beberapa aspek. Pada beberapa halaman, aku membaginya dalam dua bagian. Sisi kiri adalah Kontras, yaitu hal-hal yang menjadi kekuranganku,atau hal yang tidak aku miliki. Sedangkan sisi kanan, adalah hal-hal yang menjadi kelebihanku. Bedanya aku mengubah kata yang bermuatan negatif di sisi kiri menjadi kalimat yang positif di sisi kanan. Misalnya kata kaku menjadi ramah, hangat, dan komunikatif.


Terakhir yang aku tulis adalah mengenai keinginanku untuk membiarkan keinginan menjadi nyata. Aku menulis hal ini, Aku rasa ini bisa terjadi.

Pernyataan Kerelaan

Bulan ini, Ribuan Orang Menemukan Pasangan Idealnya.
Ribuan orang, berhasil menemukan Jodohnya pada Pertemuan Pertama
Hari ini, Detik ini, Ratusan Ribu Orang berhasil menjalin Hubungan Yang Membahagiakan.
Jutaan Orang menjalin Hubungan yang Ideal.
Setiap hari semakin banyak orang yang mendapatkan pasangan ideal.
Jutaan orang hari ini yang memutuskan untuk melamar pasangannya.
Jutaan orang hari ini yang memutuskan menerima pinangan pasangannya.
Jutaan orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama hari ini.
Jutaan orang yang bercinta pada jam ini.
Jutaan orang yang menggenggam erat tangan pasangannya.

Dan Hari ini, ribuan orang dengan segala keunikan yang dimilikinya, gendut atau kurus, hitam atau putih, jangkung atau pendek, ompong atau punya gigi, jerawatan atau pipinya mulus, bibir tebal atau tipis, berkacamata bahkan buta, invalid sampai status koma di ICU, botak atau gondrong, mancung atau pesek...., Mereka yang Dicintai dan Dipuja oleh Pasangannya...

Dan mengapa aku menulis tentang hal itu.
Karena aku percaya bahwa Pikiran yang positif dapat menarik hal yang positif. Sesuatu yang sedang dipersiapkan... segala sesuatu yang terjadi yang sesuai dengan keinginan kita. You Are What You Think..., begitulah kira-kira slogan yang sering saya kumandangkan kemana-mana. Kita tinggal meng-adjust frekuensi radio dari pikiran kita, dan Dunia akan bekerja sama untuk mewujudkan keinginan kita.


Bahkan aku sendiri masih terus dan terus belajar menjadi pribadi yang Learning Optimism setiap hari. Untukku yang memiliki kepribadian pencemas dan sedikit neurotik perlu usaha pembiasaan yang lebih dengan selalu bersama dengan komunitas yang juga mengajak kita untuk tersenyum.

Pesanku hari ini untuk teman-temanku yang kusayangi adalah Positive Thinking in Everywhere. Tidak akan terasa Sulit bila kita tidak berfikir ini akan sulit. Inspirasi datang ketika kita melihat dari skala kuantitas yang positive. Hari ini jutaan orang berubah menjadi lebih baik. Hari ini, jutaan orang menemukan cintanya. Hari ini, jutaan orang berbahagia dengan alasan yang berbeda-beda. Detik ini, ratusan juta orang tersenyum..., Dan aku dan kamu... adalah satu diantaranya..

Love is Around Us..,
Tersenyumlah..., dan Pikiranmu akan menjadi lebih sederhana
...

^_^


NOte yang dibuat saat aku lagi membenci saat2ku menjadi pesimis
Pesimis dalam beberapa pilihan dalam hidup..
Tetapi.. Hidup ternyata lebih indah, maka keindahan terselip diantara pilihan2 tersebut..
dan aku kembali tersenyum

Rabu, 04 Mei 2011

It's a Novel


Apa makna kata “novel” untuk anda? Pada beberapa orang, novel bisa dimaknai seperti film. Karena novel bisa menghadirkan fragmen-fragmen dalam pikiran mengikuti alur kisah yang diceritakan oleh penulis. Novel menghibur, menemani kesendirian, dan bisa menjadi topik diskusi yang hangat bersama teman. Sedangkan pada beberapa orang lain, novel malah bisa dimaknai sebagai bukan buku. Alih-alih menikmati novel, mereka bahkan bisa saja mencap orang yang membaca novel sebagai membuang-buang waktu dan senang dengan khayalan. Bagiku, topik mengenai makna “novel” kembali mengusikku sesaat sebelum menulis note ini. Karena dua pendapat yang berbeda ini, bisa saja dimiliki oleh orang-orang sekitar kita.

Satu orang teman pernah memandang heran kepada rak buku-ku yang selain diramaikan oleh teksbook psikologi juga dihiasi beberapa jenis novel dari bermacam genre. Satu orang teman yang lain malah mengungkapkan kalimat yang terkesan memandang novel sebagai khayalan dan bukan buku yang bermutu ketika aku menyusuri rak-rak novel di toko buku. Mungkin karena mereka tipe orang yang sangat empiris, mungkin karena mereka belum menemukan novel yang pas dengan kebutuhan dan seleranya atau malah mungkin mereka malas membaca dan buru-buru menarik kesimpulan.

Novel menghadirkan cerita dengan penokohannya. Membaca akan terasa mengasyikkan ketika kita disajikan dengan gaya cerita yang memikat dan mengajak kita untuk memutar film dalam kepala. Dengan alur yang hadir dalam barisan aksara itu, penulis yang baik akan menghadirkan ketegangan-ketegangan dan dialog-dialog yang membuat pembaca merasakan dan menangkap pesan yang ingin disampaikan. Banyak novel yang menuntut penulisnya untuk melakukan riset panjang sebelum dilahirkan. Banyak novel yang bukan fiktif bukan pula non-fiktif. Pembaca dibiarkan untuk mereka-reka garis tipis antara data factual dan imajinasi penulis. Mungkin benar, novel penuh dengan khayalan atau pernak-pernik imajinasi antah –berantah yang kadang sukar dilogika. Tapi novel, bisa jadi tak hanya sekedar khayalan ketika pembaca melekatkan makna “hidup” dalam tokoh-tokoh novel tersebut.

Stephanie Mayer memulai menulis Twilight, saat dalam kepalanya terlintas tentang percintaan manusia setengah vampire, seorang gadis biasa, dan manusia serigala. Saat ia menulis satu kata, satu kalimat, satu halaman, dan kemudian beratus-ratus halaman. Ia tak hendak ingin menulis satu novel. Ia hanya ingin menulis. Itu saja.
Saat Jane austeen menulis Pride & Prejudice, ia juga tak bermaksud menuliskan novel. Tak lazim perempuan menulis novel di zamannya. Ia hanya ingin menulis. Menulis tentang bagaimana perempuan mengendalikan hidupnya di zamannya. Dan cerita-cerita itu mengalir, karena ia melihat, mendengar, menyentuh, dan merasakan sendiri apa yang ingin disampaikannya sebagai perempuan lajang dengan praktik perjodohan yang kental dimasanya.

Pramoedya Ananta toer. Dialah maestro sastra indonesia yang berkali-kali dinominasikan nobel tapi tak pernah bisa memenangkannya sampai akhir hayatnya. Tetralogi pulau buru-nya begitu memukau, mengajak kita larut dalam kegelisahan sang Pribumi bernama Mingke dengan problematika kolonial yang sangat historical. Sang maestro sastra ini harus mendekam menerima penawanan tanpa persidangan karena sesuatu yang ditulisnya. Pastinya, bukan hanya sekedar tulisan tanpa makna

Saat Andrea Hirata menulis Laskar Pelangi, ia juga tak bermaksud menuliskan novel. Ia hanya ingin menuliskan kisahnya, kisah masa kecilnya dengan ungkapan terima kasih sedalam-dalamnya pada sang Ibunda guru dan teman-teman yang membawa jejak dalam sanubarinya. Dan siapapun yang membaca masterpiece dari si Ikal ini, tak mungkin tak akan tersenyum, kemudian tertawa, dan menangis. Cerita Ikal dan kesembilan temannya membuat pembaca terbang ke pulau Belitong, mengecap rasa menjadi seorang melayu, duduk di bangku reot dalam kelas SD Muhammadiyah di kota kecil bernama Gantong. Diingatkan dalam nilai kemuhamadiyahan yang mendasar tanpa kesan vulgar. Sangat nyata, sangat terasa seakan semua indra ikut serta membaca. Bang Andrea telah menyihir banyak orang yang tak suka novel menjadi mulai menyukai novel. Pun bang Andrea telah menyihir banyak orang yang tak suka membaca menjadi mulai membaca. Siapa yang peduli dengan 534 halamannya? Karena pesan yang ingin disampaikannya, begitu kuat, begitu dalam, mengakar, mencengkeram, menampar skema pesimisme dalam kepala, dan mengajak turut serta dalam keindahan warna dunia. Dan lagi-lagi buku ini bukanlah motivation book, atau self-improvement book, atau serial buku psikologi. It’s a novel. Just a novel!

Pada beberapa orang, membaca teks sejarah Indonesia sungguh sangat-sangat membosankan dan tidak menarik. Tapi hal ini tak akan dialaminya, bila ia merasakan bagaimana Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkari-nya bekerja keras menghalau pemberontakan Ra Kuti dan kawan-kawan, menyelamatkan Jayanegara dan mengokohkan kembali bendera Majapahit di Nusantara dalam novel Gajah Mada-nya Langit Kresna Hariadi. Atau ketika ia ikut dalam petualangan menelusuri gedung-gedung dengan simbolis Freemanson di Jacatra Secret. Istilah-istilah dan bahkan pengetahuan baru sangat bisa tersajikan dalam novel-novel ini.

Bahwa novel itu bercerita. Tak ada Kitab Suci di dunia yang tidak bercerita kurasa. Al-Qur’an sangat indah menceritakan kisah nabi Musa dan Harun, kisah Maryam, kisah nabi Yusuf dan Zulaikha, dan kisah-kisah lainnya. Dan dari cerita.. bukankah kita memetik suatu pelajaran? Bukankah kita mengambil kesimpulan? Bukankah kita menangkap pesan?

Aku pernah berseloroh “tak ada orang yang tak suka cerita”. Seorang anak bisa duduk manis mendengarkan sang kakek mendongeng tentang kisah buah mangga. Masih ingat kisah 1001 malam? Sang perempuan (S*****, aku lupa namanya) selalu mengakhiri ceritanya malam itu dengan ucapan “ceritanya akan kusambung esok hari” agar ia bisa mengulur waktu dihukum pancung oleh sang Sultan. Sang sultan selalu menunggu keesokan hari agar tahu kelanjutan ceritanya., begitu seterusnya.
Begitulah bercerita, begitulah mendengarkan cerita.

Begitulah makna dari novel. Begitulah makna dari membaca novel. Betapa dahsyatnya kekuatan kata!

Tentu saja, banyak juga bacaan yang tak bisa ditempatkan dalam waktu kita yang sibuk. Novel seperti apa yang buang-buang waktu, novel seperti apa yang picisan, menyajikan cerita mudah ditebak, dan tak ada satu apapun yang bisa dipetik di dalamnya. Atau novel seperti apa yang sayang sekali terlewatkan dan semestinya menjadi koleksi kita. Mengeneralisir bahwa membaca novel itu tidak berguna terkesan terburu-buru tanpa melihat dan memilah-milah sebelumnya. Novel, akan bermakna bila kita mengindrai maksud dari penulisnya. Novel tidak hanya sekedar novel bila ada jejak dalam hati kita, kemudian disarikan dalam pengetahuan dan tingkah laku. Karena kita tak hanya sekedar pembaca. Pembaca yang pintar dan berpikir tentu tahu bagaimana memaknai kata “novel” baginya.


Sabtu pagi jam 03.00
Pagi buta. Kuingat diskusi tengah malam tentang berbagai penulis mendadak selebriti di rumah kita.
Pagi ini, Aku sedang menulis novel dalam lembaran akademisku
Aroma Vanilla, Randy Crawford, blue t-shirt , Good time biscuit,
Dan mata yang belum sekejap-pun terpejam.
Sendiri.. Dan filosofiku masih tentang cinta seperti udara.

Selasa, 03 Mei 2011

Perjalanan Menuju Bandara (2003)



Suatu sore di Bulan July, 2003. Aku berada di dalam Damri dari Kp. Rambutan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Huffff, hari yang melelahkan sekali. Angkot 112 yang kutumpangi dari Depok menuju Kp.rambutan tak sanggup melawan kemacetan Jalan Raya Bogor. Sang sopir sudah bersungut-sungut saat aku berulang kali mengingatkannya, bahwa aku butuh buru-buru mencapai terminal. Mungkin, menurut dia, kalau mau enak dan cepat sampai ya .. naik taksi saja. Tapi aku tetap tidak perduli dengan sungutannya, dan berhasil merayunya untuk mencari jalan alternatif. Jalan yang berkelok-kelok dan pastinya tidak ada satu orang penumpangpun yang mau naik angkotnya selama dalam perjalanannya itu. tapi siapa yang perduli, yang kubutuhkan segera naik damri dan meluncur menuju bandara sesegera mungkin.

Aku tergopoh-gopoh memasuki terminal dan langsung menyerobot masuk pintu damri yang terbuka dan menghempaskan tubuhku di bangku biru beberapa baris dari kursi supir. Bawaanku tidak banyak, hanya satu buah ransel yang kupangku. Wajahku sangat-sangat lelah, sore yang panas, debu yang berterbangan, dan baju yang masih kupakai dari kemarin jelas membuat pemandangan wajahku tidak begitu manis dipandang. Gamis hijau, jilbab hijau suram, sepatu kets, dan pasti tanpa bedak, apalagi lipstik.

Baiklah, aku ceritakan dahulu mengapa aku menjadi sebegitu cerewetnya dengan supir angkot 112 tadi, mengapa aku tergopoh-gopoh masuk damri, mengapa aku hanya membawa satu ransel, dan mengapa aku memakai baju yang sama dari kemarin. Hal yang tak mungkin ku lakukan sepertinya kecuali ada hal ihwal penyebabnya.

Sebelum bercerita mengapa hal itu kulakukan, aku akan menceritakan Hari sebelum hari itu (14 Juli 2003). Karena mengetahui aku akan pulang, Ibuku berpesan agar aku membeli sayur mayur seperti brokoli, kacang kapri, baby corn, dan sayur mayur yang lain yang susah didapatkan di Belitung. Agar kami bisa menikmati cap-cay lezat buatan ibuku. Dengan uang seadanya, aku berangkat ke Goro (saat itu masih ada Goro di depok yang letaknya tak jauh dari terminal depok) bersama dengan Ani (sahabatku ). Kami berbelanja tak banyak, tapi juga tak memungkinkanku untuk memanggulnya sepanjang jalan. Setelah berbelanja sekitar pukul 14.00, kami pun pulang dulu ke kostanku. Aku kemudian berkemas-kemas, dan kemudian kami berdua tidur karena kecapekan. Kami baru terbangun jam 16.00, dan langsung gubrak-gubrug mengemasi koper dan segera mencari taxi. Semua orang pasti setuju, kalau kostanku itu letaknya sangat jauh dari jalan raya. Harus jalan kaki menuju jalan raya, kemudian menjemput taxi. Mencari taxi saja susah dan lama, karena bareng dengan jam pulang kantor. Aku baru dapat taxi jam 16.30, dan langsung menitahkan sang supir untuk tancap gas menuju bandara.


Cerita kemudian berlanjut, supir taxi yang kutumpangi ini ternyata kawan, tak tahu arah jalan menuju bandara. Huaaaah, seketika paniklah aku. Ia supir baru dan mobil yang ia bawa ini, mobil temannya. Duh, walaupun sudah tinggal beberapa tahun di Jakarta, aku juga tak paham jalan-jalan Jakarta. Dia berusaha menenangkan, kemudian mulai mencoba mencari-cari plang arah dan memutuskan melewati tol cawang. Celaka dua belas, ternyata jalan bebas hambatan itu dipenuhi oleh mobil-mobil yang riuh dengan klaksonnya. Aku benar-benar sangat cemas, bolak-balik melihat jam dan mengira-ngira apakah aku masih bisa mengejar pesawat jam 19.00, yang berarti tinggal 1 jam lagi.

Ia mencoba untuk menenangkanku, dan berusaha untuk melajukan taxinya. Tetapi jalan yang dipilihnya, ternyata memang tidak mengizinkan kami untuk mempercepat langkah. aku baru melangkahkan diri ke terminal IIA, dan membayar 150 ribu untuk jasa supir yang mengantarkanku pada pukul 19.05. aku tarik kereta, meletakkan tas-tasku dan berlari menuju pintu bandara. Bandara mulai sepi, aku langsung masuk ke terminal keberangkatan dan menuju meja customer service Merpati Air. Dengan wajah memelas, aku bertanya kepada customer service, apakah pesawat menuju tanjung Pandan telah take-off. Ia tampak terkejut ketika melihat ada satu perempuan yang ngos-ngosan dan kemudian ia berkata ” sebentar ya mba, saya check dulu” , ia kemudian meraih handy talkie dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu dan berkata ” oh..sudah ya.. , hmm, ngomong sama penumpangnya saja ya ”,

lalu ia menyerahkan padaku dan berkata ” nih, pilotnya mba...”, kuraih handy talkie itu dan berkata ” udah take off ya pak?”, lelaki diseberang menjawab dengan ramah” duh, maaf ya mba’, kita sedang jalan mau take off nich, gak mungkin balik lagi mba, gimana ya mba”, aku lunglai, dan kemudian lirih berkata ” iya deh, gak papa ,pak, makasih ya pak”. Dan kuberikan lagi handy talkie itu pada mba’ customer service. Dengan tatapan bingung, aku berkata ” duh gimana ya, hangus gak sih?”, ” gak koq mba, masih bisa, tapi untuk penerbangan besok malam, mba datang lagi. Tiket masih sama, barang-barang mba’ ditaruh disini aja.., jadi mba tinggal datang aja, gimana mba” ujar mba CS itu menenangkan. Aku mengangguk dan kemudian menyerahkan barang-barangku kepadanya kecuali ranselku.

Dan kemudian aku menjadi bingung, kalau aku menginap di bandara ini, sendiri. Aku tidak berani. Tapi mau pulang, aku cuman punya uang sisa 20 ribu rupiah. Duuuh Gusti, apa yang harus kulakukan. Setelah berpikir-pikir, aku rasa uangnya cukup sampai rumah si Ani. Naik damri 10 ribu, ongkos angkot menuju rumah ani 5 ribu, dan aku harus telepon ke rumah via wartel. Terus ongkos dari rumah ani ke bandara gimana ya? Aku fikir-fikir lagi.., ya sudah pinjam aja sama Ani, dia kan temanku yang baik dan mengerti teman dari rantau seperti aku ini. Kemudian, aku lanjutkan rencanaku itu. telepon ke rumah dan bikin ibuku ngomel-ngomel dulu atas keteledoranku. Dan sesampainya di rumah Ani, dia yang mengira aku sudah sampai belitung, kemudian terkaget-kaget ketika aku tiba-tiba nyelonong masuk kamarnya pas dia lagi tidur. Dia fikir, dia sedang mimpi atau melihat setan pakai kerudung masuk kamarnya tanpa permisi.

Dan malam itu, akhirnya aku menginap di rumah Ani. Esoknya, karena pesawat dijadwalkan di waktu yang sama ( 19.00), aku kemudian menemani Ani ke kampus dulu.masih dengan baju yang sama dari kemarin. Di kampus, wajahku sudah cemberut saja karena mood lagi jelek gara-gara ketinggalan pesawat. Setiap teman menyapa, aku balas dengan ” apa seeh?”.

setelah mengutarakan maksud peminjaman uang pada Ani, aku berhasil meminjam 50 ribu rupiah. Jumlah yang cukup untuk mengantarkanku sampai rumah. Naik Damri 10 ribu, angkot 5 ribu, airport tax masih 15 ribu sepertinya, untungnya, aku dijemput dari bandara tanjung pandan ke rumah jadi lumayan irit 30 ribu. Karena tak mau terlambat lagi, aku langsung buru-buru pamit berangkat. Pukul 15.00, dari depok menuju kp. Rambutan.

Aku sampai ke damri Kp. Rambutan pukul 16.00, dan berpikir wah, mumpung ada waktu untuk istirahat sepertinya, aku mulai memejam-mejamkan mata tapi tak bisa tertidur juga. Dan damri mulai berjalan. Di daerah jalan baru, damri berhenti dan masuklah satu lelaki berusia mungkin 40-an, kurus, sawo matang, dengan kumis tipis, dan wajah yang ramah. Ia membawa dua tas dan diletakkan didekat supir. Sebenarnya bangku kosong masih banyak tapi Dia kemudian duduk di sebelahku, tersenyum dan menyapa ramah. ” Neng...” katanya , ” iya pak” balasku juga sambil mencoba bersikap sopan walaupun aku bukan orang yang senang berkenalan di jalan. Ia mungkin merasa aku menerima tawaran percakapan ” mau kemana, neng?”, dalam hatiku berkata ” yach, ini damri pak.. ya mau ke bandara donk pak, masak mau ke bogor”, tapi aku masih mau bersikap sopan ” ke bandara pak”,
Kemudian ia berkata ” wah, sama dong neng, saya juga mau ke bandara ”
Aku mengangguk tanda setuju. Kami terdiam lagi, dan aku mencoba mengalihkan mata pada jendela.
Kemudian tiba-tiba ditengah renunganku itu, ia memecah keheningan kami dengan berkata:
” hmm.. emang neng mau kemana??? Mau ke Arab ya neng, sama dong neng sama saya”
Dan seketika aku kaget... dong..dong..dong..

Dalam hati aku mendumel ” book, gue disangka TKI.., ada tampang ya.. duh.. huhuhuhuhu, gak rela..gak rela...” kemudian aku memasang raut wajah bingung dan berkata “ duh, bapak tau dari mana?”
“ neng pake jilbab, bawaannya gak banyak, biasanya TKI gitu, iya kan neng ya.. nanti bareng sama saya aja jalannya. Saya di Riyadh jadi sopir.., neng dimana” serobotnya tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk menjelaskan siapa aku..
Aku kemudian meringis tertawa kecil dan berkata “ aah, bapak., o gitu ya pak. Biasanya TKI gayanya kayak gini ya pak? Hehehehe, baru tau saya. Ya sudah saya ganti gaya aja deh lain kali hehehe..”
“ nah...lho, lantas neng kemana dong”

” pulang kampung pak.. kampung saya di Bangka Belitung. Hehehe.. saya Mahasiswa, pak... kerja juga ngajar-ngajar” ujarku meluruskan.
Dia kemudian termangu karena ternyata tebakannya salah. Ia kemudian melanjutkan percakapan kami ” oooh, mahasiswa ya neng... itu yang di ciputat itu ya neng.. apa itu.. Institut agama islam negeri itu ya.. terus neng juga ngajar ngaji ya neng.. iya ya..?” ujarnya masih dengan kepolosan dan berhasil membuatku geregetan.
Dalam hati aku masih mendumel ” lhaaaa... udah gue dibilang TKI, masih dibilang mahasiswi IAIN pulakkk... ngajar ngaji lagiiii, gak tau dia kalo gue ngajar ngaji kayak apa murid gue diajarin guru kayak gini. huaaaaaaa, beneran, deh.. nich orang gak salah liat apa ya.. atau memang gayaku pas ma apa yang sudah dia fikirkan tentang penampilan para guru ngaji dan mahasiswi IAIN itu ”..
Aku kemudian tersenyum dan tertawa kecil... ” wah bapak ini, tukang nebak-nebak orang ternyata ya pak..., heheheh..” senyumku kecut tidak enak.

Ia pun merasa tebakannya kali ini masih salah dan berkata ” lho, biasanya saya tau perempuan pake jilbab itu kalo gak dari pesantren atau ngajar ngaji gitu neng. Terus neng kuliah dimana sebenarnya ?”dengan ekspresi masih ingin tahu aja.
Aku agak salah tingkah tapi karena ditodong harus jawab ” hmm.. anu kampus yang di depok itu pak ”
Bapak itu menimpali ” wah pinter berarti neng ini ya..”
Dalam hati aku tertawa dan berpikir apa dia tahu kalau di depok itu ada tiga kampus. UI, Gunadarma dan BSI. Mana dia tahu aku masuk yang mana, hehehe.
” terus kalo gak ngajar ngaji ngajar apa dong neng” tanyanya masih ingin tahu aja.
” oh.. itu pak . fisika dan matematika.. IPA buat anak SMA. Gitu pak” jawabku spontan.
” wah.. bagus itu.. , wah kalau dekat saya pasti minta neng ajarin anak saya yang STM biar bisa masuk kuliah mesti pintar fisika dan matematika itu” cerita sang bapak.

Dan kemudian kami bercakap-cakap sepanjang perjalanan Rambutan menuju Bandara. Dan kemudian aku baru tahu, bahwa ia merupakan TKI illegal. Ia memiliki 4 anak dan 1 istri dan orangtua yang harus dibiayainya di Tasikmalaya. Ia bercerita tentang semangatnya yang kuat untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi agar tidak bernasib sama sepertinya yang harus mengadu nasib di negeri orang.

Hari itu, aku mendapatkan inspirasi dari satu orang lelaki separuh baya yang tahu bahwa dirinya tidak boleh menyerah dengan keadaan. Marah pada negeri ini yang tidak memberikan pekerjaan layak untuknya tidak dapat menjadi alasan. Ia harus rela menukar kebahagiaannya menyaksikan tumbuh kembang anaknya, agar anaknya bangga bahwa ayahnya telah mengantarkannya lepas dari kemiskinan dengan pendidikan. Ia harus rela menapaki malam-malam panas di Arab dan menahan rindu pada tangis dan tawa anak-anaknya. Real demi real yang dikirimnya memberi arti bagi keberlangsungan keluarganya. Walau ia tahu, ia harus berhadapan dengan tentara Raja yang terkenal keras pada TKI illegal. Dalam celotehan ringannya tentang keluarga, keinginan, suka dan citanya selama menjadi TKI, tiba-tiba.. aku rindu Ayahku.

Aku tahu ayahku ditengah panas terik matahari pulau Timah itu, ia berjalan dari gudang ke gudang, mengatur pengiriman ekspor timah hingga larut malam,menjaga kapal pengirim sampai ke bangka. Ia harus berkendara motor 15 km bolak-balik kota Gantung- Manggar . Mata tajamnya kadang memerah karena sering berhadapan dengan debu timah, rambut ikalnya mulai memutih, kulitnya yang selalu legam, tangan yang kokoh, seragam biru maskapai timah kebanggannya tempatnya mengabdi lebih dari 32 tahun, tapi bibirnya selalu manis berucap ” Nin.., selamat berjuang!!” dan ia selalu mengingatkanku sholat tepat waktu dan menghafal surat-surat dalam Al-Qur’an.

ia yang selalu tak pernah terlambat mengirimkan jerih payahnya untukku bertahan hidup di Jakarta. Aku kemudian tertunduk bila ingat, ibuku selalu menyiapkan bekal untuk makan siang ayahku, tapi aku dengan mudahnya makan di restoran fast food terkenal dan menghambur-hamburkan uang kirimannya dalam seminggu dan sekarat dalam tiga minggu selanjutnya.
Aku selalu senang berdiskusi dengannya, pengetahuannya luas walau kau tak pernah tahu bahwa ia hanya lulusan SMA yang gemar membaca dan mengorbankan mimpinya untuk kuliah demi adik-adiknya. Aku baru sadar, aku begitu mirip dengannya, mirip dalam tatapan mata bulat, alis dan tutur bahasa, mirip dalam analitis dan mimpi-mimpi tuk melihat dunia, mirip dalam diam dan minat-minat yang tidak biasa. Tapi aku tak pernah menjadi se-Kreatif ayahku.. tak pernah serapih dan seorganisir ayahku.. tak pernah se-Sabar dan se-arif ayahku..., seberapa kerasnya aku mencoba..

Bila Andrea selalu bangga dengan ayahnya H. Said Seman Harun sebagai Ayah nomor Satu di Dunia. Aku pun dengan sangat Bangga mengatakan pada semua orang, bahwa ayahku adalah Ayah Juara Satu Seluruh Dunia. tidak ada ayah yang sehebat ayahku. Dan tiba-tiba airmataku meleleh.. aku rindu ayahku lebih dari yang kau tau. Nafasku sesak.
Sang bapak disampingku tiba-tiba menghentikan ceritanya ” neng.. kenapa nangis?”
” oh gak pak..gak pa pa...,saya cuman kangen rumah ” jawabku mengusap airmataku.
” o h,, bentar lagi pulang kan?”. aku mengangguk dan membuang wajah ke jendela.

kami akhirnya harus berpisah di bandara. setelah berpamitan, aku bergegas melangkahkan kakiku menuju penerbangan ini. Sesampainya di rumah.. kupeluk ayahku dan kucium tangan dan pipinya dengan lembut.
Aaah.. betapa beruntungnya aku.. , I will always be your little girl, ayah.. I’ll always be.Tidakkah aku bersyukur memiliki ayah juara satu seperti dia.
Dan malam di Manggar menjadi nyanyian rasa sayangku yang tak bertepi pada ayahku.


Depok, 24 April 2010, 7 tahun dari pengalaman ini. diselesaikan pukul 02.50.
Untuk para gadis yang merindukan ayahnya.
Dedicated for My Great Father..., H. Sulaiman bin H. Ahmad Abu Bakar bin H. Ali (beginilah para melayu menuliskan gelarnya)