“ lereng- lereng bukit yang tak teratur tampat seperti berjatuhan, puncaknya seakan berguling ditelan langit sebelah barat. Bentuknya laksana pita kuning dan merah tua. Pegunungan tinggi yang tak terbentuk itu lalu terurai menjadi bukit-bukit hijau dan lembah-lembah nan luas. Di dasar lembah sungai berliku-liku diantara pepohonan. Rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu yang kukuh dan berwarna kelabu bak pulau di tengah ladang yang diusahakan. Ladang itu terbentang seperti tanjung yang hijau cerah di atas lereng bukit. Di pekarangan, taman bunga mawar dan asparagus tumbuh menjadi pohon yang tinggi. Buah persik , buah pir, buah ceri, buah prem, bergelantungan diatas tembok selatan, berebut tempat dengan bunga-bunga mawar yang tumbuh liar..”
*in a journey to find myself
until
….I am stunned. Overwhelmed with dejavu from seeing this charming
village. I feel like I am already familiar with rooster-carved village
gate, with stone benches, with arrays of daffodil and astuaria flowers.
I am as though passing through a time tunnel and thrown away to
imaginary land that has been long settled inside my heart.
I asked the driver to stop and bursted out of the bus. Thousands
of memory fragments on this beautiful place for tens of years suddenly
synthesized before my eyes, so lovely.
To a passerby woman I asked,”Madam, can you please tell me the name of this place?”
She looked at me calmly then answered.
“Sure lof, it’s Edensor….”
Hirata, Andrea (2007) Edensor.
gambar
http://wahyuinqatar.wordpress.com/2012/07/27/sure-lof-its-edensor/
berharap suatu hari, menjejakkan kaki kesana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar