Minggu, 18 September 2011
(Actually) What a man want from a women?
Tulisan ini diinspirasi dari satu bahasan dalam Feminisme : Sebuah Kata Hati yang ditulis oleh Gadis Arivia (2006). Pertanyaan tentang apa yang sebenarnya diinginkan laki-laki dari perempuan, merupakan pertanyaan yang menarik bagiku. Bila ditanyakan kepada laki-laki, apa yang mereka benar-benar idamkan dari seorang perempuan, maka sebagian besar dari mereka akan menjawab bahwa mereka mencari kecantikan lahiriah. Well, bisa dilihat ketika menonton salah satu reality show berjudul “ Take me Out”, para lelaki mengajukan kriteria kekasih dengan atribut-atribut fisik. Tapi tidak hanya lelaki, perempuan pun juga seperti itu (di reality show ini).
Studi di US menunjukkan bahwa selama lebih dari 50 tahun, pria masih menjawab hal ini. Kecantikan lahiriah seperti wajah cantik, manis dan tubuh yang sexy menjadi indikator dari kemenarikan seorang perempuan. Gadis Arivia (2006) juga menyebutkan satu riset pada tahun 1996 di 13 negara yang menunjukkan bahwa laki-laki menyukai perempuan yang memiliki payudara montok yang seimbang dengan bentuk tubuhnya, bibir yang penuh, mata besar, pinggang yang ramping, yang menyerupai gitar spanyol.
Perempuan yang menarik versi laki-laki inginkan ini, memiliki bobot tidak terlalu gemuk dan terlalu skinny. Sebagian besar laki-laki memilih perempuan yang berlekuk indah dengan bokong yang bulat. Pada beberapa budaya, definisi kecantikan versi yang ini memiliki pengecualian, seperti pada suku di Azande di Sudan timur. Mereka menyukai perempuan yang bertubuh subur, bahkan mereka malah melakukan praktik untuk membuat perempuan gemuk sesuai dengan definisi cantik yang mereka yakiini.
Bila diamati, pertanyaan tentang apa yang diinginkan laki-laki ini tentu saja dibentuk atas dasar tirani. Definisi kecantikan yang berubah-ubah sepanjang zaman ini, didefinisikan pada kebutuhan laki-laki terhadap nilai seksualitas perempuan. Tetapi perempuan (selalu) menyetujui apapun kecantikan yang didefinisikan oleh laki-laki. Dengan sadar atau tidak sadar, mereka pun berbondong-bondong mengikuti trend setter mode terbaru. Entah apakah tren itu sesuai dengan dirinya, pada kenyataannya, begitu banyak perempuan yang menjadi korban definisi kecantikan versi ini. Belum lagi, kasus gangguan makan seperti bulimia dan anorexia yang membahayakan dirinya disebabkan oleh bagaimana sistem nilai kecantikan versi yang diinginkan laki-laki.
Pertanyaan mengapa perempuan harus menerima perlakuan ini? Mengapa perempuan harus rela berbaring di meja operasi plastik, mengikuti diet ekstrim yang berbahaya, mengecat rambutnya dengan warna pirang, menyuntikkan botox di atas alis, meminum berbagai obat-obatan pencahar perut, memutihkan atau mencoklatkan kulitnya? Mengapa sebagai perempuan, ia harus selalu menyetujui dijadikan objek seks laki-laki? Bila laki-laki yang disukainya menyukai perempuan dengan tungkai kaki jenjang, ia kemudian mengutuk Tuhan yang memberinya tubuh mungi. Bila suaminya kemudian berselingkuh dengan perempuan lain yang lebih muda dan lebih langsing, ia kemudian mati-matian datang ke dokter kulit untuk mengencangkan kulitnya dan mengikuti diet ekstrim yang membahayakan kesehatannya.
Pertanyaannya adalah apakah hanya laki-laki yang memiliki fantasi? Tentu saja, secara lahiriah, setiap perempuan memiliki fantasi tentang laki-laki yang menarik versi setiap individu. Tetapi studi mengemukakan bahwa ketika perempuan ditanyakan tentang apa yang mereka inginkan dari laki-laki, maka mereka akan selalu menjawab variabel-variabel pribadi seperti penghargaan, ketulusan, dicintai, dimengerti. Tentu saja, hal ini kontras dengan apa yang diingikan laki-laki dari perempuan seperti yang disebutkan diatas. Dimana hal-hal tersebut terkait dengan peciptaan fantasi-fantasi seksualnya.
Mengapa pula seorang Fauzi Bowo malah menyalahkan perempuan yang berok mini sebagai pengundang syahwat laki-laki.. , sehingga tidak heran bagi masyarakat, sering kali didapati, pandangan “ooww..pantas dia digerayangi, bajunya kayak gitu sih”. Seakan bahwa seorang perempuanlah yang pengundang lelaki untuk berfantasi.padahal toh, sebenarnya setiap individu memiliki kontrol yang bisa disetelel baik dan buruknya. Tidak hanya satu faktor rok mini yang menjadi objek seksualitas pria berpikir mesum.
Dalam kehidupan nyata, seorang laki-laki mengemukakan alasan mengapa ia menikahi seorang wanita dengan rule inner beauty yang dibuatnya.
Variabel-variabel pribadi seperti baik hati, ramah, disukai teman dan keluarganya, pintar mengelola rumah tangga adalah variabel yang tidak bisa dilepaskan dari kriteria yang diinginkan laki-laki dalam memilih pasangannya. Tetapi, tetap saja laki-laki yang belum menikah ataupun yang sudah menikah, akan terus menerus menciptakan fantasi-fantasi seksualnya. Sehingga, benar seperti yang dikatakan orang bahwa laki-laki menyukai tiga hal yaitu Harta, Tahta dan Wanita. Coba tengok beberapa kasus perselingkuhan suami yang berdasarkan kejadian bahwa kedudukannya, harta yang dimilikinya, dan perempuan yang jatuh pada pelukannya.
Ada yang dengan bangga memamerkan hal ini ke permukaan, ada juga yang menutupnya rapat-rapat lalu berlaku bermuka dua dengan membungkusnya melalui atribut-atribut keagamaan.sum
Hai..tentu saja ini tidak bisa digeneralisasi sedemikian rupa. Setiap individu memiliki kontrol terhadap pilihan yang dibuatnya. Freud mungkin benar, bahwa Id yang mendrive sering kali menyulitkan ego untuk meredamnya. Tetapi kita memiliki super ego, yang mestinya ditanamkan kedalam hati dan bukan sekedar paksaan. Setiap individu juga memiliki kriteria unik dalam fantasinya. Tinggal penempatannya saja yang harus mengikuti apa yang dikatakan oleh superego.
Seperti yang kukatakan diatas..
Every human has control.
Apakah menahan diri??
Ataukah melepaskan?
Apa yang diinginkan laki-laki pada perempuan??
Mari kita bicara..tidak pada kebohongan.
sumber
Arivia, Gadis (2006) Feminisme sebuah kata hati. Kompas Gramedia Jakarta
sumber foto
howtomakeaguyfallinlovewithyou.net
Senin, 12 September 2011
Kamu, aku dan Kita
Akhirnya, ada kamu dalam hari-hariku. ada aku dalam hari-harimu. Dan kita memutuskan untuk tidak jatuh dalam cinta. Karena bukan jatuh yang kita inginkan, aku berkata aku ingin mengadakan cintaku untukmu. Kamu berkata aku ingin menerbangkan sayap cintamu padaku. Sayap yang terbang ke duniaku dan duniamu. Melenggang di angkasa raya, mengepakkan angin rindu. Terus mengepakkan sayapnya, dan mendarat pada dermaga biru kita. lantas kita bicara tentang kita, bukan lagi tentang aku dan kamu. Aku yang me-Mu dan kau yang me-ku.
Sayangku, bolehkah aku terangkan sedikit tentang arti kamu di diriku?
kamu adalah perasaan yang hangat di pipi merahku. Kamu adalah bintang yang berkedip jenaka di malam sepiku. Kamu adalah jalan pikiran yang melurus dan membelokkanku. Mendebarkan dan menegakkan adrenalinku. Kamu adalah jejak yang kupijak di tanah lempung basah. Kamu adalah penantian panjangku. Lelaki yang kutunggu pada suatu kursi di dermaga biru. Pada senja-senja yang jingga, dan cakrawala menyentuh bisiknya pada tepi dunia. Penantian yang dingin, sehingga aku perlu sweater magenta dan rok rajut hijau pupusku. Aku pun mengusir dingin, dengan menyeruput kopi krimmer hangat dan sepotong coklat. Kemudian menyilangkan kakiku erat-erat. Kadang embun menemaniku walau matahari hampir pergi. Dan aku masih berusaha mengusir pergi waktu yang mengusik, dengan membaca Benny and Mice. Tertawa sebentar.. lantas kemudian menangis karena aku ingat kamu. Mengapa kamu lama sekali menjemputku??
Tahukah kamu, Stok Benny and Mice-ku sudah berkali-kali kubaca, dan aku menoleh pada bunda Bulan yang menggelengkan awannya kepadaku. Menyuruhku segera pulang. Kadang aku pulang agar ibuku tak memarahiku, kemudian esok hari aku kembali lagi. Esok hari aku kembali duduk di kursi putih di dermaga biru itu..., hari-hari dimana aku tak lupa memulaskan blush-on warna tembaga di tulang pipi dan lipstik cherry bite ke bibir tipisku, siap-siap dengan senyum termanisku. agar aku selalu siap cantik saat kamu tiba-tiba datang menjemputku.
Dan suatu hari itu, ... kamu datang. Sebuah kapal tak besar dan tak kecil merapat di dermaga ini. Kapal pertama yang merapat, yang membutuhkan jangkar untuk mengokohkan. Kamu turun dari kapal itu, menghadirkan senyum khasmu, dan bunga crissant di pelukanmu. Lantas, melebarkan pandangan ke penjuru arah. Matamu melebar menyempit. Mungkin, aku terhalang oleh cahaya senja. Tapi aku melihat jelas alismu. Aaah... kamu mencari aku!!!!!! Tahukah kamu, saat itu, aku ingin berlari memelukmu. Aku ingin menenggelamkan kepalaku dalam dadamu. Andai, ego-ku berkata, baiklah akan kulakukan. Tapi tak kulakukan. Aku hanya duduk terpaku di kursi itu. Dengan coklat cadbury yang hampir melesak ke mulutku... aku terdiam. Hanya memandangmu lekat-lekat. Apakah kamu berjalan mendekat?? Dan ya.... kamu mendekatiku. 10 meter dari tepi dermaga. 9 meter. 8 meter. 7 meter..... 30 cm... dari ujung hidungku. Aku tak percaya..ada kamu, dengan rambut ikalmu, berdiri di hadapanku. Aiiih..Cupid pasti tidak sedang ngantuk dan melesatkan panah asmaranya ke aku. Tapi iya... ada kilau di matamu. Kamu memang mencari aku.. memang kamu. Seketika rencana penyambutanmu, yang sudah kupersiapkan sejak lama, seperti dihapus oleh angin. Burung-burung gereja menertawaiku dari pucuk tiang listrik. Mungkin, dia heran, koq aku bisa-bisanya diam setelah penantian panjangku.
Satu hal yang aku suka, kamu datang.... masih dengan topi base ball mu, t-shirt dan jeans sekenamu. Yayyyy... aku suka gayamu. Kamu tepat seperti di bayanganku. Tapi tanpa kacamata ataupun topeng muka. Aah, tak apa, toh, kamu bukan tuxedo bertopeng nya Sailormoon atau rudolfonya Little Missy. Kamu, 30 cm di hadapan hidungku. Rambut ikal, dan kulit yang sedikit terbakar. Dan bayangan yang mengikutimu, mengangguk kepadaku. Lantas, kita tercekat. Menahan sesak, rindu yang dalam. Dan kamu membuka percakapan. Sebutir air mata tanpa izin meleleh di pipi gembilku. Dan kamu, berkata “ Hai.. apa kabar?”. Aku masih diam. Aku pikir aku masih bermimpi tentang kamu dari kasur tempat tidurku. Mencubit sedikit tanganku. tapi ternyata kamu ada. Aku pun tersenyum.... manis.. hangat... dan santun, seperti layaknya putri yang menanti pangeran. “ hmm.. oh.. ya.. hmm.. ba..ik” . Memiringkan kepalaku, lalu kemudian kemballi duduk di bangku dermaga itu. Tanpa dipersilahkan duduk, kamu pun duduk 30 cm dari posisiku. Meletakkan wajahmu di depan wajahku. Memandangku lekat-lekat. Aku pun menjatuhkan wajah pada kaki. Tahukah kamu... aku malu , tauuuu??
aku hampir saja menutup wajahku dengan telapak tanganku. tapi kamu buru-buru dengan beraninya menyentukku ujung jarimu pada daguku. sekali lagi aku tersenyum. Malu.
kemudian menatap kedalaman matamu. mencari-cari. siapa kamu...???
Tapi..oh.. sayangku, mengapa ku lihat ada bekas luka di wajahmu. Kusentuh lukamu..dan kamu meringis.. menahan pedih. Seketika aku tahu...betapa panjang perjalanan dan betapa sulit untukmu menggapaiku. Mungkinkah kamu harus mengarungi samudera dan mendaki gunung untuk bertemu denganku?? Ataukah kamu bertarung dengan naga raksasa dengan api yang menyembur??? Atau mungkin kamu harus singgah pada suatu dermaga lain, berpikir untuk menetap disana untuk selamanya, tapi kemudian, ternyata dermaga itu terkoyak oleh suatu badai?? Mungkin saja.. dan kamu memutuskan untuk pergi dari dermaga itu, membiarkan sakit itu diobati oleh waktu, dan masih mencoba mencariku.
akhirnya.. hari itu.. aku mengenalmu. Membiarkan kamu masuk dalam duniaku. Menamaimu dengan satu kata yang membuatku malu-malu.. Baiklah, bagaimana bila aku memanggilmu “Kekasih”. Kamu dan aku mengangguk setuju. Jari-jari kita pun berkhianat pada superego dan pesan ibuku.., hari itu, aku membiarkanmu mengenggam jemariku. Seakan kamu tak akan membiarkanku pergi dari dirimu. Lantas, kita duduk bersama di kursi putih dermaga biru itu tadi. Alih-alih bicara tentang perjalananmu dan penantianku. Kita bicara tentang satu tempat dimana kita bertemu dalam mimpi. Satu tempat dimana aku tak melihat bekas lukamu, dan aku mengenakan gaun berenda merah muda silver dan hiasan baby breath di kepala. Satu tempat, dimana sinar matahari selalu hangat, dan bunda bulan selalu penuh. Dan kita berdua duduk pada ayunan, dan menyantap roti bakar selai nanas dan menyeruput kopi hitam. Oh.. aku menamakannya dengan kata yang dicari orang seluruh dunia. Namanya Bahagia.
Pada awalnya, aku masih tidak bisa mencerna mengapa aku memegang rinduku erat-erat kemudian melepaskannya jauh-jauh untuk mendarat di kulit wajahmu. Aku masih tidak bisa mengemukakan rasa dalam bahasa logika, karena kamu seperti diluar rasio terdalam. Intuisiku terbelah, antara menafikkan dogma dan mengagungkan rupa kebebasan. Tapi kamu, dengan ketujuh rupa kasih sayangmu, meluruhkanku. Tapi kamu, dengan sapaan lembut di telingaku, menggelitikku. Aku sedang enggan berdebat dengan waktu, tentang siapa kamu. Tak peduli, dengan cerita masa lalu, aku dan kamu, menautkan jemari, dan berlari menuju bukit. Bukit dimana tak ada satu orangpun yang mengintip dan menertawakan bahasa aneh kita. Tak ada Masa Lalu...., yang menjerat masa depan. Hanya ada rencana dibalik rencana... rencana teraneh dan terburuk sekalipun, berada di bawah meja. Meja usang yang disulap menjadi kemegahan. Dan kita berunding tentang berapa banyak bintang yang akan kita tabur di langit rumah kita.
Aku dan kamu masih berjalan...
Diatas tanah air negeri kita.
Sayangku.. bolehkah aku tidur dengan ada kamu disampingku???
Tentu saja.. kamu harus menggenggam tangan ayahku dahulu...
^_^
Nina
waiting for the Big day..
dan kepercayaanku bahwa Cinta seperti Udara.
Sayangku, bolehkah aku terangkan sedikit tentang arti kamu di diriku?
kamu adalah perasaan yang hangat di pipi merahku. Kamu adalah bintang yang berkedip jenaka di malam sepiku. Kamu adalah jalan pikiran yang melurus dan membelokkanku. Mendebarkan dan menegakkan adrenalinku. Kamu adalah jejak yang kupijak di tanah lempung basah. Kamu adalah penantian panjangku. Lelaki yang kutunggu pada suatu kursi di dermaga biru. Pada senja-senja yang jingga, dan cakrawala menyentuh bisiknya pada tepi dunia. Penantian yang dingin, sehingga aku perlu sweater magenta dan rok rajut hijau pupusku. Aku pun mengusir dingin, dengan menyeruput kopi krimmer hangat dan sepotong coklat. Kemudian menyilangkan kakiku erat-erat. Kadang embun menemaniku walau matahari hampir pergi. Dan aku masih berusaha mengusir pergi waktu yang mengusik, dengan membaca Benny and Mice. Tertawa sebentar.. lantas kemudian menangis karena aku ingat kamu. Mengapa kamu lama sekali menjemputku??
Tahukah kamu, Stok Benny and Mice-ku sudah berkali-kali kubaca, dan aku menoleh pada bunda Bulan yang menggelengkan awannya kepadaku. Menyuruhku segera pulang. Kadang aku pulang agar ibuku tak memarahiku, kemudian esok hari aku kembali lagi. Esok hari aku kembali duduk di kursi putih di dermaga biru itu..., hari-hari dimana aku tak lupa memulaskan blush-on warna tembaga di tulang pipi dan lipstik cherry bite ke bibir tipisku, siap-siap dengan senyum termanisku. agar aku selalu siap cantik saat kamu tiba-tiba datang menjemputku.
Dan suatu hari itu, ... kamu datang. Sebuah kapal tak besar dan tak kecil merapat di dermaga ini. Kapal pertama yang merapat, yang membutuhkan jangkar untuk mengokohkan. Kamu turun dari kapal itu, menghadirkan senyum khasmu, dan bunga crissant di pelukanmu. Lantas, melebarkan pandangan ke penjuru arah. Matamu melebar menyempit. Mungkin, aku terhalang oleh cahaya senja. Tapi aku melihat jelas alismu. Aaah... kamu mencari aku!!!!!! Tahukah kamu, saat itu, aku ingin berlari memelukmu. Aku ingin menenggelamkan kepalaku dalam dadamu. Andai, ego-ku berkata, baiklah akan kulakukan. Tapi tak kulakukan. Aku hanya duduk terpaku di kursi itu. Dengan coklat cadbury yang hampir melesak ke mulutku... aku terdiam. Hanya memandangmu lekat-lekat. Apakah kamu berjalan mendekat?? Dan ya.... kamu mendekatiku. 10 meter dari tepi dermaga. 9 meter. 8 meter. 7 meter..... 30 cm... dari ujung hidungku. Aku tak percaya..ada kamu, dengan rambut ikalmu, berdiri di hadapanku. Aiiih..Cupid pasti tidak sedang ngantuk dan melesatkan panah asmaranya ke aku. Tapi iya... ada kilau di matamu. Kamu memang mencari aku.. memang kamu. Seketika rencana penyambutanmu, yang sudah kupersiapkan sejak lama, seperti dihapus oleh angin. Burung-burung gereja menertawaiku dari pucuk tiang listrik. Mungkin, dia heran, koq aku bisa-bisanya diam setelah penantian panjangku.
Satu hal yang aku suka, kamu datang.... masih dengan topi base ball mu, t-shirt dan jeans sekenamu. Yayyyy... aku suka gayamu. Kamu tepat seperti di bayanganku. Tapi tanpa kacamata ataupun topeng muka. Aah, tak apa, toh, kamu bukan tuxedo bertopeng nya Sailormoon atau rudolfonya Little Missy. Kamu, 30 cm di hadapan hidungku. Rambut ikal, dan kulit yang sedikit terbakar. Dan bayangan yang mengikutimu, mengangguk kepadaku. Lantas, kita tercekat. Menahan sesak, rindu yang dalam. Dan kamu membuka percakapan. Sebutir air mata tanpa izin meleleh di pipi gembilku. Dan kamu, berkata “ Hai.. apa kabar?”. Aku masih diam. Aku pikir aku masih bermimpi tentang kamu dari kasur tempat tidurku. Mencubit sedikit tanganku. tapi ternyata kamu ada. Aku pun tersenyum.... manis.. hangat... dan santun, seperti layaknya putri yang menanti pangeran. “ hmm.. oh.. ya.. hmm.. ba..ik” . Memiringkan kepalaku, lalu kemudian kemballi duduk di bangku dermaga itu. Tanpa dipersilahkan duduk, kamu pun duduk 30 cm dari posisiku. Meletakkan wajahmu di depan wajahku. Memandangku lekat-lekat. Aku pun menjatuhkan wajah pada kaki. Tahukah kamu... aku malu , tauuuu??
aku hampir saja menutup wajahku dengan telapak tanganku. tapi kamu buru-buru dengan beraninya menyentukku ujung jarimu pada daguku. sekali lagi aku tersenyum. Malu.
kemudian menatap kedalaman matamu. mencari-cari. siapa kamu...???
Tapi..oh.. sayangku, mengapa ku lihat ada bekas luka di wajahmu. Kusentuh lukamu..dan kamu meringis.. menahan pedih. Seketika aku tahu...betapa panjang perjalanan dan betapa sulit untukmu menggapaiku. Mungkinkah kamu harus mengarungi samudera dan mendaki gunung untuk bertemu denganku?? Ataukah kamu bertarung dengan naga raksasa dengan api yang menyembur??? Atau mungkin kamu harus singgah pada suatu dermaga lain, berpikir untuk menetap disana untuk selamanya, tapi kemudian, ternyata dermaga itu terkoyak oleh suatu badai?? Mungkin saja.. dan kamu memutuskan untuk pergi dari dermaga itu, membiarkan sakit itu diobati oleh waktu, dan masih mencoba mencariku.
akhirnya.. hari itu.. aku mengenalmu. Membiarkan kamu masuk dalam duniaku. Menamaimu dengan satu kata yang membuatku malu-malu.. Baiklah, bagaimana bila aku memanggilmu “Kekasih”. Kamu dan aku mengangguk setuju. Jari-jari kita pun berkhianat pada superego dan pesan ibuku.., hari itu, aku membiarkanmu mengenggam jemariku. Seakan kamu tak akan membiarkanku pergi dari dirimu. Lantas, kita duduk bersama di kursi putih dermaga biru itu tadi. Alih-alih bicara tentang perjalananmu dan penantianku. Kita bicara tentang satu tempat dimana kita bertemu dalam mimpi. Satu tempat dimana aku tak melihat bekas lukamu, dan aku mengenakan gaun berenda merah muda silver dan hiasan baby breath di kepala. Satu tempat, dimana sinar matahari selalu hangat, dan bunda bulan selalu penuh. Dan kita berdua duduk pada ayunan, dan menyantap roti bakar selai nanas dan menyeruput kopi hitam. Oh.. aku menamakannya dengan kata yang dicari orang seluruh dunia. Namanya Bahagia.
Pada awalnya, aku masih tidak bisa mencerna mengapa aku memegang rinduku erat-erat kemudian melepaskannya jauh-jauh untuk mendarat di kulit wajahmu. Aku masih tidak bisa mengemukakan rasa dalam bahasa logika, karena kamu seperti diluar rasio terdalam. Intuisiku terbelah, antara menafikkan dogma dan mengagungkan rupa kebebasan. Tapi kamu, dengan ketujuh rupa kasih sayangmu, meluruhkanku. Tapi kamu, dengan sapaan lembut di telingaku, menggelitikku. Aku sedang enggan berdebat dengan waktu, tentang siapa kamu. Tak peduli, dengan cerita masa lalu, aku dan kamu, menautkan jemari, dan berlari menuju bukit. Bukit dimana tak ada satu orangpun yang mengintip dan menertawakan bahasa aneh kita. Tak ada Masa Lalu...., yang menjerat masa depan. Hanya ada rencana dibalik rencana... rencana teraneh dan terburuk sekalipun, berada di bawah meja. Meja usang yang disulap menjadi kemegahan. Dan kita berunding tentang berapa banyak bintang yang akan kita tabur di langit rumah kita.
Aku dan kamu masih berjalan...
Diatas tanah air negeri kita.
Sayangku.. bolehkah aku tidur dengan ada kamu disampingku???
Tentu saja.. kamu harus menggenggam tangan ayahku dahulu...
^_^
Nina
waiting for the Big day..
dan kepercayaanku bahwa Cinta seperti Udara.
Jumat, 02 September 2011
Not a Simple Life
Tengah malam. Cuaca sungguh sangat terik walau malam akan beranjak pergi. Ku terjaga dari mimpi yang buruk. Beranjak dari tempat tidur dan kemudian menyalakan tivi. Menikmati Glee di Star World tapi tak memasuki Edisi Madonna-nya para Gleers. Membuka laptop dan berbicara sendiri. Apa yang ingin kutulis hari ini? Lalu kuteringat pada situasi mimpi beberapa menit tadi. Aku seperti merasakan kepedihan dalam perutku. Mimpi yang sungguh amat buruk.
Mimpi yang bercerita tentang sisi gelap manusia. tentang sisi hitam yang memutih dan sisi putih yang menghitam. Tentang shadow yang mengikuti manusia melangkah, tentang bentuk-bentuk dari topeng yang dikenakan manusia, tentang id, ego dan super ego, tentang rasa sakit ditinggalkan dan rasa senang yang dilepaskan. Mimpi ini sungguh simbolik dan membuatku sadar bahwa aku harus menyampaikan pada waktu. Seperti pesan dari alam bawah sadar yang mengangkatnya ke permukaan gunung es kesadaran. Aku tahu, ada sesuatu dalam tanda. tanda yang hidup dan berbicara pada kita.
Hidup adalah menghidupkan rangkaian episode yang dihadirkan oleh waktu. Kita lahir, kemudian dibesarkan, kemudian sekolah, kemudian bekerja, memadu kasih, dan kemudian menikah, memiliki anak, membesarkan anak-anak, memiliki benda-benda, memiliki penghargaan, kemudian pensiun, dan yang terakhir adalah mati. Life’s clock yang semestinya ada dalam hidup manusia. tapi tidak semua manusia, bisa melalui life’s clock yang semestinya kata superego ada dalam hidup manusia. Kita lihat, yang pasti kita dianugerahi satu roh untuk hidup di dunia ini.
Ada yang hidup, tapi tidak dibesarkan oleh orang tua. Ada yang tidak disekolahkan, tapi tetap hidup. Ada yang bernasib, tidak memiliki indra sempurna, tapi tetap bekerja. Tapi ada juga yang memiliki indra sempurna, tetapi tidak bekerja. Ada yang tidak menikah, dengan berbagai alasan, ada yang memutuskan tidak menikah dengan berbagai alasan. Namun ada juga yang menikah, dengan beribu alasan. Ada yang menikah, tapi kemudian mengkhianati pernikahannya. Ada yang dihianati dan memutuskan tetap meneruskan pernikahan. ada yang memiliki banyak hal, tapi tidak bahagia. . Ada juga yang memiliki sedikit benda, tapi selalu tersenyum setiap paginya. Setiap manusia memiliki jalannya sendiri-sendiri. Gelap dan terang.. terang kemudian gelap, begitulah jalan-jalan kehidupan. Tak ada papan nama yang terpampang, tak ada juga tempat untuk berteduh dan bertanya. Berjalan , terjerembab, tertatih, merangkak, berlari, semua mengarah pada satu arah. Setiap kita berjalan dengan kaki sendiri, dan mencapai finish sendiri.
Lalu pertanyaanku masih tentang mimpiku mengarah pada satu pertanyaan. Tentang hubungan horizontal dan vertikal. Apakah kebahagiaan yang kita cari? Lalu pantaskah kita mengatasnamakan kebahagiaan pribadi diatas hal-hal yang telah kita dapatkan tapi tidak kita harapkan? Pantaskah kita tidak bersyukur pada segala sesuatu yang kita butuhkan tapi tidak kita inginkan?
Aku pun kemudian merenungi satu surat pendek dalam Al-Qur’an. Bahwa sesungguhnya manusia sungguh dalam keadaan merugi. Demi waktu yang terpacu, bahkan kebohongan-pun tak bisa melakukan sesuatu pada waktu. Kita terus hidup dalam pengandaian yang direkam untuk membohongi cermin, kita pun hidup dalam perangkap topeng yang dikenakan ketika berhadapan dengan orang-orang. Orang-orang yang “Perlu” untuk mengetahui bahwa kita “baik-baik” di dalam topeng itu.
Kadang sandiwara seakan semakin membuat tergelak, ketika topeng tak ditempatkan pada suasana yang tepat. Suatu ketika, si fulan mengenakan topeng badut dalam upacara kematian. Atau suatu ketika si fulanah mengenakan topeng berduka pada hari raya. Sandiwara juga membuat hatiku teriris, ketika mengetahui akhir dari suatu kisah tidak selalu bahagia. Bahwa cinderella selalu menanti pangerannya menjemputnya ke istananya, bahkan ketika sepatu kacanya menghiasi kaki keriputnya, dan gaun indahnya tak lagi membuatnya bersinar seperti putri. Bahwa seorang ibu, tak selalu menemukan anaknya yang hilang dalam medan perang. Ataukah seorang gadis yang dikhianati kekasihnya, dan kemudian (tanpa logika) , ia memutuskan mengakhiri hidupnya. Seperti kata sang pengarah gaya, dunia kadang memang tidak adil.
Ada cinta yang tidak selalu berawal dengan pernikahan. tapi ada pernikahan yang tidak selalu diakhiri oleh cinta. Ada egoisme yang meluluh lantakkan segala yang dia telah punya. Ada komunikasi yang sulit, tapi memaknai cinta. Ada komunikasi yang mudah, tetapi menafikkan ketulusan cinta. Setiap kita bertanya, mengapa harus aku yang mengalaminya? Mengapa harus aku, bukan dia? Mengapa harus kami bukan kalian? Mengapa harus .... terjadi, Tuhanku?
Bertanya dan terus bertanya, pada beberapa orang malah mempertaruhkan keyakinan. Pada beberapa orang lain, mengeratkan keyakinan.
Dan penyesalan selalu terletak di akhir. Tak pernah di awal cerita. Suatu set ending yang mudah diduga. Tapi jarang sekali, orang menyadarinya. Mereka biarkan saja, id menjalar ke aliran darah dan membisiki daun telinga, atau bahkan super ego yang menudungi kepala dan membuat perisai sedemikian tebal. Si Ego hanya terdiam, tertunduk... kemudian memutar perasaan dan otak untuk mengalihkan kebohongan pada cermin. Menyusun kata palsu pada pena, pada kamera, pada audiensi yang bertepuk menggema.
Lalu apa yang ingin kuceritakan malam ini, kawan?
Tentang kejujuran.
Tentang keselarasan.
Pikiran, perasaan, dan tingkah laku.
Tentang kebahagiaan yang dicari-cari dalam saku celana.
Tentang kebersyukuran
Tentang rasa cinta pada Sang Maha Kuasa yang Maha Pemberi Cinta.
Tentang harapan dan Kemungkinan
Tentang pergi atau tetap tinggal
Tentang rasa sakit, tersakiti, dan menyakiti.
Tentang angka. Tentang logika.
Tentang Pencarian Makna
Tentang perjalanan dan arti dari kata “memberi dan menerima”
Kawan, bila bagaimana kita menjalani hidup adalah sebuah variabel. Variabel memang tidak selalu dikotomi antara 1 dan 0. Dan takdir adalah konstanta. Maka persamaan matematis kehidupan , akan selalu sama dengan nol. Itulah awal dari hidup kita, dan akhir dari hidup kita.
Waktu tak akan pergi sekalipun kita mengeluh. Ia tak kan menangis walau kita mengiba. Kecewa, terluka, terhempas, tak berdaya... tak satupun yang bisa waktu lakukan untuk membantu kita. tapi kita punya variabel kuat yang mendifferensial dan mengintegralkan kehidupan kita. setiap manusia punya pilihan, untuk sendiri atau bersama. Untuk selingkuh atau setia. Untuk terus atau berhenti saja. Untuk berbicara atau diam. Untuk menghargai atau menhardik sedemikian rupa. Untuk menjaga atau melepaskan yang telah dibina.
Lalu apa yang harus kita lakukan????
Tuhan pasti sedang tertawa ketika aku menuliskan posting blog ini, kawan. Aku sedang tidak sedemikian resahnya untuk tidak berkata bahwa aku tidak baik-baik saja. Seketika aku ingat... waktu hampir menjejakkan pada subuh. Dan aku rindu mengadu pada-Nya. Kali ini, Ar-Rahman semakin lembut di telinga. Tuhanku... , ternyata tidak sederhana.
3 september 2011
Insomnia
Hari raya
dan kebermalasan yang terpasung dalam kepala.
Langganan:
Postingan (Atom)